Belanda dan Inggris Kehilangan Kapal Perang di Laut Jawa
17 November 2016
Februari 1942, tiga kapal marinir Belanda tenggelam di Laut Jawa dalam pertempuran dengan Jepang. Hampir 15 tahun lalu, penyelam menemukan bangkai ketiga kapal itu di dasar Laut Jawa.
Iklan
Dalam perang laut besar melawan Jepang di Laut Jawa tahun 1942, Belanda kehilangan 1200 pelaut. Kini, menjelang peringatan 75 tahun peristiwa itu, Belanda ingin merayakan dan mendirikan monumen peringatan.
Namun ternyata, bangkai-bangkai kapal itu sudah tidak ada di tempatnya ditemukan dulu. Tim penyelam hanya menemukan jejak-jejak tenggelamnya kapal, namun kapalnya sendiri tidak ada lagi.
Beberapa nelayan lokal mengatakan kepada televisi Belanda, kemungkinan bangkai kapal sudah ditarik ke darat dan dipreteli warga untuk dijual lagi.
Kapal marinir itu adalah Hr. Ms Kortenaer, Hr. Ms. Java dan kapal perang andalan Hr Ms De Ruyter yang panjangnya 170 meter.
Menteri Pertahanan Belanda Jeanine Hennis-Plasschaert melayangkan protes kepada Indonesia.
"Ini adalah lokasi kuburan militer, dan mereka harus dihormati," kata Jeanine Hennis-Plasschaert di televisi Belanda hari Rabu (16/11).
Dia menuntut penyelidikan penuh atas apa yang terjadi dengan bangkai kapal-kapal itu.
Tidak hanya Belanda yang kehilangan kapal perangnya. Inggris juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menyelidiki keberadaan bangkai kapal angkatan laut Inggris yang juga tenggelam dalam perang laut besar tahun 1942 itu.
Jurubicara kementerian pertahanan Inggris mengatakan di London, pemerintahnya terkejut dengan berita hilangnya bangkai sejumlah kapal Royal Navy yang tampaknya telah diambil secara ilegal dan dijual sebagai besi tua.
Sebelumnya, harian Inggris Guardian melaporkan bahwa tiga kapal Inggris dan satu kapal selam AS sudah dipreteli secara ilegal oleh pemulung besi tua.
Kementerian Pertahanan Inggris menyatakan, sebuah tim investigasi internasional kini sudah dibentuk dan sedang melakukan penyelidikan.
Dua tahun lalu, militer AS juga menyatakan adanya "gangguan ilegal terhadap lokasi kuburan militer" di Laut Jawa. Yang dimaksud adalah bangkai kapal USS Houston, yang tenggelam di selat Sunda dengan 650 sedadu dan pelaut.
Februari 1942, sekutu Belanda, Inggris, Amerika Serikat dan Australia berusaha menghadang invasi militer Jepang ke Pulau Jawa. Upaya mereka gagal. Dari 17 kapal perang yang dikerahkan sekutu, 10 kapal ditenggelamkan Jepang, yang kemudian menguasai Jawa,
Laut di sekitar Indonesia, Malaysia dan Singapura menjadi kuburan bagi lebih dari 100 kapal dan kapal selam selama Perang Dunia II.
Perang Diplomasi demi Kemerdekaan Indonesia
Tanpa diplomasi Sjahrir dan tekanan internasional, Belanda masih akan bercokol di Indonesia, kendati proklamasi 45. Inilah empat tahun bersejarah yang dipenuhi intrik politik, pengkhianatan dan agresi milliter Belanda
Foto: picture-alliance/ANP
Kapitulasi Jepang, September 1945
12 Agustus 45, tiga hari setelah bom atom menghancurkan Nagasaki, Panglima Militer Jepang, Jendral Terauchi Hisaichi mengundang Soekarno dan Radjiman Wedyodiningrat ke Da Lat, Vietnam. Kepada keduanya Hisaichi mengindikasikan Jepang akan menyerah kepada sekutu dan membiarkan proklamasi kemerdekaan RI. Baru pada 2 September Jepang secara resmi menyatakan kapitulasi di atas kapal USS Missouri.
Foto: picture-alliance/dpa/United States Library Of Congres
Proklamasi, Agustus 1945
Setibanya di Jakarta, Soekarno diculik oleh pemuda PETA ke Rengasdengklok. Di sana ia dipaksa mengumumkan kemerdekaan tanpa Jepang. Malam harinya Soekarno menyambangi Mayjen Nishimura Otoshi. Kendati tidak mendukung, Nishimura menawarkan rumahnya untuk dipakai merumuskan naskah proklamasi. Keesokan hari Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56
Foto: picture alliance/CPA Media
Kabinet Sjahrir I, November 1945
Soekarno dan Hatta diangkat sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Keduanya memerintahkan Sutan Sjahrir, diplomat ulung yang kemudian menjadi perdana menteri pertama, buat mencari pengakuan internasional. Tugas Sjahrir adalah mempersiapkan Indonesia menghadapi pertemuan Linggarjati. Pidatonya yang legendaris di sidang umum PBB 1947 hingga kini masih tercatat sebagai momen paling menentukan
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Perundingan Linggarjati, November 1946
Dalam pertemuan yang dimediasi Inggris, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia di Jawa, Madura dan Sumatera. Tapi Belanda nyaris bangkrut dan berniat mengamankan akses ke sumber daya alam Indonesia. Sjahrir yang ingin menghindari perang sempat menyetujui pemerintahan transisi di bawah kepemimpinan Belanda. Idenya ditolak Sukarno, dan Sjahrir harus mundur sebulan setelah penadatanganan perjanjian.
Foto: Public Domain
Agresi Militer I, Juli 1947
Akibatnya Belanda menyerbu Sumatera dan Jawa demi merebut sumber daya alam dan lahan pertanian. Apa yang oleh Indonesia disebut sebagai Agresi Militer, dinamakan Belanda "misi kepolisian" untuk menghindari campur tangan internasional. Parlemen Belanda awalnya menginginkan perluasan agresi buat merebut ibukota Yogyakarta, tapi ancaman sanksi PBB membuat Den Haag menarik pasukannya dari Indonesia.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Perjanjian Renville, Desember 1947
Di atas kapal USS Renville, Indonesia berhasil memaksakan gencatan senjata, tapi kehilangan sebagian wilayahnya. Belanda cuma mengakui kedaulatan RI di Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera, serta meminta TNI menarik pasukannya dari wilayah pendudukan. Belanda kala itu sedang menunggu pemilu legislatif. Pemerintahan yang baru kemudian mengambil kebijakan yang lebih keras terhadap Indonesia.
Foto: Publilc Domain
Agresi Militer II, Desember 1948
Belanda memanfaatkan masa liburan natal PBB buat menggelar Agresi Militer II. 80.000 pasukan diterjunkan. Soekarno, Hatta dan Sjahrir ditangkap. Akibatnya Sjafruddin Prawiranegara diperintahkan membentuk pemerintahan darurat. Uniknya operasi militer di Indonesia didukung 60% penduduk Belanda. Sembilan hari setelah dimulainya agresi, PBB menelurkan dua resolusi yang menentang serangan Belanda
Foto: Getty Images/Keystone
Konferensi Meja Bundar, Agustus 1949
Setelah menjalin kesepakatan dalam perjanjian Roem Roijen, Indonesia dan Belanda sepakat bertemu di Den Haag atas desakan internasional. Belanda bersedia menarik mundur pasukan dan mengakui kedaulatan RI di semua kepulauan, kecuali Papua barat. Sebagai gantinya Indonesia harus membayar sebagian utang pemerintahan kolonial, termasuk yang dipakai untuk agresi militer selama perang kemerdekaan.
Foto: Getty Images/Keystone
Penyerahan Kedaulatan, Desember 1949
Ratu Juliana menandatangani akta penyerahan kedaulatan kepada RI di Amsterdam pada 27. Dezember 1949. Setelah kemerdekaan, Indonesia tenggelam dalam revolusi buat mengamankan kesatuan republik. Sementara Belanda menghadapi tekanan internasional. Sikap Den Haag soal Indonesia dan Papua bahkan nyaris membatalkan keanggotaan Belanda di NATO, yang kala itu mendukung kemerdekaan Indonesia.