Pengadilan di Den Haag menetapkan bahwa Belanda turut bertanggung jawab atas pembantaian di Srebrenica tahun 1995. Pasukan perdamaian Belanda saat itu gagal memberi perlindungan.
Iklan
Pengadilan di Den Haag hari Rabu (16/07) memutuskan bahwa Negara Belanda bertanggung jawab atas kematian lebih dari 300 korban dalam pembantaian di Srebrenica tahun 1995. Peristiwa itu adalah aksi pembantaian terburuk di daratan Eropa pasca Perang Dunia ke-2.
Pengadilan mengadili gugatan yang diajukan oleh para keluarga korban, yang menuduh pemerintah Belanda ikut bertanggung jawab dalam pembantaian tahuin 1995 itu, karena batalyon pasukan perdamaian Belanda (Dutchbat) gagal melindungi korban.
"Negara (Belanda) bertanggung jawab atas penderitaan yang dialami keluarga korban sehubungan dengan kematian para pria yang dibawa oleh pasukan Serbia-Bosnia dari lokasi Dutchbat di Potocari pada sore hari, 13 Juli 1995", demikian keputusan pengadilan. Dutchbat adalah sebutan bagi batalyon pasukan perdamaian Belanda yang bertugas saat itu.
Intervensi NATO terhadap Serbia
Pemboman atas Serbia yang dilakukan NATO mengakhiri kekerasan pasukan Serbia terhadap warga Albania di Kosovo. Tapi perang tanpa mandat PBB ini masih timbulkan kontroversi.
Foto: picture-alliance/dpa
Sisa-Sisa Perang
Konflik Kosovo menajam akhir 1990-an. Puluhan ribu orang mengungsi. Ketika semua upaya pendamaian wilayah itu gagal, NATO memulai serangan udara 24 Maret 1999 atas basis militer Serbia dan sasaran strategis lain. Setelah perang 11 pekan, penguasa Serbia Slobodan Milošević akhirnya menyerah.
Foto: Eric Feferberg/AFP/GettyImages
Perlawanan Damai Gagal
Pertengahan 1980-an di Kosovo aksi protes sudah dimulai terhadap upaya Beograd, untuk mengurangi hak-hak penduduk mayoritas Albania. Tahun 1990-an tekanan semakin meningkat. Ibrahim Rugova, yang pimpin pergerakan politik Kosovo sejak 1989 bertekad lakukan perlawanan damai dan berusaha gerakkan Slobodan Milošević untuk ubah sikap. Ia tidak berhasil.
Foto: picture-alliance/dpa
Perang Gerilya Bersenjata
Di Kosovo perlawanan bersenjata terbentuk. Pasukan pembebasan UÇK memulai perang gerilya yang kejam. Mereka laksanakan serangan terhadap Serbia, tapi juga warga Albania, yang mereka anggap bersekongkol dengan Serbia. Terhadap aksi teror itu Serbia bereaksi. Rumah dibakar dan toko dirampok. Ratusan ribu orang melarikan diri.
Foto: picture-alliance/dpa
Pengusiran Sistematis
Perang tambah brutal. Untuk patahkan perlawanan UÇK dan dukungan dari masyarakat, pasukan Serbia semakin menindak warga sipil. Banyak orang lari ke hutan-hutan. Ribuan warga Kosovo juga dibawa dengan kereta dan truk ke daerah perbatasan, tanpa memiliki paspor atau dokumen yang membuktikan bahwa mereka berasal dari Kosovo. .
Foto: picture-alliance/dpa
Upaya Penengahan Terakhir
AS, Perancis, Inggris, Rusia dan Jerman menyerukan pihak-pihak yang bermusuhan Februari 1999 untuk ikut konferensi di Rambouillet untuk mencapai kesepakatan otonomi bagi Kosovo. Pihak Kosovo menerima, tapi Serbia tidak mau berkompromi. Perundingan gagal.
Foto: picture-alliance/dpa
"Intervensi Kemanusiaan"
24 Maret 1999 NATO mulai membom sasaran militer dan strategis di Serbia dan Kosovo, untuk menghentikan kekerasan terhadap warga Albania. Jerman juga ikut serangan. Operasi "Allied Force" (kekuatan aliansi) adalah perang pertama NATO dalam sejarah 50 tahunnya, dan tanpa dukungan Dewan Keamanan PBB. Rusia mengutuk intervensi tersebut.
Foto: U.S. Navy/Getty Images
Infrastruktur Hancur
Di samping serangan terhadap pangkalan militer, NATO juga memotong jalur pasokan, yaitu jaringan kereta api dan jembatan. Dalam 79 hari, aliansi militer itu melaksanakan 37.000 serangan udara. Di wilayah Serbia dijatuhkan 20.000 roket dan bom. Serangan juga menyebabkan banyak warga sipil tewas.
Foto: picture-alliance/dpa
Awan Beracun di Pančevo
Lokasi industri juga dibom. Di Pančevo, dekat Beograd bom NATO jatuh di pabrik kimia dan pupuk. Akibatnya, sejumlah besar zat beracun mengalir ke sungai, tersebar di udara dan menyerap ke tanah. Dampaknya besar bagi kesehatan masyarakat sekitar. Serbia juga tuduh NATO gunakan amunisi mengandung uranium.
Foto: picture-alliance/dpa
Perang terhadap Propaganda Perang
Untuk melumpuhkan instrumen propaganda terpenting milik Slobodan Milošević, NATO menyerang stasiun televisi negara di Beograd. Walaupun pemerintah Serbia segera mendapat pemberitahuan mengenainya, informasi tidak disebarluaskan. Akibat serangan 16 orang tewas.
Foto: picture-alliance/dpa
Bom Tidak Kena Sasaran
Di Kosovo sebuah bom NATO secara tidak sengaja mengenai jalur pengungsi. Akibatnya, diperkirakan 80 orang tewas. Itu disebut "collateral damage" oleh NATO. Demikian halnya dengan empat orang yang tewas akibat bom yang jatuh di kedutaan besar Cina di Beograd. Insiden itu sebabkan krisis diplomatik berat antara Beijing dan Washington.
Foto: Joel Robine/AFP/GettyImages
Neraca Mengerikan
Awal Juni, sinyal pertama datang dari Beograd, bahwa Slobodan Milošević bersedia berunding. NATO mengakhiri aksi pemboman tanggal 19 Juni. Neraca perang: ribuan orang tewas dan 860.000 pengungsi. Di Serbia ekonomi lumpuh sepenuhnya, sebagian besar infrastruktur hancur. Kosovo ditempatkan di bawah administrasi PBB.
Foto: picture-alliance/dpa
11 foto1 | 11
Bertindak di luar hukum
"Dutchbat seharusnya memperhitungkan kemungkinan bahwa para pria yang diambil (pasukan Serbia-Bosnia) bisa menjadi korban genosida. Seandainya pasukan Belanda mengijinkan para pria tetap berada di markas mereka, hampir dapat dipastikan para korban masih tetap hidup," kata pengadilan.
"Dengan bekerjasama dalam deportasi para pria ini, Dutchbat bertindak di luar hukum," demikian disebutkan selanjutnya.
Selama perang Bosnia, Srebrenica merupakan kawasan yang berada di bawah perlindungan PBB. Pasukan Serbia di bawah pimpinan Jendral Ratko Mladic menyerbu tempat itu. Ribuan penduduk muslim Bosnia kemudian lari ke Potocari, markas pasukan perdamaian Belanda.
Pasukan Serbia mengejar penduduk muslim itu kemudian memisahkan para pria dari wanita dan anak-anak. Pasukan perdamaian Belanda ketika itu tidak mencegah aksi tersebut. Pada hari-hari berikutnya, sekitar 8000 pria dan anak lelaki muslim dibunuh.
Pembantaian massal dan genosida
Keluarga korban yang menamakan diri "Para Ibu Srebrenica" sejak bertahun-tahun mengajukan gugatan ke pengadilan internasional, yang kemudian memutuskan bahwa telah terjadi pembantaian massal dan genosida.
Bulan April lalu, pemerintah Belanda setuju membayar ganti rugi 20.000 Euro kepada keluarga tiga warga muslim yang jadi korban pembantaian. Keputusan pengadilan di Den Haag hari Rabu menyatakan, lebih dari 300 keluarga berhak menerima kompensasi.
Sampai saat ini, lebih dari 6000 mayat sudah terindentifikasi dari berbagai lokasi penguburan massal di kawasan Srebrenica.
Jendral Ratko Mladic yang dijuluki "Tukang Jagal Bosnia" dan pimpinan Bosnia-Serbia Radovan Karadzic sudah dihadapkan ke Mahkamah Internasional atas tuduhan kejahatan perang dan genosida.