Belanda Harus Bayar Ganti Rugi Keluarga Korban Westerling
26 Maret 2020
Pengadilan di Den Haag, Belanda, kembali memerintahkan pembayaran ganti rugi kepada kerabat dari 11 orang yang dieksekusi oleh pasukan Westerling pada pertengahan tahun 1940an.
Iklan
Pengadilan Distrik Den Haag memerintahkan pemerintah Belanda untuk membayar ganti rugi mulai dari 123 euro (Rp 2,17 juta) hingga 10.000 euro (Rp 177 juta) kepada keluarga dari 11 orang yang terbunuh di Sulawesi Selatan antara tahun 1946 hingga 1947 pada saat perang kemerdekaan.
Ganti rugi akan diberikan kepada delapan janda dan empat orang anak korban. Puluhan ribu warga sipil di Sulawesi Selatan pada saat itu terbunuh oleh tentara Pasukan Komando Khusus, DST, pimpinan Raymond Westerling.
Ini adalah pertama kalinya jumlah ganti rugi diberikan secara spesifik, dan pengadilan Belanda masih terus menggelar pengadilan untuk kasus serupa, ujar pengacara Liesbeth Zegveld.
"Pengadilan menganggap telah terbukti bahwa kesebelas orang ini telah tewas sebagai akibat kelakuan buruk tentara Belanda. Sebagian besar kasus melibatkan eksekusi secara cepat," kata hakim.
Jumlah tertinggi dibayarkan kepada seorang laki-laki yang ketika berumur 10 tahun harus melihat ayahnya dibunuh, kata juru bicara pengadilan Hakim Jeanette Honee.
Sementara janda para korban tewas menerima ganti rugi hingga 3.600 euro (Rp 64 juta) dan para penggugat yang merupakan anak-anak korban menerima lebih sedikit, tergantung pada usia mereka pada saat pembunuhan terjadi.
Republik di Ujung Bedil Kolonialisme
Negara ini lahir dari perjuangan dan pengorbanan. Menjelang akhir perang pun Indonesia bahkan masih menghadapi serbuan sekutu. Simak perjalanan panjang nusantara hingga merengkuh kedaulatannya.
Foto: public domain
Dari Portugis ke VOC
Awal abad ke 16 Portugis memasuki nusantara, berdagang dan mencoba menguasainya. Rakyat di beberapa wilayah melakukan perlawanan. Awal abad ke-17 giliran perusahaan Belanda, VOC yang mencari peruntungan di nusantara. Nusantarapun jatuh ke tangan Belanda, sempat direbutkan Perancis dan Inggris, lalu kembali dalam genggaman negeri kincir angin itu.
Foto: public domain
Pecah belah dan jajahlah
Untuk menguasai nusantara, Belanda memanfaatkan persaingan di antara kerajaan-kerajaan kecil. Berbagai pertempuran terjadi di bumi nusantara. Di Jawa, Perang Diponegoro (1825-1830) menjadi salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami Belanda selama pendudukannya di bumi Nusantara. Jendral de Kock memanfaatkan suku-suku lain berusaha menaklukan Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
Foto: public domain
Pengorbanan darah dan nyawa
Wilayah-wilayah di luar Jawa pun tak ketinggalan mengalami berbagai pertempuran sengit. Salah satunya pertempuran di Bali tahun 1846 yang tergambar dalam lukisan ini, dimana Belanda mengerahkan batalyonnya dalam upaya menaklukan pulau Dewata tersebut.
Foto: public domain
Bersatu melawan penjajahan
Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia didirikan September 1926 oleh para mahasiswa. Organisasi ini bermaksud untuk menyatukan organisasi –organisasi pemuda yang tadinya terpecah-pecah dan dari berbagai perguruan tinggi seperti Stovia dan THS dan RHS. Perhimbunan besar ini memiliki pemikiran bahwa persatuan Indonesia merupakan senjata paling ampuh dalam melawan penjajahan.
Foto: public domain
Dijajah saudara tua
Dalam perang dunia ke-2, Jepang memerangi Tiongkok dan mulai menaklukan Asia Tenggara, termasuk Indonesia tahun 1941. Peperangan juga terjadi di berbagai belahan dunia. Ketika Jepang kalah dalam PD II, tokoh nasional merencanakan kemerdekaan Indonesia.
Foto: Imago
Teks bersejarah bagi bangsa Indonesia
Teks Proklamasi dipersiapkan. Dirumuskan oleh Tadashi Maeda, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo, dll. Teks tersebut digubah oleh Mohammad Hatta dan RM. Achmad Soebardjo Djodjodisoerjo dan ditulis tangan oleh Soekarno. Teks Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", diketik Sayuti Melik.
Foto: public domain
Proklamasi di Pegangsaan
Dengan didampingi Drs. Mohammad Hatta, Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur no 56. Jakarta, pada pukul 10.00 pagi.
Foto: public domain
Sang Saka Merah Putih berkibar
Sesaat setelah teks proklamasi diumumkan, bendera Sang Saka Merah Putih pun di kibarkan di halaman Pegangsaan Timur 56. Bendera bersejarah ini dijahit oleh istri Bung Karno, Fatmawati Soekarno. Kini tiap tanggal 17 Agustus, bendera Merah Putih berkibar dan menjadi bagian dari peringatan detik-detik kemerdekaanj Indonesia.
Foto: public domain
Dari Sabang sampai Merauke
Perang terus berkobar. 10 November 1945 di Surabaya, rakyat melawan sekutu. Di penghujung tahun yang sama, sekutu menyerbu Medan. Hampir semua wilayah Sumatera, berperang melawan Jepang, sekutu dan Belanda. Mulai dari Sulawesi, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, hingga Papua, para pejuang mengorbankan nyawa demi mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Perjanjian Renville
Peperangan terus berkobar di berbagai wilayah di tanah air. berbagai diplomasi digelar. Perjanjian Renville disepakati Januari 1948, di atas kapal Amerika, USS Renville yang berlabuh di Tanjung Priok. Indonesia diwakili PM. Amir Syarifuddin. Saat itu, dissetujui garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dengan wilayah pendudukan Belanda.
Foto: en.wikipedia.org/Indonesia/Public Domain
Penyerahan kedaulatan
Tak semua mematuhi perjanjian Renville. Perlawanan terhadap Belanda terus berlanjut. Politik Indonesia terus bergejolak. usaha Belanda meredam kemerdekaan Indonesia dikecam masyarakat internasional. Akhirnya penyerahan kedaulatan Indonesia dtandatangani di Belanda, tanggal 27 Desember 1949. Tampak pada gambar, Ratu Belanda, Juliana tengah menandatangani dokumen tersebut.
Foto: public domain
Peta Hindia Belanda dan sekitarnya
Peta Pinkerton untuk Hindia Timur: Mencakup dari Burma selatan ke Jawa, dari Andaman ke Filipina & New Guinea. Peta ini mencatat kota-kota, rawa-rawa, pegunungan, dan sistem sungai. Digambar oleh L. Herbert dan digravir oleh Samuel Neele di bawah arahan John Pinkerton. Sumber gambar: Pinkerton’s Modern Atlas, yang diterbitkan oleh Thomas Dobson & Co di Philadelphia pada tahun 1818.
Foto: public domain
Mencari makna kemerdekaan
Kini lebih dari 70 tahun merdeka, Indonesia memasuki tantangan baru: Memerdekaan diri dari berbagai belenggu penjajahan atas hak asasi manusia,pola pikir dan berekspresi serta memperjuangkan demokrasi.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Husni
13 foto1 | 13
Bukan untuk gantikan kesedihan
Pengadilan menilai jumlah ganti rugi itu berdasarkan pada pendapatan para korban yang relatif rendah pada saat kejadian.
"Pengadilan mencatat bahwa jumlah yang rendah ini tidak sebanding dengan rasa sakit dan kesedihan yang timbul dari menyaksikan suami dan ayah para janda dan anak-anak korban dieksekusi," kata pengadilan dalam sebuah pernyataan.
"Jumlah yang diberikan tidak dimaksudkan untuk menggantikan kesedihan, hanya mengganti kerugian materi dalam bentuk mata pencaharian yang hilang."
Pengadilan Belanda sedang melakukan persidangan terhadap beberapa kasus lainnya yang juga meminta kompensasi atas kekejaman yang dilakukan oleh pasukan kolonial Belanda dalam apa yang disebut tindakan pembersihan untuk membasmi pejuang kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tahun 1945, Belanda yang masih belum mengakui kemerdekaan kembali megirimkan sejumlah pasukan, di antaranya ke Sulawesi. Pasukan ini bertugas untuk penumpas gerakan pendukung kemerdekaan republik yang baru berdiri. Puluhan ribu orang pun tewas dibunuh di hadapan keluarga dan anak-anak mereka.
Tahun 2013 lalu, pemerintah Belanda telah meminta maaf atas pembunuhan yang dilakukan oleh tentara kolonialnya dan mengumumkan pemberian kompensasi kepada para janda yang suaminya menjadi korban pembunuhan tentara kolonial.
ae/yf (AFP, historia, kompas)
Indonesia, Belanda, Sulawesi, Raymond Westerling, perang kemerdekaan