Belanda Kembalikan Artefak Curian ke Indonesia dan Sri Lanka
7 Juli 2023
Pemerintah Belanda memutuskan untuk mengembalikan 478 artefak seni yang sangat berharga dan penting secara budaya, yang telah dijarah selama era penjajahan.
Iklan
Mulai dari meriam yang dihias dengan indah hingga logam mulia dan perhiasan, Belanda akan mengembalikan ratusan artefak seni dan budaya yang dicuri pada masa jajahan Belanda, ke Indonesia dan Sri Lanka.
Sebagian besar artefak tersebut merupakan karya-karya yang sangat berharga dan memiliki nilai budaya yang tinggi, demikian ungkap Kementerian Kebudayaan Belanda pada hari Kamis (06/07) di Den Haag.
Ini adalah "momen bersejarah", kata Menteri Kebudayaan Belanda Gunay Uslu, seraya menambahkan bahwa benda-benda yang akan dikembalikan memang "tidak seharusnya pernah berada di Belanda".
Keputusan untuk mengembalikan sekitar 478 objek tersebut dibuat setelah mempertimbangkan rekomendasi dari komisi penyelidikan akuisisi ilegal kolonial Belanda yang ditunjuk pemerintah tahun lalu, di mana kini benda-benda tersebut dipajang di museum-museum Belanda.
Komisi tersebut dibentuk berdasarkan permintaan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan karya seni dan koleksi sejarah alam dari bekas penguasa kolonialnya.
Iklan
Benda yang dijarah pasukan Belanda
Beberapa artefak yang akan dikembalikan termasuk apa yang disebut "Harta Karun Lombok", sebuah koleksi dari ratusan batu mulia, emas, dan perak, yang dijarah oleh tentara kolonial Belanda dari Lombok pada tahun 1894 silam. Sebagian dari harta karun itu pernah dikembalikan ke Indonesia pada tahun 1977.
Ungkap Rahasia dan Ingatan Sejarah di Rijksmuseum
04:05
Meriam Kandy merupakan salah satu artefak penting dari hasil rampasan perang lainnya, yang juga akan dikembalikan ke Sri Lanka. Senjata seremonial ini terbuat dari perunggu, perak, dan emas, serta bertatahkan batu rubi yang indah.
Laras panjangnya dihiasi dengan simbol-simbol Raja Kandy, yang diyakini jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1765. Sejak tahun 1800, meriam itu telah menjadi koleksi museum seni dan sejarah nasional Belanda, yakni Rijksmuseum.
Secara resmi, pada pekan ini akan direncanakan sebuah upacara untuk menyerahkan artefak jarahan tersebut ke Indonesia.
Menengok Lagi Jejak Peninggalan Kolonialisme Belanda di Bandung
Mulai dari bangunan bergaya arsitektur Neo Gothic hingga Art Deco. Gedung-gedung peninggalan masa kolonial di Bandung tidak habis menyajikan cerita dan daya tarik.
Foto: N. Indradona/DW
Gold, Glory, Gospel
Bangsa-bangsa dari Benua Eropa secara besar-besaran menjelajah samudera sejak abad ke-15 Masehi dengan membawa tiga misa utama ke wilayah yang mereka singgahi, termasuk Indonesia. Cikal-bakal kolonialisme dan imperialisme ini mengejar kekayaan, kekuasaan, dan membawa misi misionaris. Dalam gambar: Gereja Bethel, Bandung, yang didirikan pada abad ke-17.
Foto: N. Indradona/DW
Arsitektur Neo Gothic
Dirancang oleh arsitek asal Belanda C.P. Wolff Schoemaker dan dibangun oleh M. Kunst asal Belanda, Gereja Katedral Santo Petrus dibangun pada tahun 1921. Gereja ini diresmikan dan diberkati oleh Uskup E.S. Luypen pada 19 Februari 1922. C.P. Wolff Schoemaker juga adalah sosok di balik berdirinya Gereja Bethel yang didirikan sekitar tahun 1885-an.
Foto: N. Indradona/DW
Arsitektur Art Deco
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, Gedung Merdeka punya fasilitas hiburan yang memanjakan meneer-meneer dari negeri tulip. Misalnya, ruangan dansa, ruang makan yang luas, ruang bermain sepatu roda, biliar, bowling, dan perpustakaan dengan ruang baca. Saat itu, jangan harap orang lokal bisa menikmati fasilitas gedung yang dulunya bernama Sociteit Concordia!
Foto: N. Indradona/DW
Concordia Bioscoop
Setelah puas berbelanja di kawasan elite Braga, biasanya para tuan dan nyonya Belanda lanjut nonton film di bioskop ini. Sekarang, gedung ini bernama bioskop De Majestic. Lagi-lagi C.P. Wolff Schoemaker menjadi sosok yang membidani bioskop ini. Pembangunannya dikerjakan oleh Technisch Bureau Sunda pada tahun 1920-an.
Foto: N. Indradona/DW
Bekas Rumah Andries de Wilde
Balai Kota Bandung ini dulunya adalah rumah milik Asisten Residen Priangan, Andreas de Wilde. Rumah ini dijadikan kantor dinas oleh pemerintahan kolonial Belanda sejak 1 April 1906, setelah Gubernur Jenderal J.N. van Heutz menetapkan Bandung sebagai kota madya.
Foto: N. Indradona/DW
Bank tabungan, asuransi, dan hipotek
Bangunan yang menjadi gedung Bank Jawa Barat (BJB) ini dibangun tahun 1935 dan dulunya bernama Bank DENIS. Bank DENIS menjadi bank simpan-pinjam dan hipotek pertama di Hindia Belanda. Bangunan karya Albert Frederik Aalbers ini kemudian digunakan sebagai kantor BJB sejak 20 Mei 1961. Menurut komunitas Aleut, dulu bagian bawah gedung ini disewakan untuk kafe, rumah makan dan toserba.
Foto: N. Indradona/DW
De Javasche Bank
Gedung Bank Indonesia di Bandung ini memiliki peran penting bagi aksi kolonialisme Belanda di Afrika Selatan. De Javasche Bank (DJB) di Kota Bandung ini didirikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915 sampai 1918 adalah DJB ke-15 yang dibangun untuk membiayai meluasnya dampak Perang Boer (1889-1902) di Afrika Selatan.
Foto: N. Indradona/DW
Masjid Raya Bandung
Walau bukan warisan peninggalan pemerintah Hindia Belanda, masjid ini merupakan salah satu bangunan tertua di Bandung. Masjid ini didirikan tahun 1812 dan awalnya hanya terbuat dari kayu dan bambu. Tahun 1850, Raden Adipati Aria Wiranatakusumah IV melakukan renovasi besar-besaran untuk memperkokoh bangunan tersebut. (ae)
Pada Sabtu (01/07), Raja Willem-Alexander secara resmi meminta maaf bertepatan dengan peringatan 150 tahun penghapusan perbudakan di Belanda, yang merupakan salah satu kekuatan kolonial terbesar sejak abad ke-17 dan seterusnya.
Awal tahun ini, Museum Berlin juga mengumumkan bahwa pihaknya siap mengembalikan ratusan tengkorak manusia ke bekas jajahan Jerman di Afrika Timur.
Tak hanya itu, Prancis juga telah mengembalikan patung dan singgasana kerajaan yang diambil dari negara Afrika Barat di Benin pada tahun 2021 lalu. Bahkan tahun lalu, Belgia mengembalikan gigi berlapis emas milik pahlawan kemerdekaan Kongo, Patrice Lumumba.