1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Belanda tolak Konstitusi Uni Eropa

2 Juni 2005

Tamparan keras kedua bagi Uni Eropa datang dari Belanda. Setelah rakyat Perancis menyatakan “tidak“ terhadap konstitusi Uni Eropa, rakyat Belanda jauh lebih kencang lagi menolaknya.

Belanda menyusul Perancis menolak konstitusi Uni Eropa
Belanda menyusul Perancis menolak konstitusi Uni EropaFoto: dpa

Sekitar 62 persen pemilih, dalam referendum konstitusi Uni Eropa di Belanda menyatakan menolak. Tema ini, tentu saja merupakan sorotan utama harian-harian internasional. Harian Inggris The Times mengomentari, penolakan Belanda itu, merupakan pukulan yang lebih mematikan bagi konstitusi Uni Eropa. Lebih lanjut harian ini menulis.

Penolakan dengan mayoritas besar di Belanda, merupakan pertanda penolakan yang lebih kuat ketimbang di Perancis. Selain itu, rakyat Perancis menolak konstitusi Uni Eropa, sebagai protes terhadap presidennya, terhadap pemerintahannya, dan sebagai protes terhadap situasi yang membuat frustrasi di negaranya. Sementara rakyat Belanda, menolak konstitusi, murni sebagai isyarat penolakan tegas terhadap Uni Eropa. Penolakan di Belanda memiliki makna lebih tegas lagi ketimbang penolakan di Perancis. Yakni penolakan akan haluan, yang digariskan dalam konstitusi Uni Eropa. Keputusan rakyat Belanda ini harus dihormati.

Harian Belanda De Volkskrant menulis, sebuah federasi Eropa, kini harus dicoret dari agenda Uni Eropa.

Petunjuk yang dilandasi akal sehat, di hari belakangan ini datang dari pemerintah Inggris. Yang menyerukan dimulainya periode konsultasi dan pengkajian ulang. Uni Eropa tidak berhenti fungsinya. Masih tetap terdapat landasan luas untuk kerjasama di Eropa. Akan tetapi, rencana haluan baru bagi kepemimpinan di Uni Eropa yang diperluas, harus menampilkan sosok yang lebih sederhana. Tanpa hiruk pikuk sebuah konstitusi, tanpa lembaga yang berani mati. Dan dalam kesadaran yang tidak emosional, harus diakui, bahwa gagasan sebuah federasi Eropa, sudah dicoret dari agenda pada tanggal 29 Mei dan 1 Juni.

Harian Rusia Kommersant menilai, Eropa membuat satu langkah maju ke depan, tapi sekaligus juga mundur dua langkah ke belakang. Harian ini menulis :

Kebangkrutan kedua bagi konsitusi Uni Eropa, memaksa kita berpikir kembali, apa yang sebetulnya masih dapat digambarkan oleh Eropa saat ini? Dalam jalan menuju kesatuan, Eropa ibaratnya membuat satu langkah maju, tapi sekaligus dua langkah mundur. Hal ini memperkuat kesan, bahwa Eropa yang bersatu, mengalami perubahan, menjadi obyek politik yang tidak dapat didefinisikan, seiring dengan perluasan perbatasannya ke timur. Dengan begitu, hilang sudah peranan Eropa sebagai citra panutan, sebagai sebuah Uni yang jelas definisinya, bagi perhimpunan negara yang kurang berhasil, seperti perhimpunan negara baru bekas republik Uni Sovyet-CIS.

Sementara harian Spanyol ABC berkomentar, pesimisme terhadap Uni Eropa kini memperoleh lahan subur. Lebih lanjut harian ini menulis :

Dalam waktu 72 jam, gambaran di Eropa menjadi lebih gelap. Atmosfir pesimisme menyebar luas. Awan gelap dari penolakan di Perancis dan Belanda, dapat menjadi hujan lebat, yang semakin menyuburkan skeptisme terhadap Uni Eropa. Konstitusi Uni Eropa, terbukti amat ringkih terhadap kritik. Tapi kenyataan itu tidak boleh ditutup-tutupi, seperti yang dilakukan sejumlah tokoh politik, yang seolah-olah kaget dengan perkembangan tsb. Sebab, penolakan Perancis dan Belanda, sudah dapat diduga sebelumnya. Jadi sangat jelas, bahwa di dalam Uni Eropa terdapat ramalan yang meleset. Sekarang, adalah lebih bijaksana, jika para politisi yang menjadi sasaran, juga memiliki keberanian, untuk menyatakan, merekalah yang bertanggung jawab.