Penduduk Belanda menolak perjanjian yang digagas Uni Eropa untuk menggabungkan Ukraina. Hasil referendum itu menjadi pukulan telak buat elit politik Eropa dan Brussels, tapi juga kabar gembira untuk Rusia.
Iklan
Perjanjian dengan Ukraina sejatinya telah ditandatangani oleh pemerintahan Belanda dan negara-negara Uni Eropa lain. Tapi hal tersebut tidak mencegah pemilih Belanda untuk menyuarakan keberatannya.
Dalam sebuah referendum, sekitar 64 persen pemilih menolak perjanjian dengan Ukraina. Referendum yang digagas oleh kelompok anti Eropa lewat sebuah petisi itu cuma diikuti oleh sekitar 30% pemilih Belanda.
Menurut kelompok yang menolak, perjanjian tersebut adalah langkah pertama menuju keanggotaan penuh Ukraina. Sebab itu mereka menggelar referendum untuk mencegah "Ambisi ekspansi Uni Eropa yang semakin tidak demokratis."
Kendati referendum Belanda tidak berkekuatan hukum, Perdana Menteri Mark Rutte mengakui pemerintahannya kini hampir mustahil melanjutkan dukungan terhadap perjanjian Ukraina dalam bentuknya saat ini.
Bernilai simbolis
Ukraina sebaliknya menyatakan tetap akan bergerak ke arah Uni Eropa terlepas dari hasil referendum di Belanda. "Kami akan tetap mengimplementasikan perjanjian dengan Uni Eropa, termasuk kesepakatan perdagangan bebas yang komperhensif," tutur Presiden Petro Poroshenko di Tokyo.
Perjanjian Uni Eropa-Ukraina ditandatangani Maret 2014 silam, sesaat setelah kisruh di Kiev yang memaksa Presiden Viktor Yanukovych melarikan diri ke luar negeri. Saat itu Brussels sepakat membuka pasar bebas dengan Ukraina sebagai bagian dari program integrasi ekonomi sebelum mendapat keanggotaan penuh.
Penolakan Rusia terhadap perjanjian tersebut membuat Yanukovych mengubah sikap dan menolak tawaran Brussels. Keputusan itulah yang akhirnya memicu kerusuhan dan menyeret Ukraina ke jurang krisis.
NATO Bersiap Perang Hadapi Rusia
Ketegangan di Ukraina ikut menyeret NATO. Pakta Pertahanan Atlantik Utara itu pun bersiap menghadapi skenario terburuk, yakni perang dengan Rusia, dengan membentuk satuan cepat dan menggelar latihan militer di Polandia
Perang Gerilya Melawan Rusia
Skenario perang yang dipilih NATO tidak jauh dari konflik Ukraina. Pakta Pertahanan Atlantik Utara itu mempersiapkan pasukannya untuk terlibat dalam perang geriliya, melawan pasukan pemberontak yang disokong jiran Rusia.
Foto: S. Gallup/Getty Images
Unjuk Gigi di Polandia
Untuk itu NATO memilih Polandia, negara anggotanya yang berada paling dekat dengan Rusia. Di Zagan, NATO menurunkan helikopter tempur, kendaraan lapis baja dan pasukan elit dari berbagai negara. Salah satu yang dilibatkan adalah tank Leopard 2 teranyar milik militer Polandia.
Foto: S. Gallup/Getty Images
Manuver Terbesar
Manuver di Zagan, Polandia, adalah latihan militer terbesar yang pernah digelar NATO. Untuk memindahkan 2100 serdadu dari sembilan negara beserta puluhan alat tempur dan amunisi, NATO membutuhkan 17 pesawat kargo, sembilan kereta barang dan sebuah konvoi berisikan 30 truk.
Foto: DW/B. Wesel
Speerspitze buat Eropa Timur
Buat menangkal ancaman Rusia, NATO membentuk satuan elit gabungan bernama "Speerspitze" alias ujung tombak, yang berisikan 5000 serdadu dengan berbagai alat tempur termutakhir. Pasukan gerak cepat ini khusus dilatih untuk melindungi negara-negara di timur Eropa dari tentara pemberontak sokongan Rusia.
Foto: S. Gallup/Getty Images
Hujan Duit
Untuk membiayai satuan elit terbaru itu NATO telah mempersiapkan dana sekitar 20 Miliar Euro atau sekitar Rp. 300 trilyun hingga tahun 2025. Dana tersebut akan dipakai buat membeli tank tempur, pengangkut personel lapis baja, artileri, helikopter dan berbagai perlengkapan serdadu. Sebagai perbandingan, anggaran pertahanan TNI tahun ini tercatat sebesar 84,5 Triliyun Rupiah.
Foto: S. Gallup/Getty Images
Tanpa Serdadu
NATO juga menyambut usulan Amerika Serikat untuk menempatkan lebih banyak alat tempur di Eropa Timur. Saat ini NATO tidak bisa menempatkan serdadu di perbatasan timur secara permanen. Penyebabnya adalah perjanjian damai dengan Rusia yang diratifikasi tahun 1997.
Foto: S. Gallup/Getty Images
Menghalau Ancaman di Langit
Salah satu sistem alutista yang ingin ditempatkan NATO di perbatasan timur adalah MEADS, alias Medium Extended Air Defense System. Sistem pertahanan udara teranyar itu tidak cuma mampu menghalau rudal atau obyek terbang di berbagai ketinggian, tapi juga dapat berpindah tempat secara fleksibel.