1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikUkraina

Belarus Kian Terisolasi di Perbatasan Uni Eropa

23 Agustus 2023

Belarus semakin diasingkan ketika jiran di Eropa mulai menutup pintu perbatasan karena potensi ancaman tentara bayaran Wagner. Tapi penutupan tersebut dihawatirkan menciptakan ongkos kemanusiaan yang tinggi.

Pintu perlintasan Lituania dan Belarus
Pintu perlintasan Sumskas antara Lituania dan BelarusFoto: Petras Malukas/AFP

Satu per satu pintu perbatasan menuju Belarus ditutup oleh jiran di barat. Setelah Lituania menutup dua dari enam titik perlintasan, Latvia dan Polandia menyiapkan langkah serupa, kata seorang pejabat kepada DW.

Ketiga negara Uni Eropa merespons keberadaan tentara bayaran Wagner di Belarus. "Keputusan ini merupakan langkah pencegahan untuk mencegah ancaman nasional dan kemungkinan adanya provokasi di perbatasan,” kata Menteri Dalam Negeri Lituania, Agne Bilotaite, pekan lalu.

"Kebijakan kami memungkinkan petugas perbatasan membagi ulang kapasitasnya dan fokus pada penjagaan perbatasan.”

Otoritas Belarus sebaliknya mengecam penutupan perbatasan oleh Lituania sebagai tindak "yang tidak konstruktif dan tidak bersahabat.” Dalam sebuah unggahan di media sosial pada pekan lalu, badan yang mengurusi perbatasan Belarus menuduh jirannya itu "secara sengaja membangun hambatan di perbatasan demi ambisi politik.”

Spiral kemunduran diplomasi

Giselle Bosse, peneliti Belarus di Universitas Maastricht, Belanda, mengatakan ketegangan teranyar merupakan bagian dari "spiral kemunduran” dalam relasi dengan Uni Eropa.

Namun begitu, penutupan perbatasan oleh Polandia dan Lituania juga dikritik kelompok Hak Asasi Manusia. "Saya sering menerima laporan mengkhawatirkan tentang tindak kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap kaum migran, termasuk di antaranya aparat Lituania memaksa pengungsi kembali ke Belarus,” tulis Komisaris HAM UE, Dunja Mijatovic, dalam laporannya awal tahun ini.

Komisi Eropa menegaskan setiap negara anggota "diwajibkan menjamin akses yang efektif bagi perlindungan internasional” untuk para pencari suaka. Tapi Bosse menilai, Brussels tidak banyak berbuat untuk mencegah pelanggaran.

"Perhitungan geopolitis memang adalah hal serius. Tapi sejauh mana Anda bersiap berkorban, bahwa di perbatasan kita tiba di situasi di mana kita melanggar prinsip fundamental hak asasi manusia?,” tukasnya.

Terkurung di pusara konflik

Penutupan perbatasan Uni Eropa berpotensi menyulitkan warga normal Belarus untuk berpergian ke luar negeri. Hal ini menyulitkan anggota kelompok oposisi untuk melarikan diri, jika menjadi buronan politik.

Sementara bagi pengungsi dari luar Eropa, alternatif lain adalah melintasi Ukraina yang berisiko tinggi. Sebagian pihak sebabnya mengkhawatirkan besarnya ongkos kemanusiaan akibat penutupan sebagian perbatasan UE.

Namun begitu, anggota parlemen Eropa dari Lituania, Rasa Jukneviciene, mengatakan opsi visa kemanusiaan masih terbuka bagi pencari suaka. 

Terlebih, UE ingin memperkuat dukungan bagi kelompok pro-demokrasi Belarus yang dibidik rejim autoriter di Minsk sejak aksi protes massal tahun 2020 silam. 

Kepada DW, seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan UE "berpihak kepada warga Belarus selama mungkin untuk menuju negeri yang merdeka, demokratis dan makmur,” kata dia. 

Peneliti Belarus di Belanda, Giselle Bosse, mewanti-wanti, ketegangan antara UE dan Belarus belum akan mereda, terutama selama menjelang pemilu di Polandia dan perang di Ukraina yang terus berkecamuk.

"Saya sama sekali tidak meihat adanya deeskalasi. Apa yang saya takutkan pada eskalasi kali ini adalah tindak provokasi oleh Rusia melalui Belarus dalam suasana yang sudah sangat menegangkan, itu lah yang saya khawatirkan.” rzn/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya