1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialEropa

Belasan Terdakwa Serangan Charlie Hebdo Jalani Persidangan

2 September 2020

14 terdakwa menjalani sidang kasus serangan terhadap Charlie Hebdo dan supermarket Yahudi tahun 2015.

Pengacara tiba di persidangan
Sidang Charlie Hebdo di ParisFoto: picture-alliance/abaca/B. Eliot

Tiga belas pria dan seorang perempuan diadili pada hari Rabu (02/09) terkait insiden serangan terhadap surat kabar satire Charlie Hebdo dan supermarket Yahudi di Paris tahun 2015, yang menjadi penanda gelombang kekerasan Islamic State (ISIS) di Eropa.

Dikutip dari Associated Press, 17 orang dan ketiga pria bersenjata itu tewas dalam tiga hari serangan pada bulan Januari 2015. Belakangan pada tahun itu, jaringan ISIS di Prancis dan Belgia menyerang Paris lagi dan menewaskan 130 orang di gedung konser Bataclan, stadion nasional dan di bar serta restoran.

Persidangan dimulai di bawah pengamanan ketat ketika sebelas tersangka menghadap pengadilan atas tuduhan konspirasi dalam tindakan teroris atau hubungan dengan kelompok teror.

Mereka yang diadili di pengadilan terorisme Prancis ini dituduh membeli senjata, mobil, dan memberikan bantuan logistik kepada penyerang yang ditembak mati aparat keamanan pada saat itu.

Tiga orang lainnya, termasuk istri salah satu pria bersenjata, diadili secara in absentia karena melarikan diri ke wilayah yang dikuasai ISIS di Suriah.

Korban dan anggota keluarga korban menghadiri pembukaan persidangan, duduk di seberang bangku terdakwa, terlihat emosional dan mengenakan masker di wajah karena pembatasan COVID-19.

Kebanyakan dari terdakwa mengaku berpikir membantu merencanakan kejahatan biasa.

Serangan dari tanggal 7-9 Januari 2015 dimulai saat di kantor media Charlie Hebdo tengah berlangsung rapat editorial, di kantor yang tidak bertanda dan dijaga oleh polisi sejak penerbitan karikatur Nabi Muhammad.Cherif dan Said Kouachibersaudara ditembak mati saat kejadian dan lainnya membajak kendaraan dan melarikan diri. Mereka mengklaim serangan itu atas nama al-Qaida.

Saling terkait

Dua hari kemudian, pada malam Sabat Yahudi, Amedy Coulibaly menyerbu supermarket Hyper Cacher, menewaskan empat sandera dengan mengatasnamakan ISIS dan mengambil kendali atas kantor percetakan di luar ibu kota Prancis. Para penyerang itu tewas dalam penggerebekan polisi.

Perlu waktu berhari-hari bagi para penyelidik untuk menyadari bahwa Coulibaly  juga bertanggung jawab atas kematian polisi perempuan muda sehari sebelumnya.

Perlu waktu berminggu-minggu lagi untuk mengungkap jaringan penjahat dan teman-teman tetangga yang menghubungkan ketiga penyerang. Saat itu istri Coulibaly telah berangkat ke Suriah dengan bantuan dua saudara laki-lakinya yang juga didakwa dalam kasus tersebut. Sebagian besar dari 11 orang yang akan tampil bersikeras turut membantu pembunuhan massal  tersebut tanpa sadar.

Meskipun ada banyak dukungan global, serangan itu juga terlihat sebagai kegagalan intelijen besar-besaran. Otoritas Prancis menghentikan penyadapan telepon salah satu Kouachi bersaudara beberapa bulan sebelum mereka menyerbu kantor editorial. Setidaknya satu orang dari mereka pernah berlatih dengan al-Qaida Yaman dan telah dihukum karena pelanggaran terorisme sebelumnya.

“Pemerintah gagal. Jika dinas intelijen sudah melakukannya pekerjaan mereka, ini tidak akan terjadi,'' kata Isabelle Coutant-Peyre, saalh seorang pengacara,“Para korban tidak hanya menginginkan vonis bersalah, tapi keadilan nyata. Kebenaran harus diungkapkan. Ini bukan pengadilan balas dendam, tapi keadilan yang ingin diketahui.''

Charlie Hebdo terbit dengan gambar Nabi Muhammad

Sidang hari Rabu (02/09) dibuka di bawah pengamanan ketat. Para polisi memeriksa siapa saja yang memasuki ruang sidang dan ruang-ruang kecil. Di kios koran terdekat, terbitan terbaru Charlie Hebdo muncul, dengan menantang mencetak ulang karikatur Nabi Mohammad.

"Itulah inti dari semangat Charlie Hebdo: Ini menolak untuk menyerahkan kebebasan kita, tawa kita, dan bahkan hujatan," kata pengacara surat kabar itu, Richard Malka, sebelum memasuki ruang sidang.

“Mereka mati agar Anda para jurnalis bisa melakukan pekerjaan Anda,'' tambah Richard Malka, pengacara Charlie Hebdo. ` Jangan takut pada terorisme, demi kebebasan.''

Satu-satunya orang di ruang sidang yang menghadapi hukuman seumur hidup adalah Ali Riza Polat, yang dituduh berperan sebagai penghubung antara Kouachi bersaudara dan Coulibaly. Dia muncul di setiap tahap perencanaan serangan, demikian menurut penyelidikan yudisial, juga dalam pengorganisasian saluran telepon, memeriksa harga bahan peledak dan amunisi, dan bepergian dengan Coulibaly ke Belgia.

Polat adalah yang pertama di antara terdakwa yang berbicara singkat pada Rabu dan mengkonfirmasikan nama dan tanggal penangkapannya.

 

ap/vlz(afp/ap)