Kepresidenan Gus Dur dan Cikal Bakal Cambridge Analytica
30 Maret 2018
Induk perusahaan Cambridge Analytica, SCL, mengklaim ikut berperan membawa Abdurrahman Wahid ke puncak kekuasaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan Inggris itu menunggangi ketidakpuasan mahasiswa.
Iklan
Syahdan di tengah gejolak politik pasca lengsernya Suharto, seorang pria Inggris menemui Yenny Wahid buat menawarkan jasa memoles citra sang ayah, Abdurrahman Wahid.
Untuk itu dia membangun pusat operasi berteknologi canggih di sebuah gedung bertingkat di Jakarta yang dilengkapi dengan 25 komputer teranyar dan 16 televisi layar datar buat memantau pemberitaan media.
Ruang rahasia bernama Jakarta International Media Research Centre itu ternyata hanya umpan kosmetik tanpa substansi untuk membuat klien terpana. Cara serupa sering digunakan Nigel Oakes, pendiri Strategic Communication Laboratories alias SCL yang menjadi induk perusahaan Cambridge Analytica.
"Saya berhutang keberhasilan pemilu pada SCL berkat komunikasi strategisnya," tutur Gus Dur dalam sebuah testimoni untuk SCL seperti dilansir Quartz.
Tidak jelas apakah almarhum Gus Dur benar-benar menggunakan jasa SCL untuk menggeser Megawati yang saat itu dirundung animo anti pemimpin perempuan. Kepada Kumparan, Yenny Wahid melalui bekas jurubicara kepresidenan Wahyu Muryadi mengaku tidak pernah bertemu dengan Oakes seperti yang diklaim SCL.
Prahara Mei 1998
Mei 1998 menjadi arus balik dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Tapi bulan berdarah itu hingga kini masih menyisakan sejumlah pertanyaan tak terjawab perihal keterlibatan militer.
Foto: Juni Kriswanto/AFP/Getty Images
Kebangkitan Mahasiswa
Mai 1998 menandai perputaran sejarah Indonesia. Berawal dari ketidakpuasan rakyat atas kenaikan harga kebutuhan pokok, mahasiswa mulai bergerak memrotes pemerintahan Suharto. Saat itu presiden kedua Indonesia itu baru saja terpilih secara aklamasi oleh parlemen untuk ketujuh kalinya. MPR berdalih, kepemimpinan Suharto dibutuhkan di tengah krisis moneter yang melanda.
Foto: picture-alliance/dpa
Protes dari Kampus
Bibit protes sebenarnya sudah bermunculan sejak pengangkatan Suharto sebagai Presiden RI pada Maret 1998. Namun karena sebatas di wilayah kampus, aksi tersebut masih dibiarkan oleh militer. Kendati begitu bentrokan dengan aparat keamanan tetap tak terelakkan.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Titik Api di Sumatera
Awalnya cuma sekelompok kecil mahasiswa yang berdemonstrasi menentang pemilihan ulang Suharto. Namun ketika pemerintah menaikkan harga barang pokok pada 4 Mai, rakyat kecil pun ikut terlibat. Penjarahan pertama muncul di Medan yang tidak berlangsung lama, tapi menjalar ke berbagai daerah.
Foto: Getty Images/AFP/P. Richards
Bara di Jakarta
Pada 9 Mei, sehari setelah kerusuhan Medan berakhir, Jakarta mulai bergolak. Tapi Suharto terbang ke Kairo untuk menghadiri KTT G15. Dia pulang lebih dini saat kerusuhan di Jakarta memasuki fase paling mematikan. Pada 12 Mei, 10.000 mahasiswa berkumpul di kampus Trisakti. Saat itu empat mahasiswa, Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Hery Heriyanto dan Hendriawan Sie tewas tertembak peluru polisi.
Foto: picture-alliance/AP Images
Protes dari Luar Negeri
Peristiwa berdarah di Indonesia juga disimak oleh aktivis kemanusiaan asing dan mahasiswa Indonesia di mancanegara. Berbagai aksi protes digelar di Australia, Jerman, Belanda, Inggris (gambar), Swedia, Perancis dan Amerika Serikat.
Foto: Getty Images/AFP/J. Eggitt
Bergerak ke Senayan
Hingga tanggal 13 Mei kepolisian masih berupaya membarikade kampus-kampus di Jakarta untuk mencegah mahasiswa keluar. Sebagian yang berhasil menerobos, berkumpul di berbagai titik untuk kemudian bergerak ke arah Senayan. Momentum terbesar adalah ketika ribuan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR.
Foto: picture-alliance/dpa
Api di Klender
Termakan amarah lantaran mendengar kabar mahasiswa yang tewas ditembak, massa kembali melakukan aksi penjarahan di beberapa sudut kota. Yang terparah terjadi di kawasan Klender, di mana massa membarikade dan membakar gedung Yogya Department Store. Sekitar 1000 orang yang terjebak di dalam tewas seketika.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir Pahit Orde Baru
Aksi pendudukan mahasiswa terhadap gedung MPR/DPR dan tekanan internasional memaksa Presiden Suharto undur diri dari jabatannya. Diktatur yang berkuasa selama 32 tahun itu menyisakan republik yang carut marut oleh kasus korupsi dan pelanggaran HAM. Sesaat setelah pengunduran diri Suharto, Wapres B.J. Habibie memulai 517 hari perjalanannya membawa Indonesia kembali ke pangkuan demokrasi.
Foto: picture alliance/CPA Media
Saling Tuding di TNI
Tragedi 1998 menyisakan pertanyaan besar buat TNI. Bekas Pangkostrad, Prabowo Subianto diduga ikut mendalangi kerusuhan, berdasarkan temuan tim Gabungan Pencari Fakta. Bekas Jendral bintang tiga itu kemudian dipecat oleh Presiden Habibie menyusul isu kudeta yang disebarkan Panglima ABRI Wiranto. Prabowo sebaliknya menuding Wiranto lah yang mengeluarkan perintah agar TNI menyulut kerusuhan berdarah
Foto: Juni Kriswanto/AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
Menurut dokumen SCL yang diterima Quartz, perusahaan asal London itu mendapat kontrak dari Partai Kebangkitan Bangsa dan ditugaskan mencari cara meredam frustasi masyarakat di era Presiden BJ Habibie. Oakes lalu membuat survey di seluruh Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 72,000 orang.
SCL menemukan kebanyakan insiator aksi demonstrasi adalah mahasiswa di kelompok umur 18 hingga 25 tahun.
Dengan bantuan pemerintah, SCL lalu membiayai "aksi protes terogranisir" sebagai ajang buat mahasiswa menyalurkan ketidakpuasannya dan menjauhkan mereka dari kerusuhan atau demonstrasi berdarah. "Protes raksasa diorganisir di setiap universitas. Hal ini tercapai melalui pembentukan komite demonstrasi dan pembiayaan aktivitas mahasiswa di seluruh Indonesia," tulis SCL dalam dokumen tersebut.
"Aksi-aksi itu sedemikian besar sehingga menciptakan perasaan kolektif di kalangan mahasiswa, bahwa suara mereka telah didengar." Perusahaan itu mengklaim metode mereka sukses meredam kerusuhan dan akhirnya membawa Gus Dur ke pucuk kekuasaan.
Namun tidak sedikit yang meragukan klaim SCL. Kepada Quartz, dosen Murdoch University di Australia, Ian Wilson, mengatakan kiprah SCL "hanya satu elemen kecil dari sekian banyak faktor yang terjadi saat itu."
Mesin Uang Gurita Cendana
Keserakahan keluarga Cendana nyaris membuat Indonesia bangkrut. Oleh banyak pihak keluarga Suharto disebut mengantongi kekayaan sebesar 200 triliun Rupiah. Inilah jurus gurita cendana mengeruk duit haram dari kas negara:
Foto: Getty Images/AFP/J. Macdougall
Gurita Harta
Suharto punya cara lihai mendulang harta haram. Ia mendirikan yayasan untuk berbinis dan mendeklarasikannya sebagai lembaga sosial agar terbebas dari pajak. Dengan cara itu ia mencaplok perusahaan-perusahaan mapan yang bergerak di bisnis strategis, seperti perbankan, konstruksi dan makanan. Menurut majalah Time, Suharto menguasai 3.6 juta hektar lahan, termasuk 40% wilayah Timor Leste
Foto: AP
Yayasan Siluman
Tidak hanya menghindari pajak, yayasan milik keluarga Cendana juga mendulang rejeki lewat dana sumbangan paksaan. Cara-cara semacam itu tertuang dalam berbagai keputusan presiden, antara lain Keppres No. 92/1996 yang mewajibkan perusahaan atau perorangan menyetor duit sebesar 2% dari penghasilan tahunan. Dana yang didaulat untuk keluarga miskin itu disetor ke berbagai yayasan Suharto.
Foto: Getty Images/AFP/J. Macdougall
Bisnis Terselubung
Bekas Jaksa Agung Soedjono Atmonegoro pernah menganalisa laporan keuangan ke empat yayasan terbesar Suharto. "Yayasan ini dibentuk untuk kegiatan sosial," tuturnya. "Tapi Suharto menggunakannya untuk memindahkan uang ke anak dan kroninya." Soedjono menemukan, Yayasan Supersemar menggunakan 84% dananya untuk keperluan bisnis, semisal pinjaman lunak kepada perusahaan yang dimiliki anak dan kroninya
Foto: picture alliance/dpa/A. Lolong
Lewat Kartel dan Monopoli
Cara lain yang gemar ditempuh Suharto untuk menggerakkan mesin uang Cendana adalah melalui monopoli. Teman dekatnya, The Kian Seng alias Bob Hasan, misalnya memimpin kartel kayu lewat Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO). Pengusaha yang kemudian dijebloskan ke penjara itu sering disebut sebagai ATM hidup keluarga cendana.
Foto: Getty Images/AFP/Firman
Bisnis Tepung Paman Liem
Taipan lain yang juga menjadi roda uang Cendana adalah Sudomo Salim alias Liem Sioe Liong. Sejak tahun 1969 pengusaha kelahiran Cina itu sudah mengantongi monopoli bisnis tepung lewat PT. Bogasari. Dari situ ia membangun imperium bisnis makanan berupa Indofood. Pria yang biasa disapa "Paman Liem" ini juga menjadi mentor bisnis buat putra putri Suharto.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Uang Minyak
Bukan rahasia lagi jika Pertamina pada era Suharto menjelma menjadi dompet raksasa keluarga Cendana. Sejak awal sang diktatur sudah menempatkan orang kepercayaannya, Ibnu Sutowo, buat memimpin perusahaan pelat merah tersebut. Sutowo kemudian memberikan kesaksian kepada majalah Time, tahun 1976 ia dipaksa menjual minyak ke Jepang dan menilap 0,10 Dollar AS untuk setiap barrel minyak yang diekspor.
Foto: picture-alliance/dpa
Pewaris Tahta Cendana
Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut sejak awal sudah diusung sebagai pewaris tahta Cendana. Putri tertua Suharto ini tidak cuma menguasai puluhan ribu hektar lahan sawit, stasiun televisi TPI dan 14% saham di Bank Central Asia, tetapi juga memanen harta tak terhingga lewat jalan tol. Hingga 1998 kekayaannya ditaksir mencapai 4,5 triliun Rupiah.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Merajalela Lewat Bulog
Dari semua putera Suharto, Bambang adalah satu-satunya yang paling banyak berurusan dengan Liem Sioe Liong. Setelah mendirikan Bimantara Grup, Bambang terjun ke bisnis impor pangan lewat Badan Urusan Logistik yang saat itu didominasi Liem. Menurut catatan Tempo, selama 18 tahun kroni Suharto mengimpor bahan pangan lewat Bulog senilai 5 miliar Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa
Duit Cengkeh untuk Tommy
Melalui monopoli Hutomo Mandala Putra meraup kekayaan hingga 5 triliun Rupiah. Tahun 1996 ia mendapat status pelopor mobil nasional dan berhak mengimpor barang mewah dan suku cadang tanpa dikenai pajak. Selain itu Tommy juga menguasai Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh yang memonopoli penjualan dari petani ke produsen rokok. BPPC ditengarai banyak membuat petani cengkeh bangkrut.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Akhir Pahit Diktatur Tamak
Secara lihai Suharto membajak pertumbuhan ekonomi untuk kepentingan keluarga. Menurut Bank Dunia, antara 1988 hingga 1996, Indonesia menerima investasi asing senilai USD130 miliar. Tapi struktur perekonomian yang dibuat untuk memperkaya kroni Cendana justru menyeret Indonesia dalam krisis ekonomi dan mengakhiri kekuasaan sang jendral. (rzn/yf: economist, times, bloomberg, bbc, kompas, tempo)