Benarkah Pakai Jilbab Bisa Lejitkan Karier Perempuan Iran?
Kaukab Shairani
6 Mei 2022
Sejumlah perempuan Iran memberontak terhadap kewajiban mengenakan jilbab di tempat kerja. Di beberapa instansi pemerintah, ada juga mandat memakai cadar.
Iklan
"Kadang saya tidak sengaja melepas jilbab, tapi atasan memberi tahu saya untuk memakainya kembali. Laki-laki bebas memilih apa yang mereka mau, tapi perempuan tidak," kata Farzana (nama samaran) kepada DW.
Karyawan swasta berusia 22 tahun di Kota Shiraz, Iran, ini menggambarkan situasi tersebut ibarat punya "kehidupan ganda" di tempat kerja.
Di Iran, kewajiban pemakaian jilbab diberlakukan beberapa tahun setelah Revolusi Islam pada 1979. Di bawah undang-undang yang berlaku, perempuan harus menutupi rambut mereka dan mengenakan pakaian longgar di tempat umum, termasuk tempat kerja, di sekolah, dan universitas. Mandat tersebut ditegakkan oleh petugas penjaga moralitas.
Namun, kini terjadi peningkatan penolakan terhadap mandat hijab, khususnya di kalangan generasi muda dan di daerah perkotaan. Mereka yang menentang memandang peraturan ini sebagai alat paksaan politik yang mengontrol tubuh perempuan. Di Iran telah terjadi gelombang protes terhadap jilbab dalam beberapa tahun terakhir, seperti gerakan White Wednesdays.
Seiring tumbuhnya gerakan ini, bertambah juga tindakan keras terhadap mereka yang melanggar aturan. Sebuah universitas di ibu kota Teheran mengerahkan apa yang disebut sebagai penjaga moralitas di kampus. Mereka bertugas memastikan bahwa siswa mematuhi aturan hijab, menurut laporan penyiar Internasional Iran yang berbasis di London pada April lalu.
Semakin banyak perempuan seperti Farzana yang melanggar larangan tersebut di tempat kerja dan di tempat lain. Namun, beberapa perempuan mengatakan bahwa memberontak dan menolak aturan itu dapat merugikan karier mereka.
Kepatuhan berhijab bantu karier perempuan?
Mematuhi aturan jilbab berarti bahwa seorang perempuan dapat menghindari denda atau penangkapan. Selain itu, mengenakannya juga membawa manfaat lain bagi karier si perempuan tadi.
"Jika Anda berjilbab dengan benar, Anda dapat bekerja di industri ini dan mendapatkan uang karena pemerintah menghargai hal ini dan mengalokasikan anggaran," Anna Amir, pembuat film dokumenter asal Iran, mengatakan kepada DW.
Perempuan Iran lainnya, berusia 26 tahun, yang meminta namanya dirahasiakan, menjelaskan bahwa jilbab yang benar adalah prioritas utama.
Gandrung Kejelitaan Dalam Lilitan Norma
Perempuan-perempuan muda Iran yang terperangkap dalam tradisi, norma dan modernitas, tergambar dalam karya pop-art seniman Teheran, Homa Arkani.
Foto: Homa Arkani
Kecanduan operasi plastik
Terlepas dari aturan moral yang ketat, Iran memperbolehkan operasi plastik. Lebih dari 60.000 perempuan Iran per tahun menjalani operasi hidung. Seniman Teheran Homa Arkani mengabadikan fenomena perempuan Iran sejak tahun 1983.
Foto: Homa Arkani
Terjebak antara tradisi dan modernitas
Topeng setengah badut ini mencerminkan fragmentasi perempuan Iran yang berada di tengah-tengah antara tekanan adat istiadat dan keinginan untuk selalu mengaktualisasi diri dengan modernitas Barat.
Foto: Homa Arkani
Menghilang tak berbekas
Harapan dan ketakutan perempuan muda Iran ‘menghilang tak berbekas‘. Arkani menyajikan gambaran keadaan wajah generasi muda dalam bentuk surealis.
Foto: Homa Arkani
Antara aturan dan hasrat
Banyak gadis di perkotaan Iran amat tertarik dengan fesyen. Tetapi di bawah tekanan hukum moral yang diterapkann oleh para pemimpin agama di negara itu, perempuan harus berbusana tertutup di depan publik.
Foto: Homa Arkani
Mengidolakan artis barat
Artis-artis Amerika Serikat mereka simak dari televisi satelit. Para artis barat menjadi idola. Bagi banyak perempuan Iran, mengidealkan figur kecantikan dengan gambaran bahwa perempuan cantik itu yang berambut pirang, bertubuh ramping, dan memakai rias wajah. Sampai saat ini, banyak ynag menginginkan bisa berkulit terang.
Foto: Homa Arkani
Bergaya bagai model
Sejumlah perempuan membuat tatto alis, berusaha membuat bibir mereka lebih merekah, menonjolkan tulang pipi dan bergaya bak model atau artis. Ponsel dan internet menjamin mereka selalu terhubung ke dunia luar.
Foto: Homa Arkani
Ceria tapi sedih
Homa Arkani juga berprofesi sebagai fotografer. Dia memotret perempuan-perempuan muda Iran dari lingkaran temannya sebagai model. "Mereka tersenyum dan berusaha memberikan citra bahwa hidup itu mudah dan ceria," demikian dikisahkan Arkani. "Tapi saya justru melihat kesedihan di mata mereka."
Foto: Homa Arkani
Pameran terpaksa dihentikan
Arkani sudah berpameran di berbagai galeri, termasuk di Iran. Tapi karena takut represi terhadap pemilik ruang pamer, beberapa pamerannya di galeri Iran terpaksa dihentikan. di Iran, kini Arkani lebih banyak melakukan pameran pribadi.
Foto: Homa Arkani
Krisis identitas
Dalam lukisan-lukisannya, Homa Arkani juga menunjukkan wajah generasi baru yang mengalami krisis. Di satu sisi mereka menolak nilai-nilai tradisional Iran dan di sisi lain belum terbiasa dengan gagasan kelas menengah yang berpikiran intelektual.
Foto: Homa Arkani
Konflik batin
Homa Arkani menggambarkan kontradiksi dan kompulsi sosial-budaya dalam kehidupan rakyat di Republik Islam itu, dengan terutama mengangkat isu konflik batin generasi muda Iran.
Foto: Homa Arkani
10 foto1 | 10
"Di Iran, yang mereka pedulikan hanyalah jilbab Anda ... Anda bisa menjadi mahasiswa top di universitas, tetapi Anda bisa dilarang karena (tidak mengenakan) jilbab," ujar perempuan itu. Dia menambahkan bahwa bekerja dengan kondisi ini, baginya, mengubah tempat kerja ibarat "penjara".
Claudia Yaghoobi, Associate Professor dan Direktur Studi Persia di University of North Carolina-Chapel Hill, membenarkan cerita para perempuan ini. Mereka yang berjilbab "dengan benar" dapat memiliki peluang kerja dengan manfaat besar, ujar Yaghoobi kepada DW.
Iklan
Penegakannya tergantung waktu
Waktu bisa berperan dalam pentingnya berjilbab atau tidak, termasuk di tempat kerja. Selalu ada fluktuasi yang bermotif politik dalam tingkat kerasnya penindakan. Dalam beberapa tahun terakhir, ada fokus baru terkait perdebatan tentang wajib hijab.
Saat pemerintah berfokus pada kebijakan lain, penjaga moralitas menjadi lemah dan karena itu mengabaikan jilbab yang "tidak pantas", ungkap Yaghoobi. "Di lain waktu, jenis penindakan bisa menyerupai tindakan kemiliteran yang lebih ketat."
Namun, jenis tempat kerja juga menjadi faktor karena kepatuhan terhadap aturan wajib hijab yang lebih ketat ada di sektor publik.
Menurut Kourosh Ziabari, koresponden Iran untuk Asia Times, ada mandat pemakaian cadar yang "lebih ketat di departemen pemerintah."
Mandat pemakaian cadar
Sementara jilbab dapat membantu kelancaran karier, pembuat film Anna Amir mengatakan dia menolak manuver untuk "melisensikan" tubuh perempuan. Ia pun terus bekerja tanpa dukungan pemerintah.
Kerugian lain dari mandat cadar mungkin kurang langsung. Yaghoobi memandang pengucilan perempuan sekuler dari tempat kerja memiliki dampak negatif karena mengurangi keragaman suara perempuan.
Inilah Negara yang Melarang Burka, Cadar dan Niqab
Belanda menjadi negara terakhir yang melarang penutup wajah seperti burka atau niqab. Sejumlah negara lain sudah lebih dulu menerbitkan larangan serupa, antara lain juga negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.
Foto: Getty Images/AFP/J. Lampen
Tunisia
Tunisia menyusul Maroko menjadi negara berpenduduk mayoritas muslim yang melarang penggunaan Burka. Langkah ini diambil setelah dilancarkannya dua serangan teror maut di ibukota Tunis akhir Juni silam. Pelakunya memakai burka. Melalui aturan itu, setiap perempuan bercadar akan dilarang memasuki kantor pemerintahan dan institusi publik.
Foto: Getty Images/J.Saget
Belanda
Belanda perlu waktu 14 tahun untuk memutuskan penerapan larangan bercadar di gedung dan transportasi publik. Aturan yang mulai berlaku 1 Agustus 2019 ini dibarengi ancaman denda sebesar 150€ atau sekitar Rp. 2,3 juta. Pemerintah berdalih, larangan diperlukan berdasarkan alasan keamanan.
Foto: Getty Images/AFP/J. Lampen
Chad
Chad adalah negeri muslim yang melarang burka dengan alasan keamanan. Aturan berlaku sejak 2015 menyusul dua serangan bom bunuh diri yang diklaim oleh Boko Haram. Disebutkan pelaku menyamarkan diri dengan mengenakan burka saat melakukan serangan teror. Larangan burka di Chad tidak hanya berlaku untuk kantor pemerintah, tetapi di seluruh ruang publik.
Foto: picture-alliance/Anadolu Agency/O. Cicek
Perancis
Perancis termasuk negara pertama yang melarang burka, tepatnya pada 2010 lalu. Aturan berlaku di semua ruang publik, kecuali di dalam mobil atau rumah ibadah. Pada 2014 sejumlah kelompok hak asasi menggugat larangan tersebut ke Mahkamah HAM Eropa. Namun gugatan ditolak, dengan argumen: larangan dinilai mengedepankan asas "kehidupan bersama," ketimbang pembatasan hak individu.
Foto: AP
Maroko
Pemerintah di Rabat melarang pembuatan dan penjualan burka sejak 2017 silam. Kementerian Dalam Negeri berdalih kebijakan tersebut diambil demi urusan keamanan. Namun sejumlah pakar meyakini, larangan burka diniatkan buat membatasi penyebaran ideologi radikal. Sejauh ini tidak ada legislasi resmi terkait larangan ini atau aturan mengenai penggunaan burka oleh kaum perempuan.
Foto: picture alliance/blickwinkel/W. G. Allgoewer
Tajikistan
Tajikistan yang berpenduduk mayoritas muslim, juga melarang penggunaan Burka. Namun berbeda dengan Maroko atau Tunisia, larangan bercadar di negeri di Asia Tengah ini tidak berkaitan dengan keamanan melainkan lebih diniatkan untuk merawat tradisi dan budaya lokal.
Foto: DW / G.Fashutdinow
Sri Lanka
Larangan bercadar di Sri Lanka diberlakukan lewat UU Darurat Sipil pasca serangan teror mematikan pada hari raya Paskah 2019 yang menewaskan 250 orang. Uniknya larangan tersebut dikritik kelompok muslim karena dinilai tidak diperlukan. Pasalnya hampir semua ulama muslim di Sri Lanka sudah terlebih dulu melarang pengggunaan burka untuk alasan keamanan.
Foto: Reuters/D. Liyanawatte
Denmark
Ketika larangan burka di Denmark resmi diberlakukan Agustus 2018 silam, ratusan orang berdemonstrasi di Kopenhagen. Denmark menetapkan denda hingga 1.340 Euro atau setara dengan Rp. 20 juta bagi yang melanggar. Menurut statistik kriminal teranyar, hingga kini sebanyak 39 kasus pelanggaran burka telah digulirkan terhadap 22 perempuan.
Belgia mengamati proses pembahasan legislasi larangan bercadar di Perancis sebelum menerbitkan aturan serupa pada 2011. Aturan tersebut melarang semua jenis pakaian yang menutupi wajah di ruang-ruang publik. Perempuan yang ketahuan melanggar terancam penjara selama tujuh hari atau membayar denda sebesar 1.378 Euro atau sekitar Rp. 21,5 juta. (rzn/as: dari berbagai sumber)
Foto: picture-alliance/dpa/J.Warnand
9 foto1 | 9
"Suara-suara perempuan tidak didengar," katanya. "Dari satu atau dua tahun lalu, buku anak-anak sekolah dasar hanya memuat gambar perempuan yang bercadar atau (fotonya) telah dihilangkan," katanya kepada DW.
Laporan Kesenjangan Gender Global 2021, yang diproduksi oleh Forum Ekonomi Dunia, menempatkan Iran di peringkat 150 dari 156 untuk kesetaraan gender, termasuk kesetaraan dalam partisipasi ekonomi.
Apakah perempuan Iran dukung wajib hijab?
Sebuah laporan tahun 2021 yang diterbitkan oleh pemerintah Iran menunjukkan perpecahan, hampir 50:50 di antara mereka yang mendukung dan menentang wajib hijab ini. Perempuan dari kalangan yang lebih tua diyakini lebih mendukung amanat hijab dibandingkan generasi muda.
"Mereka berpakaian konservatif dan menganggap itu sebagai prinsip Islam mereka ... Mereka mendukung prinsip-prinsip ini di tempat kerja dan menuntut pemerintah untuk memperkuat aturan jilbab karena penyelewengan terhadapnya dapat mempromosikan tindakan amoralitas di masyarakat," kata Kourosh Ziabari.
DW menghubungi faksi pendukung wajib hijab di Iran, juga ke lembaga penyiar yang dikelola negara, untuk meminta komentar mereka, tetapi tidak ada tanggapan hingga laporan ini diturunkan.