Bencana Iklim Gandakan Potensi Perdagangan Manusia
27 Mei 2022
Kemarau ekstrem atau bencana cuaca buruk sering kali memaksa penduduk bermigrasi untuk bisa bertahan hidup. Sebuah studi mewanti-wanti betapa pengungsi iklim sini sangat rentan menjadi korban perdagangan manusia.
Iklan
Migrasi adalah strategi bertahan hidup bagi banyak komunitas di India, terutama ketika menghadapi bencana alam, krisis ekonomi, atau cuaca ekstrem. Mereka berpotensi terjebak dalam perdagangan manusia atau dieksploitasi, menurut studi oleh International Institute for Environment and Development (IIED).
"Bencana lamban seperti kekeringan terutama banyak memakan korban,” kata Ritu Bharadwaj, peneliti senor IIED. "Seperti racun tak berbau atau berasa yang menyebar di penjuru desa, fenomena ini akan dibiarkan dan diabaikan, yang memudahkan pelaku perdagangan manusia,” imbuhnya.
Laporan IIED menyimpulkan tahun 2020 sebagai tahun paling ekstrem, ketika ragam bencana iklim menimpa hampir 20 juta penduduk. Saat itu, India dilanda hama belalang terparah sejak beberapa dekade, tiga bencana siklon, gelombang panas, dan banjir yang membunuh ratusan penduduk.
Menggunakan data dari Pusat Pemantauan Pengungsi Internal, studi IIED mencatat sebanyak 3,9 juta penduduk mengungsi akibat bencana iklim sepanjang 2020. Sekitar 2,3 juta orang diperkirakan bakal terusir setiap tahun akibat ‘bencana dadakan', tulis para saintis.
Tahun ini, India sudah diterpa gelombang panas mematikan, di mana suhu udara mencapai 50 derajat Celsius di sejumlah tempat. Ilmuwan meyakini fenomena cuaca ekstrem semacam itu akan berlipat ganda di masa depan akibat perubahan iklim.
Iklan
Utang dan kekeringan
Studi IIED antara lain mewawancarai 420 rumah tangga di 14 desa di kawasan yang rentan dilanda badai. Secara umum, 76 persen responden sudah pernah mengungsi dan lebih dari separuh mengaku hilangnya mata pencaharian akibat kekeringan sebagai alasan.
Menurut hasil riset, 42 persen responden yang mengungsi dari desa-desa di Palamu pernah menjadi korban kerja paksa, jerat utang, atau bekerja tanpa upah. Adapun di tempat lain jumlahnya dilaporkan sebesar 16 persen.
Cuaca Ekstrem Mematikan Kejutkan Dunia
Dari Jerman, Kanada hingga Cina, gambar-gambar dramatis dari dampak buruk cuaca ekstrem telah mendominasi kepala berita baru-baru ini. Apakah krisis iklim yang menjadi penyebabnya?
Foto: AFP/Getty Images
Banjir bandang dahsyat di Eropa
Banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya ini disebabkan oleh hujan lebat selama dua hari berturut-turut. Aliran air yang sempit meluap menjadi amukan banjir hanya dalam hitungan jam dan menghantam perumahan warga. Sedikitnya 209 orang tewas di Jerman dan Belgia. Upaya pemulihan rumah, bisnis, dan infrastruktur yang rusak diperkirakan menelan biaya miliaran euro.
Foto: Thomas Lohnes/Getty Images
Musim hujan ekstrem
Banjir juga melanda sebagian wilayah di India dan Cina bagian tengah. Hujan turun sangat lebat, bahkan lebih deras dari yang biasanya turun di musim hujan. Para ilmuwan memperkirakan bahwa perubahan iklim akan menyebabkan curah hujan yang lebih sering dan intens, karena udara yang lebih hangat menahan lebih banyak air, sehingga menciptakan lebih banyak hujan.
Foto: AFP/Getty Images
Banjir menggenangi Cina bagian tengah
Curah hujan yang memecahkan rekor selama berhari-hari menyebabkan banjir dahsyat di seluruh provinsi Henan, Cina, pada akhir Juli. Puluhan orang tewas, ratusan ribu lainnya mengungsi, dan banyak warga masih dilaporkan hilang. Di Zhengzhou, ibu kota provinsi Henan, warga terjebak di rel kereta bawah tanah ketika banjir datang. Daerah pedesaan dilaporkan terkena dampak lebih parah.
Foto: Courtesy of Weibo user merakiZz/AFP
Rekor suhu panas di AS dan Kanada
Suhu yang semakin panas juga menjadi lebih umum terjadi. Seperti di negara bagian Washington dan Oregon di AS dan provinsi British Columbia di Kanada pada akhir Juni lalu. Ratusan kematian terkait suhu panas dilaporkan terjadi di sana. Desa Lytton di Kanada bahkan mencatat suhu tertinggi hingga 49,6 Celcius.
Foto: Ted S. Warren/AP/picture alliance
Kebakaran hutan memicu badai petir
Gelombang panas mungkin sudah berakhir tetapi kondisi kering telah memicu salah satu musim kebakaran hutan paling intens di Oregon, AS. Kebakaran yang dijuluki Oregon’s Bootleg Fire itu menghanguskan area seluas Los Angeles hanya dalam waktu dua minggu. Saking besarnya, asap dari kebakaran dilaporkan sampai ke New York.
Foto: National Wildfire Coordinating Group/Inciweb/ZUMA Wire/picture alliance
Amazon mendekati ‘titik kritis’?
Brasil bagian tengah dilaporkan mengalami kekeringan terburuk dalam 100 tahun, sehingga meningkatkan risiko kebakaran dan deforestasi lebih lanjut di hutan hujan Amazon. Menurut para ilmuwan, sebagian besar wilayah tenggara Amazon telah berubah fungsi dari yang awalnya menyerap emisi, kini berubah menjadi memancarkan emisi CO2, menempatkan Amazon lebih dekat ke ‘titik kritis’.
Foto: Andre Penner/AP Photo/picture alliance
‘Di ambang bencana kelaparan’
Setelah bertahun-tahun alami kekeringan, lebih dari 1,14 juta orang di Madagaskar mengalami kerawanan pangan. Beberapa dari mereka terpaksa memakan kaktus mentah, daun liar, dan belalang, dalam kondisi yang mirip seperti ‘wabah kelaparan’. Nihilnya bencana atau konflik membuat situasi di sana disebut sebagai kelaparan pertama dalam sejarah modern yang semata-mata disebabkan oleh perubahan iklim.
Foto: Laetitia Bezain/AP photo/picture alliance
Melarikan diri dari bencana
Tahun 2020, jumlah orang yang melarikan diri dari konflik dan bencana alam mencapai level tertinggi dalam 10 tahun. Jumlah orang yang berpindah di dalam negera mereka sendiri mencapai rekor 55 juta, sementara 26 juta lainnya melarikan diri hingga melintasi perbatasan. Sebuah laporan dari pemantau pengungsi pada bulan Mei menemukan tiga perempat dari pengungsi internal adalah korban cuaca ekstrem.
Foto: Fabeha Monir/DW
London terendam banjir
Tidak hanya negara-negara di Eropa utara, Inggris juga dilanda banjir bandang. Beberapa bagian London dibanjiri oleh air yang naik dengan cepat karena hujan lebat dalam satu hari. Stasiun kereta bawah tanah dan jalan-jalan juga terendam banjir. Menurut Wali Kota London Sadiq Khan, banjir bandang menunjukkan bahwa “bahaya perubahan iklim kini bergerak lebih dekat ke rumah.”
Foto: Justin Tallis/AFP/Getty Images
Yunani ‘meleleh’ akibat gelombang panas
Sementara negara-negara di Eropa utara mengalami banjir, negara di bagian selatan seperti Yunani justru dicengkeram oleh gelombang panas di awal musim panas. Di minggu pertama bulan Juli, suhu melonjak hingga 43 derajat Celcius. Tempat-tempat wisata seperti Acropolis terpaksa ditutup pada siang hari, sementara panas ekstrem memicu kebakaran hutan di luar kota Thessaloniki.
Foto: Sakis Mitrolidis/AFP/Getty Images
Sardinia dilanda kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya
“Ini adalah kenyataan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Sardinia,” kata Gubernur Sardinia Christian Salinas tentang kebakaran hutan di sana. “Sejauh ini, 20.000 hektar hutan yang mewakili sejarah lingkungan selama berabad-abad di pulau kami telah hangus menjadi abu," tambahnya. Sedikitnya 1.200 orang dievakuasi akibat kebakaran tersebut. (gtp/hp)
Foto: Vigili del Fuoco/REUTERS
11 foto1 | 11
Kebanyakan pengungsi bekerja sebagai petani sebelum menjadi korban bencana cuaca ekstrem. "Di daerah pesisir Odisha, warga kesulitan membangun kembali rumahnya setelah dirusak badai bertubi-tubi,” kata Umi Daniel, direktur sebuah lembaga bantuan lokal.
Wilayah-wilayah pesisir timur India sejak lama mencatatkan angka perdagangan manusia yang tinggi. Makelar buruh dikabarkan rajin berkeliaran dan berusaha menjebak warga dalam jerat utang yang berujung kerja paksa.
Ketika buruh pria kebanyakan mendarat di sektor konstruksi, perempuan muda dijual sebagai pembantu rumah tangga di kota-kota besar, kata pegiat HAM India, Johnson Topno. Menurutnya, perempuan justru lebih rentan menjadi korban perdagangan manusia.
"Keselamatan mereka menjadi kekhawatiran besar dan seringkali gaji mereka juga tidak dibayar,” ujarnya seperti dilansir Thomson Reuters.
Repotnya, meski krisis iklim terbukti menambah angka kemiskinan dan ketimpangan di India, pemerintah sejauh ini belum menganggapnya sebagai motor utama fenomena pengungsian atau perdagangan manusia, menurut kesimpulan studi.