1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikPalestina

Bentrokan Terjadi di Masjid Al-Aqsa Yerusalem

8 Mei 2021

Pada hari Jumat terakhir bulan suci Ramadan, warga Palestina bentrok dengan polisi Israel di kawasan Masjid Al-Aqsa. Ekskalasi yang meningkat akibat penggusuran di Yerusalem menurut PBB dapat dianggap "kejahatan perang".

Warga Palestina yang berada di Masjid Al-Aqsa melempari polisi dengan batu
Suasana di Masjid Al-Aqsa saat bentrokan terjadiFoto: AHMAD GHARABLI/AFP/Getty Images

Lebih dari 200 orang terluka akibat bentrokan yang terjadi antara warga Palestina dengan polisi Israel di kompleks masjid Al-Aqsa Yerusalem, ungkap layanan darurat Palestina, Sabtu pagi (08/05).

Petugas medis Palestina dan kepolisian Israel mengonfirmasi bahwa setidaknya 88 orang dirawat di rumah sakit. Sebagian besar korban dilaporkan terluka akibat terkena peluru karet dan pecahan granat kejut.  Menurut polisi Israel, 17 aparat mereka termasuk di antara yang terluka. 

Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga bagi umat Islam, dan juga merupakan situs suci utama bagi umat Yahudi yang menamainya sebagai Temple Mount.

Bagaimana bentrokan bisa terjadi di Al-Aqsa?

Ketegangan merebak ketika polisi Israel mengerahkan pasukannya di kompleks Al-aqsa ketika umat muslim Palestina sedang melakukan salat Isya di masjid tersebut. Rekaman video memperlihatkan jemaah melempar kursi, sepatu dan batu ke arah polisi, yang kemudian menanggapinya dengan melepaskan tembakan, demikian laporan Associated Press.

Polisi Israel kemudian memblokir gerbang yang mengarah ke Temple Mount dan Gerbang Damaskus yang terletak di dalam Kota Tua Yerusalem.

Jemaah melakukan salat Jumat terakhir di bulan Ramadan di Masjid Al-Aqsa (07/05)Foto: AMMAR AWAD/REUTERS

Pada saat yang sama, warga Palestina dan aktivis kembali turun ke jalan di distrik Sheikh Jarrah. Mereka kembali memprotes rencana penggusuran paksa rumah keluarga Palestina di bagian timur Yerusalem, yang telah diduduki Israel dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan dianeksasi pada tahun 1980. Aneksasi tersebut tidak diakui secara internasional.

Ketegangan di Syekh Jarrah dalam beberapa pekan terakhir telah memicu terjadinya konfrontasi di tempat lain. Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyalahkan Israel atas eskalasi tersebut dan menyebutkan bahwa kelanjutan pendudukan Israel hanya akan mengakibatkan peningkatan ketegangan yang berbahaya.

Amerika Serikat kecam penggusuran

Washington mengungkapkan "keprihatinan yang mendalam" tentang  kisruh yang terjadi di Yerusalem. Kementerian Luar Negeri menyerukan "de-eskalasi" di Yerusalem dan memperingatkan agar tidak melakukan ancaman penggusuran. "Kami sangat prihatin dengan ketegangan yang meningkat di Yerusalem," kata wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Jalina Porter.

"Sangat penting untuk menghindari langkah-langkah yang memperburuk ketegangan atau membawa kita semakin jauh dari perdamaian," kata Porter dalam sebuah pernyataan. "Ini termasuk penggusuran di Yerusalem Timur, aktivitas pemukiman, pembongkaran rumah, dan aksi terorisme."

PBB memperingatkan kemungkinan 'kejahatan perang'

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Israel pada hari Jumat (07/05) untuk membatalkan penggusuran paksa di Yerusalem Timur. PBB memperingatkan bahwa tindakan Israel tersebut dapat dianggap sebagai "kejahatan perang," demikian pernyataan seorang juru bicara seperti dikutip dari kantor berita AFP.

"Kami ingin menekankan bahwa Yerusalem Timur tetap menjadi bagian dari wilayah Palestina yang diduduki, di mana hukum humaniter internasional berlaku," kata juru bicara kantor hak asasi PBB Rupert Colville di Jenewa.

Jerman, Inggris, Prancis, Spanyol, dan Italia turut mengecam rencana Israel dan mendesak dihentikannya pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki.

Status Yerusalem adalah salah satu isu sentral dalam konflik Timur Tengah. Israel mengklaim Yerusalem sebagai "ibu kota abadi dan tak terpisahkan", sementara Palestina bertahan atas klaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota mereka.

ts/yp (AFP, AP, dpa, Reuters)