1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Benzina, Pesepak Bola Berhijab Pertama di Piala Dunia

27 Juli 2023

Nouhaila Benzina dari Maroko jadi pemain sepak bola perempuan pertama yang mengenakan jilbab di pertandingan Piala Dunia. Ia harus berterima kasih pada perempuan Kanada yang menjadi berita 16 tahun silam. Mengapa?

jerman lawan Marokko 24 Juli 2023
Nouhaila Benzina (kiri) dengan hijabnya.Foto: Jones/BEAUTIFUL SPORTS/picture alliance

Sekian lamanya pesepak bola hijaber menanti, untuk bisa berlaga dengan jilbabnya di Piala Dunia. Namun tahun ini Nouhaila Benzina jadi hijaber pertama yang merumput di ajang olah raga internasional itu. Ia masuk dalam skuat Maroko untuk pertandingan pembuka negara di Afrika Utara itu ketika melawan Jerman​​​​​​​ dan melakukan pemanasan sebelum kick-off, meskipun hanya duduk di bangku cadangan, ketika timnya yang dijuluki Lionenes of Atlas dicukur Jerman 6-0.

Pemain sepak bola berusia 25 tahun ini kini berterima kasih kepada pemain Kanada, Asmahan Mansour, atas kesempatan untuk  bermain di Piala Dunia mendatang. Mengapa demikian? 

Protes seorang anak berusia sebelas tahun

Pada tahun 2007, seorang bocah berusia sebelas tahun menjadi berita utama di seluruh dunia. Asmahan Mansour ingin ikut serta dalam turnamen sepak bola lokal di Kota Laval bersama timnya dari Ottawa.

Ketika gadis itu tampil dengan mengenakan jilbab, wasit tak mengizinkan. Wasit memperbolehkan ia main, jika tanpa mengenakan hiljab. Demikian aturan asosiasi sepak bola FIFA saat itu. Mansour menolak, dan timnya meninggalkan turnamen sebagai bentuk protes atas dikeluarkannya sang pemain.

Mansour dan Asosiasi Sepak Bola Kanada kemudian mengajukan protes banding ke FIFA. Badan sepak bola dunia itu kemudian mengonfirmasi larangannya terhadap hijab, dengan mengutip dua argumen. Di satu sisi, jilbab dapat menyebabkan cedera dan membahayakan saat bermain bola, demikian menurut FIFA. Kedua, pemakaian jilbab melanggar aturan bahwa peralatan dan pakaian harus tetap bebas dari "opini politik atau agama apa pun".

Topi sebagai pengganti kerudung

Para pengkritik berargumen bahwa tidak ada bukti adanya risiko cedera jika mengenakan hijab dan menuding FIFA menerapkan standar ganda dalam hal agama.

Mereka berargumen, FIFA tidak menentang gerakan religius yang dilakukan oleh para pemain, seperti misalnya ketika pemain membuat tanda salib sebelum dimulainya pertandingan, sebelum tendangan penalti atau ketika merayakan gol. Namun di lain pihak, FIFA tetap bersikukuh dengan aturannya.

Sebelum Olimpiade Remaja 2010 di Singapura, FIFA melarang tim junior putri Iran bermain di turnamen tersebut karena para pemainnya ingin mengenakan hijab. Akhirnya mereka diizinkan untuk bermain - dengan mengenakan topi, bukan jilbab.

Pada tahun 2011, FIFA kembali melarang tim nasional sepak bola perempuan Iran untuk mengenakan jilbab pada kualifikasi Olimpiade di Yordania.

Penampilan perdana hijab di Piala Dunia U-17 di Yordania

Namun, pada saat itu, sudah ada tanda-tanda perubahan arah. Pangeran Yordania, Ali bin al-Hussein, yang ditunjuk sebagai Wakil Presiden FIFA pada awal tahun 2011 untuk mewakili Asia, bertanggung jawab atas perubahan ini. Bersamanya, para pendukung hijab mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan para pengambil keputusan di FIFA.

Pada tahun 2012, Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB) - badan internasional yang memutuskan peraturan sepak bola – yang memutuskan masa uji coba selama dua tahun untuk pertandingan dengan "hijab atletik". Para desainer dari industri perlengkapan olahraga telah mengembangkan jilbab dengan ukuran pas di tubuh, yang akhirnya dapat meredakan kekhawatiran FIFA tentang keamanan dalam berolah raga. "Tidak ada literatur medis tentang cedera yang diakibatkan oleh jilbab," demikian keputusan IFAB. Oleh karena itu, jilbab tidak dapat diklasifikasikan sebagai "berbahaya" untuk berolahraga- seperti yang dicemaskan FIFA sampai saat itu.

Setelah masa uji coba, IFAB mengizinkan jilbab untuk dikenakan dalam pertandingan internasional pada tahun 2014. Pada Piala Dunia U17 di Yordania pada Oktober 2016, Tasneem Abu-Rob dan Rand Albustanji dari tim tuan rumah menjadi pemain sepak bola perempuan pertama yang mengenakan jilbab di turnamen FIFA.

Larangan hijab masih berlanjut di Prancis

Hijab masih dilarang di sepak bola Prancis. Pada akhir Juni, Dewan Negara (Conseil d'État) menyatakan bahwa larangan jilbab di pertandingan sepak bola adalah legal. Pengadilan Administratif Tertinggi Prancis memutuskan bahwa persyaratan Fédération Française de Football(FFF) untuk menanggalkan jilbab adalah hal yang "tepat dan proporsional".

Federasi olahraga Prancis dapat mewajibkan atlet mereka "untuk mengenakan pakaian bersifat netral di kompetisi dan acara olahraga untuk memastikan kelancaran Olimpiade dan untuk menghindari bentrokan atau konfrontasi," demikian menurut Dewan Negara. "Les Hijabeuses", sebuah kelompok yang didirikan pada 2020 yang mengkampanyekan agar pesepakbola perempuan di Prancis diizinkan mengenakan jilbab, mengelukan ketetapan tersebut. Keluhan mereka didukung oleh mantan bintang sepak bola Prancis seperti Eric Cantona dan Lilian Thuram. (ap/hp) 

 

*Artikel ini diadaptasi dari versi aslinya yang berbahasa Jerman.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait