1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanJerman

Layar Pencuri Waktu: Berapa Lama Anak Boleh Main Ponsel?

25 Agustus 2025

Anak-anak tumbuh di dunia yang dipenuhi ponsel pintar, tablet, dan komputer. Seperti apa batas waktu penggunaan gadget atau gawai terbaik pada tiap tahap masa pertumbuhan anak?

Gambart ilustrasi
Sementara anak-anak hanya melihat ponsel mereka, mereka tidak bermain satu sama lain.Foto: Max Slovencik/APA/picturedesk/picture alliance

Sungguh mengejutkan: Banyak studi atau penelitian, dan rekomendasi soal penggunaan ponsel bagi anak-anak. Namun hingga saat ini belum ada aturan internasional yang seragam mengenai berapa lama waktu layar (screen time) untuk seorang anak kecil. Tentunya, setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. 

Namun, ada beberapa prinsip dasar yang bisa disepakati oleh dokter, psikolog, peneliti kecanduan, dan pendidik media. Prinsip-prinsip ini berkaitan erat dengan apa yang dibutuhkan anak-anak dalam fase perkembangan masing-masing, dan prinsip-prinsip ini mengikuti prinsip pencegahan: Lebih baik mempercayai dugaan ilmiah bahwa telepon genggam (ponsel) dan perangkat sejenis bisa membahayakan, daripada menyesal di kemudian hari.

Setiap menit yang dihabiskan di depan layar, seorang anak akan mendengar enam kata lebih sedikit dari orang tuanya.Foto: Charles Gullung/Image Source/IMAGO

Dalam tahun-tahun awal kehidupan, dunia harus dieksplorasi

"Bebas layar hingga usia tiga tahun", itulah rumusan singkat untuk tahun-tahun awal kehidupan anak di Jerman. "Pada fase kehidupan ini, anak-anak belum membutuhkan dan belum mampu memahami konten dari layar,” papar dokter anak Ulrike Gaiser, yang turut menyusun pedoman media anak di Jerman.

Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) tidak seketat itu dan merekomendasikan bahwa anak-anak mulai usia dua tahun tidak boleh lebih dari satu jam screen time per hari. Tapi mereka juga menyatakan: Semakin sedikit menggunakan gadget atau gawai,semakin baik.

Dalam satu hingga dua tahun pertama kehidupan, yang penting adalah anak menjalin kontak dengan lingkungannya. Dalam fase ini, fokus anak mulai meluas, kata Ulrike Gaiser. Dari hanya mengenali ibu, hingga ke orang lain, ke ruang sekitarnya – ia tiba-tiba menyadari ada mainan di sisi lain ruangan dan mulai merangkak ke sana.

Untuk itu, penting bagi anak untuk belajar mengatur perhatiannya sendiri – dan bukan ditempatkan di depan sesuatu yang justru bikin perhatiannya terusik.

Anak-anak juga harus belajar sejak dini bahwa kadang perlu waktu sebelum kebutuhan mereka terpenuhi. Bahwa antara tangisan dan datangnya makanan dari orang tua, ada waktu yang harus dilalui. Bahwa dunia tidak bisa diubah atau dihilangkan hanya dengan usap jari atau menekan tombol. Menunggu dan menerima keadaan – itulah dasar kehidupan, ungkap Ulrike Gaiser.

Baikkah Larangan Ponsel bagi Anak-Anak?

03:36

This browser does not support the video element.

Layar adalah pencuri waktu

"Anak-anak memandang dunia dengan cara yang berbeda dari orang dewasa,” tandas psikolog anak Julia Asbrand dari Universitas Jena. Hal ini juga berlaku untuk konten film atau media sosial. "Bagi anak-anak yang sangat kecil, apa pun yang mereka lihat bisa dianggap nyata,” jelas Asbrand.

Tentu saja ini bisa menakutkan! Sebagai orang tua, sebaiknya berhenti sejenak dan bertanya: "Apa yang barusan kamu lihat?” Dan: "Kamu ada pertanyaan tentang hal itu?”

Yang paling mengganggu para ahli: Waktu layar menggantikan waktu di dunia nyata. Waktu di mana anak-anak bisa mengembangkan kemampuan motorik. Waktu untuk berinteraksi dengan orang lain dan membangun pengalaman sosial.

Penelitian terbaru menunjukkan: setiap menit di depan layar, anak mendengar enam kata lebih sedikit dari orang tuanya. Jika dijumlahkan hingga masa kelulusan sekolah, bisa terkumpul satu "kamus kecil".

Semakin lama anak duduk sendirian di depan layar, semakin buruk kemampuan bahasanya di masa depan. Sebaliknya, mengurangi waktu layar meningkatkan kemampuan seperti motorik halus, perhatian, dan perilaku sosial.

Efek Positif Larangan Smartphone di Sekolah Belanda

03:28

This browser does not support the video element.

Di Taman Kanak-Kanak (TK), yang penting adalah interaksi dan imajinasi

Sebelum masuk sekolah, yang penting adalah anak-anak menjelajahi dunia, mengalami secara fisik (haptik), mengenal ruang, bermain dengan anak lain – dan itu harus beberapa jam setiap hari, kata Ulrike Gaiser. Dalam bermain, mereka juga belajar bahwa orang lain kadang punya ide berbeda. Bahwa mereka harus bernegosiasi, bertahan, atau mengalah. Bahwa mereka kadang gagal.

Fase ini juga penting untuk mengembangkan imajinasi. Anak-anak harus belajar menjelajah dan menciptakan dunia mereka sendiri. Semakin sedikit kesempatan anak-anak untuk menciptakan gambar dalam pikirannya, semakin sulit bagi mereka untuk menjadi imajinatif. Karena itu, maksimal 30 menit waktu layar cukup untuk fase kehidupan ini.

Beberapa aplikasi memiliki pengaturan yang memungkinkan Anda membatasi penggunaannya.Foto: Elisa Schu/dpa/picture alliance

Penanaman nilai di Sekolah Dasar (TK)

Usia enam hingga sembilan tahun adalah masa di mana anak-anak mulai mengembangkan moralitas, kata Ulrike Gaiser. "Apakah kita ingin menyerahkan itu semua ke internet?” Yang dipertaruhkan adalah kemampuan seperti disiplin, prestasi, pengetahuan – dan apakah saya bisa mengandalkan pengetahuan saya sendiri atau hanya pada apa yang ada di internet. Rekomendasinya di Jerman adalah:aksimal 30 hingga 45 menit waktu layar saat waktu luang. Dan harus dengan pendampingan.

Namun angka-angka ini tidaklah mutlak. Jelas bahwa lebih sedikit waktu layar itu lebih baik. Tapi sekarang, komunikasi dan pergaulan memang terjadi lewat dunia digital, kata Julia Asbrand. "Kita menukar yang satu dengan yang lain.”

Jika anak – terutama di fase kehidupan berikutnya – tidak ada dalam grup WhatsApp kelas, dia akan terisolasi. Dan itu tidak boleh terjadi.

Manfaatkan Media Digital bagi Anak-Anak

04:02

This browser does not support the video element.

Pada remaja, semakin sulit untuk mengawasi konten

Para ahli juga menyadari: adalah ilusi untuk menjauhkan anak dari ponsel.
Pertanyaannya bukan lagi "boleh atau tidak", melainkan seperti apa penggunaan media yang sehat.

Di Jerman, dokter merekomendasikan:

  • Anak usia 9–12 tahun: maksimal 45 hingga 60 menit screen time dalam waktu luang.
  • Usia 12–16 tahun: maksimal 1–2 jam.
  • Usia 16–18 tahun: sekitar 2 jam.

Dalam fase remaja, proses melepaskan diri dari orang tua (individuasi) sedang berlangsung. Maka, penting untuk bertanya dengan rasa ingin tahu dan terbuka, serta meminta anak menunjukkan apa yang mereka tonton, jelas Julia Asbrand.

"Salah satu masalah terbesar adalah ketika anak-anak menyembunyikan apa yang mereka lakukan, lalu mengalami misalnya grooming – di mana orang dewasa yang berniat buruk berusaha membangun kepercayaan untuk menyalahgunakannya. Terkadang anak-anak tidak berani membicarakan hal itu kepada orang tuanya karena mereka tahu: “Saya seharusnya tidak melakukan hal itu.”

Tidak semua hal digital itu buruk

"Kami sendiri tahu bahwa waktu yang kami sarankan hampir mustahil dipatuhi,”  ungkap Ulrike Gaiser. Yang jauh lebih penting dari waktu layar adalah kontennya, misal: Apa sebenarnya yang ditonton anak-anak? Apakah itu permainan edukatif? Video perang di Ukraina? Video kucing?

Atau justru anak yang sedang mengalami gangguan makan terlalu sering menonton influencer fitness?Yang paling penting: Bagaimana perasaan anak tentang hal itu? Dari sudut pandang penelitian kecanduan, yang paling penting adalah bahwa penggunaan media tidak menjadi kebiasaan, kata Julia Asbrand. Selain itu, setiap anak berbeda, setiap media berbeda, setiap konten berbeda.

Tidak ada bukti ilmiah yang pasti untuk semuanya. Menolak media digital sepenuhnya juga tidak realistis. "Ada hal-hal luar biasa di internet!” kata Ulrike Gaiser. Tablet dan sejenisnya bisa menjadi alat bantu yang berguna di sekolah. Untuk belajar bahasa, menemukan kelompok sebaya, dan mengembangkan suara atau jati diri sendiri.

Dalam kehidupan pribadi, media sosial bisa membantu menjaga hubungan, misalnya dengan kakek-nenek atau ayah yang bekerja jauh dari rumah. Mereka juga bisa membantu membangun relasi baru: Salah satu pasien Ulrike Gaiser, misalnya, berkomunikasi dengan peneliti kutub melalui internet.

Apa yang bisa dilakukan orang tua?

Orang tua sebaiknya tidak membiarkan anak sendirian di depan layar selama mungkin. Mereka perlu berbicara tentang penggunaan media dan meminta anak memperlihatkan apa yang sedang mereka tonton.

Hubungan yang baik antara orang tua dan anak, kebebasan, serta kepercayaan sangatlah penting. Begitu juga dengan pengetahuan mengenai potensi bahaya, misalnya seberapa adiktif media digital bisa menjadi.

Orang tua harus waspada jika anak mulai menarik diri, menghindari aktivitas lain, atau tampak sedih dan murung.

Secara teknis, orang tua bisa memanfaatkan fitur jeda pada platform digital dan menerapkan aturan yang jelas – yang juga mereka patuhi sendiri. Contohnya: Pukul delapan malam, semua ponsel dimatikan. Termasuk ponsel orang tua. Nah, bisa tidak kamu disiplin soal itu?

 

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Yuniman Farid

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya