Senator AS Yakin MbS Perintahkan Pembunuhan Kashoggi
5 Desember 2018
Setelah mendengar keterangan Direktur CIA Gina Haspel, para anggota Komisi Luar Negeri di Senat menyatakan yakin, Muhammad bin Salman berada di belakang aksi pembunuhan jurnalis Jamal Kashoggi.
Iklan
Direktur CIA Gina Haspel hari Selasa (4/6) memberi keterangan tentang temuan dinas rahasia mengenai kasus pembunuhan Kashoggi kepada para anggota komisi Hubungan Luar Negeri di Senat AS dalam sebuah pertemuan tertutup.
Pemerintahan Trump tadinya menolak kehadiran Gina Haspel (foto artikel) di Senat. Sebagai gantinya, Trump mengirim Menteri Luar negeri Mike Pompeo dan Menteri Pertahanan James Mattis. Namun para anggota komisi bersikeras menuntut keterangan langsung dari pimpinan CIA.
Setelah mendengar keterangan dari Gina Haspel tentang apa yang diketahui CIA hingga saat ini, termasuk rekaman audio pembunuhan Jamal Kashoggi yang diberikan dinas intelijen Turki, para anggota komisi menyatakan tidak ada keraguan lagi bagi mereka, bahwa Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS) yang memerintahkan pembunuhan itu.
'Nol pertanyaan'
Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri senator Bob Crocker mengatakan kepada wartawan, bagi dia sudah jelas, siapa yang berada di balik pembunuhan di kantor konsulat Arab Saudi di Istanbul itu.
"Saya tidak punya pertanyaan lagi di benak saya, bahwa Putra Mahkota yang memerintahkan pembunuhan itu, dan dia juga mengetahui setiap situasi jalannya peristiwa itu," kata Crooker yang berasal dari Partai Republik, sama seperti Presiden Donald Trump berasal dari Partai Republik.
Senator Bob Menendez dari Partai Demokrat mengatakan: "Saya sekarang jadi lebih yakin lagi dibanding sebelumnya, saya benar-benar yakin." Menendez mendesak agar AS memberi tanggapan tegas atas kasus Kashoggi.
Senator Lindsey Graham, salah seorang pendukung Trump, sekarang berbalik menuding Mohammed bin Salman dan mengatakan, posisi Presiden Trump bisa membahayakan. Dia menyebutkan, hubungan Amerika Serikat dan Arab Saudi memang penting, dan layak dipertahankan, "tapi tidak untuk segala hal".
"Gila" dan "berbahaya"
Lindsay Graham selanjutnya mengatakan, Amerika Serikat akan kehilangan kredibilitas dan merusak keamanan nasionalnya jika gagal "berhadapan dengan MbS". Dia menyebut Putra Mahkota Arab sebegai seorang pemimpin yang "gila" dan "berbahaya".
Dia juga mengatakan pembunuhan Khashoggi berlangsung "brutal" dan "menunjukkan siapa sebenarnya dia (MbS) sebagai pribadi." Dia menegaskan, Putra Mahkota Arab Saudi tidak bisa lagi menjadi "mitra yang bisa dipercaya bagi Amerika Serikat".
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump berulangkali menegaskan pentingnya bisnis senjata dengan Arab Saudi yang melibatkan dana dalam jumlah besar. Itu sebabnya dia menolak mengambil langkah keras yang bisa merusak hubungan AS-Arab Saudi.
Bayang-bayang Gelap Raja Salman
Kunjungan Raja Salman di Indonesia ikut menebar pesona monarki Arab Saudi. Namun kenapa masa lalu penguasa berusia senja itu dikaitkan dengan geliat terorisme di Afghanistan dan Bosnia? Inilah kisahnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Bantuan Sipil Menuai Teror
Sebelum berkuasa, Salman ibn Abd al-Aziz Al Saud, sering dipercaya mengelola dana sumbangan Arab Saudi. Namun berulangkali aliran dana dari Riyadh mendarat di kantung kelompok teror seperti Al-Qaida. Salman mengaku bertindak dengan tulus dan bersikeras "bukan tanggungjawab kerajaaan, jika pihak lain menyalahgunakan dana donasi Arab Saudi buat terorisme."
Foto: Getty Images/AFP/S.Loeb
Menghadang Soviet di Hindukush
Tudingan terhadap Salman pertamakali dilayangkan oleh bekas perwira Dinas Rahasia AS CIA, Bruce Riedel. Dia yang kini juga penasehat pemerintah buat urusan Timur Tengah mengklaim Salman ikut mengumpulkan dana untuk Mujahiddin Afghanistan saat invasi Uni Sovyet di dekade 1980an. Selain itu ia juga menyuplai dana buat mempersenjatai kelompok muslim dalam perang Kosovo.
Foto: picture-alliance/dpa
Duit buat Mujahiddin
Persinggungan Salman dengan terorisme berawal dari perintah Raja Khalid mengumpulkan donasi untuk Mujahidin Afghanistan. Menurut Riedel, sumbangan pribadi dari kerajaan untuk kelompok perlawanan di Afghanistan mencapai 25 juta Dollar AS per bulan. Pengamat Timur Tengah AS, Rachel Bronson, pernah menulis Salman membantu merekrut gerilayawan buat kelompok Abdul Rasul Sayyaf, mentor Osama bin Laden
Foto: picture-alliance/dpa
Simpati buat Bosnia
Tahun 1992 Salman diangkat oleh Raja Fahd untuk mengepalai lembaga bantuan Saudi High Commission for Relief for Bosnia and Herzegovina (SHC). Melalui lembaga tersebut ia mengumpulkan donasi untuk membantu warga muslim Bosnia, hingga ditutup tahun 2011. Pada 2001 SHC telah mengumpulkan dana kemanusiaan senilai 600 juta Dollar AS. Namun sebagian ditengarai disalahgunakan buat persenjataan.
Foto: picture-alliance/dpa/Barukcic
Razia Sarajevo
Pada 2001 NATO mencurigai adanya aliran dana Saudi yang digunakan buat membeli senjata dan merazia kantor cabang SHC di Sarajevo. Di sana mereka menemukan berbagai dokumen teror, termasuk foto sebelum dan sesudah serangan Al-Qaida, instruksi buat memalsukan lencana Kementerian Luar Negeri AS dan peta gedung-gedung pemerintahan di Washington.
Foto: picture alliance/ZB/B. Pedersen
Donasi Kompori Perang
Razia Sarajevo merupakan bukti pertama aktivitas gelap SHC di luar bantuan kemanusiaan. Antara 1992 dan 1995, Uni Eropa melacak jejak donasi dari akun pribadi Salman senilai 120 juta dari SHC ke organisasi bantuan bernama Third World Relief Agency (TWRA). Data CIA menyebut TWRA menghabiskan sebagian besar dana sumbangan untuk mempersenjatai gerilayawan dalam perang di Balkan.
Foto: Sebastian Bolesch
Kesaksian Sang Pembelot
2015 silam, Zacarias Moussaoui, pembelot Al-Qaida memberi kesaksian di PBB yang menyebut SHC dan TWRA merupakan sumber dana terbesar buat Al-Qaida di Bosnia, termasuk untuk membiayai pembentukan sayap militer berkekuatan 107 orang. Menurutnya SHC "membiayai dan menyokong operasi Al-Qaida di Bosnia."
Foto: AP
Hingga ke Somalia
Sebab itu Amerika Serikat memasukkan SHC dalam daftar hitam terorisme. Dinas Rahasia Pertahanan (DIA) juga pernah menuding SHC mengirimkan senjata kepada Mohamed Farrah Aidid, gembong teror Somalia yang dikenal lewat film Black Hawk Down. Padahal saat itu Somalia mengalami embargo senjata PBB sejak Januari 1992.
Foto: John Moore/Getty Images
Bumerang Teror
Aktivitas kemanusiaan Salman yang secara tidak langsung menghidupi Al-Qaida justru menjadi bumerang. Pada 2003 Arab Saudi mengalami gelombang terorisme oleh bekas gerilayawan yang pulang dari medan Jihad. Saat itu Salman mengumumkan di media bahwa para bekas Mujahiddin itu "didukung oleh ekstrimis Zionisme yang bertujuan menghancurkan Islam." (Sumber: Foreign Policy, NYTimes, Guardian, JPost)