Kontroversi tentang Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jendral Budi Waseso, yang dikenal dengan julukan Buwas, berlanjut. Kini beredar petisi yang menuntut Presiden Jokowi agar segera mencopot dan mengganti Kebareskrim.
Iklan
Kritik terhadap Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) Komisaris Jendral Budi Waseso makin gencar. Sejumlah aktivis kini menuntut agar Budi Waseso yang sering dijuluki Buwas segera diganti.
Mereka menilai Kabareskrim telah menggunakan hukum secara sewenang-wenang untuk melakukan balas dendam, sehubungan denhan upaya kriminalisasi yang digelar kepolisian terhadap jajaran pimpinan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial (KY).
"Semua rusak hanya untuk membalas dendam. Seolah-olah penegakan hukum hanya bisa dilakukan Polri semata di negeri ini. Padahal, Polri tidak boleh semena-mena dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya," kata Koordinator Kontras Haris Azhar, dalam siaran persnya hari Kamis (16/07).
Haris selanjutnya mengatakan, hal ini berdampak buruk dan merusak tatanan akuntabilitas, baik yang dijamin dalam konstitusi, seperti kewenangan KY dalam mengawasi para hakim, jaminan perlindungan HAM bagi masyarakat, maupun pada rusaknya tatanan prosedur hukum.
Menurut catatan para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, setelah penetapan Calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, setidaknya 49 orang telah dikriminalisasi. Berbagai tuduhan ditujukan kepada param pembela KPK dan mereka yang melontarkan kritik kepada Polri.
Petisi Cabut Budi Waseso
Di internet beredar petisi online lewat https://www.change.org/p/pak-jokowi-copot-kabareskrim-budi-waseso-copotbuwas yang menuntut Presiden Jokowi agar segera mengganti Budi Waseso.
Ada tiga tuntutan yang diajukan: Segera mencopot Budi Waseso sebagai kabareskrim Mabes Polri, mengambil inisiatif memimpin reformasi institusi kepolisian secara total dan membentuk badan independen yang bertanggung jawab kepada Presiden dalam rangka melakukan evaluasi dan reformasi institusi kepolisian.
Peringkat Korupsi Negara Anggota ASEAN
Indonesia bukan yang terkorup di Asia Tenggara. Tapi pemerintah di Jakarta tertinggal jauh dibandingkan negeri jiran dalam urusan memberantas praktik korupsi di tingkat pejabat tinggi.
Foto: Reuters
Singapura - Peringkat 7 dari 175 Negara
Negeri singa laut ini sejak lama dikenal minim korupsi. Dari tahun ke tahun Singapura nyaris tak pernah absen dari daftar 10 besar negara terbersih di dunia. Namun begitu beberapa sektor tetap dianggap rawan korupsi, antara lain media, industri dan partai politik.
Foto: AFP/Getty Images
Malaysia - 50 dari 175
Praktik korupsi di Malaysia didorong oleh sistem pemerintahan. Sumbangan buat partai politik misalnya, baik dari perusahaan maupun individu, tidak dibatasi dan partai tidak diwajibkan melaporkan neraca keuangannya secara terbuka. Kendati bergitu sejak 2013 Malaysia naik tiga peringkat dalam Indeks Persepsi Korupsi milik Transparency International.
Foto: Reuters/O. Harris
Thailand - 85 dari 175
Pertalian erat antara politik dan bisnis dinilai menjadi sumber terbesar praktik korupsi di Thailand. Tidak jarang posisi puncak di kementrian diambilalih oleh pengusaha yang bergerak di bidang yang sama. Thailand juga termasuk negara yang paling sedikit menjebloskan koruptor ke penjara.
Foto: Nicolas Asfouri/AFP/Getty Images
Filipina - 85 dari 175
Pemerintah negeri kepulauan di tepi laut Cina Selatan ini telah berbuat banyak buat mencegah praktik korupsi. Hasilnya posisi Filipina melejit dari peringkat 94 tahun 2013 lalu ke posisi 85 di tahun 2014. Pencapaian tersebut tergolong apik, mengingat tahun 2011 Filipina masih bercokol di peringkat 129 dari 175 negara.
Foto: picture-alliance/dpa
Indonesia - 107 dari 175
Indonesia berada di peringkat 114 tahun 2013 silam. Dibandingkan negeri jiran yang lain seperti Filipina, pemerintah di Jakarta masih tergolong lambat memberantas praktik korupsi di tingkat pejabat tinggi negara. Sejak awal berdirinya 2004 silam, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tercatat cuma mampu menangani sekitar 660 kasus dugaan korupsi, yang membuahkan 322 tuntutan di pengadilan.
Foto: R. Isabell Duerr
Vietnam - 119 dari 175
Negara komunis Vietnam adalah satu dari sedikit negara ASEAN yang tertinggal di bidang penanganan korupsi. Uniknya sebagian besar kasus dugaan korupsi di Vietnam terjadi di sektor swasta. Baru-baru ini empat pejabat perusahaan kereta api negara dipecat lantaran terlibat dalam kasus suap senilai 758.000 US Dollar. Maraknya korupsi menjadi alasan rendahnya keterlibatan investor asing di Vietnam.
Foto: DW/R. Ebbighausen
Laos - 145 dari 175
Laos tidak cuma tertinggal, malah merosot dari peringkat 140 di tahun 2013 ke posisi 145 tahun lalu. Pemerintah Laos berupaya menghadang gelombang korupsi dengan mendirikan lembaga anti rasuah 2011 silam. Namun hingga kini belum tercatat adanya kasus korupsi besar yang masuk ke pengadilan.
Foto: Global Witness
Kamboja - 156 dari 175
Sejak 2010 pemerintah Kamboja memiliki Undang-undang Anti Korupsi. Tapi perangkat hukum tersebut dinilai tidak melindungi individu yang melaporkan kasus korupsi. Pelapor bisa dihukum penjara jika tudingannya tidak terbukti. Selain itu Kamboja juga mencatat jenis korupsi paling barbarik, yakni menyuap aparat negara untuk melakukan penculikan dalam bisnis perdagangan manusia.
Foto: Reuters
Myanmar - 156 dari 175
Negara yang dikenal dengan nama Burma ini memperbaiki posisi satu peringkat dari 157 ke 156 dalam Indeks Persepsi Korupsi 2014. Berada di bawah kekuasaan militer yang korup selama berpuluh tahun, Myanmar yang kini berada di bawah pemerintahan sipil masih kesulitan menanggulangi maraknya korupsi. Sebanyak 60% perusahaan, baik lokal maupun internasional, mengaku harus menyuap buat mendapatkan izin.
Foto: Reuters
9 foto1 | 9
Selanjutnya disebutkan, tiga bulan sejak Budi Waseso dilantik sebagai Kabareskrim, terlihat bahwa gerakan anti-korupsi ingin dilemahkan.
Kontroversi soal Budi Waseso terutama dipicu oleh kritik salah satu tokoh Muhammadiyah, Syafii Maarif. Mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu sebelumnya meminta ketegasan Presiden Jokowi atas dugaan adanya upaya kriminalisasi terhadap penegak hukum.
Menurut Syafii Maarif, Polri harus melakukan reformasi dengan mengganti orang-orang yang terlihat ingin melemahkan instansi penegak hukum lain. Dia mengatakan, seharusnya Jokowi memerintahkan Kapolri untuk segera mengganti oknum-oknum tersebut.
Kabareskrim Komisaris Jendral Budi Waseso balas berkomentar soal pernyataan Syafii Maarif. "Beliau kan bukan orang bodoh. Dia pasti mengerti mana penegakan hukum yang benar. Kasus ini kan dari laporan hakim Sarpin pribadi, pihak yang melaporkan secara pribadi," ujar Budi Waseso di Mabes Polri, Jakarta, hari Selasa (14/07/2015), sebagaimana dikutip oleh Tribunnews.com.
"Apa kapasitas beliau? Enggak usahlah berkomentar dan mencampuri penegakan hukum, kalau dia tidak mengerti penegakan hukum itu sendiri," tukasnya.