Banda Aceh sejak awal Juni memberlakukan jam malam buat pekerja perempuan. Aturan baru itu dijajakan sebagai instrumen buat melindungi perempuan. Namun kritik yang muncul berkata lain.
Iklan
Pemerintah Banda Aceh memberlakukan aturan jam malam buat pekerja perempuan. Nantinya perempuan cuma boleh bekerja hingga pukul 11 malam. Pemerintah setempat berdalih, langkah tersebut diambil buat melindungi perempuan.
Aturan tersebut terutama menyasar pegawai perempuan di pusat hiburan dan olahraga, atau kawasan wisata. Menurut Walikota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal, jam malam buat perempuan sudah berlaku sejak awal Juni.
"Perempuan di Aceh rentan terhadap pelecehan seksual. Jadi kami ingin melindungi mereka dari insiden yang tidak diinginkan," kata Illiza. Pemerintah mewanti-wanti perempuan dan anak-anak agar tidak berada di luar setelah jam 11, kecuali ditemani oleh suami atau saudara laki-laki.
Diberikan Peringatan
Penelitian teranyar yang dibuat oleh yayasan orangtua dan anak-anak, Kita dan Buah Hati, kasus pelecehan seksual di Aceh termasuk yang paling tinggi di Indonesia. Menurut aturan baru itu pengusaha bisa kehilangan ijin usaha jika melanggar.
"Terutama pengusaha kafe, tempat hiburan, tempat wisata yang harus mematuhinya, termasuk sisi pakaian yang sesuai syariat," kata Illiza seperti dikutip situs Merdeka.
Namun Illiza memastikan perempuan yang tertangkap melanggar aturan tidak akan dikenai sanksi. "Mereka akan diminta untuk pulang dan diberi peringatan," ujarnya. Pemerintah Banda Aceh memberikan pengecualian buat pekerja perempuan di bidang kesehatan seperti suster atau bidan.
Kritik di Media Sosial
Langkah Banda Aceh menuai beragam reaksi. Komisi Nasional Perempuan lewat akut Twitter-nya menyebut aturan tersebut tidak cuma "diskriminatif", tetapi juga cenderung membatasi gerak perempuan. "Kalau niatnya melindungi, ada kebijakan yang lebih kondusif."
Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mempertanyakan alasan Aceh memberlakukan aturan tersebut. "Aceh punya kewenangan internal untuk menerbitkan aturan khusus di daerahnya, tapi harus dipertimbangkan apa urgen seperti itu," tuturnya seperti dikutip Republika.
Kritik juga bermunculan di Media Sosial terkait pemberlakuan jam malam di Banda Aceh karena dianggap diskriminatif. Namun Illiza mengklaim tanggungjawab ada di pihak lain. "Di internet ada yang menghujat Banda Aceh, sebenarnya itu semua informasi sesat dan menyesatkan, ini aturan yang dibuat oleh Gubernur, Gubernurlah yang harus disalahkan," katanya.
Perempuan Korban Serangan Air Keras
Perempuan yang menjadi korban serangan cairan asam keras melewati neraka dunia buat bertahan hidup . Kendati berasal dari negara dan budaya yang berbeda, semua memiliki kesamaan, yakni keberanian menjemput harapan baru.
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Farida dari Bangladesh
Suami Farida tidak cuma ketergantungan obat-obatan, ia juga gemar berjudi. Terakhir sang suami kalah besar sehingga harus menjual rumahnya. Farida lantas ingin bercerai. Pada sebuah malam ketika ia tertidur, sang suami menyiramkan cairan asam ke tubuh isterinya dan mengunci pintu kamar dengan dua gembok sekaligus. Farida berteriak kencang hingga tetangga berdatangan.
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Luka yang Tertinggal
Farida baru berusia 24 tahun ketika mengalami kejadian pahit tersebut. Sejak saat itu ia dioperasi sebanyak 17 kali. Untuk menghaluskan luka di wajahnya, ibu Farida secara berkala memijat luka-lukanya. Ia kini hidup di rumah saudara peremuannya di Manigkanj, Bangladesh.
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Flavia dari Uganda
Tahun 2009 Flavia diserang oleh orang tak dikenal ketika sedang berada di rumah orangtuanya. Ia tidak tahu wajah pelakunya hingga saat ini. Namun Flavia memilih melanjutkan hidupnya. Ia misalnya berdandan rapih untuk menari Salsa.
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Dibantu Keluarga dan Teman
Awalnya ia tidak berani keluar rumah sendirian. Kini Flavia menari Salsa sekali setiap pekan. Ia bahkan kerap digoda oleh para pria dengan penampilannya saat ini. Dukungan keluarga dan teman terdekat membantu Flavia menjalani hidup barunya.
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Neehari dari India
Pemudi asal India, Neehaari baru berusia 19 tahun ketika rasa frustasi nyaris memaksanya untuk bunuh diri. Suaminya secara rutin menyiksa, baik jiwa maupun raga.
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Kecantikan Baru
Neehaari menyisir rambutnya di kamar tidur kedua orangtuanya, tempat di mana ia dulu membakar diri sendiri. Sebanyak 49 batang korek api dihabiskannya. Yang terakhir menyulut api di sekujur tubuhnya. Kini ia punya keberanian baru dan aktif dalam organisasi "Beauty of the Burned Women."
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Nusrat dari Pakistan
Perempuan Pakistan ini bernama Nusrat. Ia selamat dari siraman cairan asam oleh suami dan sepupunya. Di dalam kamarnya, ia menyempatkan berdandan. "Saya menyaksikan banyak perempuan yang mendandani wajahnya dengan seksama," kata fotografer Ann-Christine Woehrl.
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Asa di Balik Tatapan Mata
Nusrat hingga kini masih rajin berobat. Siraman asam yang diterimanya membuatnya kehilangan rambut. Dokter menganjurkan langkah pengobatan lanjutan. Nusrat akhirnya menjalani transplantasi rambut.
Foto: Ann-Christine Woehrl/Echo Photo Agency
Mereka Tidak Sendirian
Pada sebuah pertemuan Acid Survivors Foundation Nusrat saling bertukar pengalaman dengan perempuan-perempuan lain yang senasib. Di sini ia menemukan teman yang memahami penderitaannya. Setiap korban menyadari, mereka tidak sendirian.