Berlin Akan Buka Stasiun Radio Berbahasa Arab Pertama
Chase Winter
15 November 2019
Dewan Media Berlin-Brandenburg mengatakan program berbahasa Arab ini akan menambah keanekaragaman di ibu kota Jerman. Ratusan ribu penutur bahasa Arab dari lebih dari 20 negara tinggal di Berlin.
Iklan
Berlin akan segera punya stasiun radio berbahasa Arab pertama bagi lebih dari 100.000 warga Arab yang tinggal di kota ini.
Dewan Media untuk Berlin dan negara bagian Brandenburg MABB mengumumkan persetujuan didirikannya Radio Arabica pada hari Kamis (14/11). Radio Arabica akan meliput tentang hidup di Berlin, budaya, berita, komedi dan olah raga, serta menyiarkan musik Arab dari genre pop, modern dan musik rakyat.
Ketua MABB Hansjürgen Rosenbauer memuji perluasan keanekaragaman dalam bidang siaran radio. "Selain acara radio berbahasa Perancis, Rusia, Turki dan Amerika, sekarang akan ada tawaran bagi penduduk yang berbahasa Arab," ujar Rosenbauer.
Warga Arab sudah puluhan tahun tinggal di Berlin
Penduduk yang merupakan penutur asli bahasa Arab sudah menjadi bagian dari Berlin sejak tahun 1960 dan 1970-an. Saat itu, Jerman Barat memboyong orang Maroko sebagai pekerja asing untuk membantu membangun ekonomi Jerman setelah Perang Dunia II.
Tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an, warga Libanon dan Palestina mengungsi ke Jerman pada saat perang saudara di Libanon. Perang Irak pada tahun 2000-an dan aliran pendatang setelah tahun 2015 semakin membawa lebih banyak orang Arab ke Berlin, kebanyakan dari Suriah dan Irak.
Menurut statistik dari tahun 2017, ada sekitar 133.000 warga dengan latar belakang Arab dari lebih dari 20 negara yang tinggal di Berlin. Angka ini setara dengan kurang lebih 4 persen dari keseluruhan penduduk ibu kota Jerman.
Melongok Mesjid di Ibukota Jerman
Lebih dari 80 mesjid berdiri di ibukota Jerman, Berlin. Baik klasik maupun modern, mesjid termasuk sejarah Berlin dan ikut membentuk wajah kota.
Foto: Max Zander
Mencontoh India
Di tengah-tengah daerah pemukiman di daerah Wilmersdorf di Berlin, berdiri mesjid tertua Jerman yang masih terawat. Mesjid Ahmadiyya dirancang arsitek Karl August Herrmann dan bergaya seperti Taj Mahal di India. Mesjid ini diresmikan 1928.
Foto: Max Zander
Mesjid dan Misinya
Walaupun kaligrafi yang hias dinding dalam bahasa Arab, sejak dibuka semua khotbah dan ceramah di mesjid itu disampaikan dalam bahasa Jerman. Dulunya, mesjid itu didirikan dengan tujuan menyebar agama Islam. 1934 di sini untuk pertama kalinya menikah sepasang warga Jerman yang pindah ke agama Islam. Sekarang, ruang-ruang mesjid ini terutama digunakan sebagai pusat informasi dan sembayang Jumat.
Foto: Max Zander
Dijaga Kelestariannya
Tanda-tanda bergulirnya waktu juga tampak di bagian dalam Mesjid Ahmadiyya. Perang Dunia II berhasil dilewati dengan kerusakan berat. Pasukan Sovyet menembaki bangunan itu, setelah tentara Jerman menjadikannya tempat melancarkan serangan. Dengan bantuan sekutu dan sokongan dana dari Lahore, mesjid itu direnovasi setelah perang. Sejak 1993 mesjid dinyatakan sebagai monumen sejarah yang dilindungi.
Foto: Max Zander
Gaya 'Bauhaus' dengan Menara Mesjid
Mesjid berikutnya milik gerakan Ahmadiyyah berada di bagian kota Berlin yang bernama Heinersdorf. Mesjid bernama Khadija ini dibangun berdasarkan konsep seni bangunan Barat dan Islam. Bentuk jelas arsitektur gaya 'Bauhaus' yang berasal dari tahun 1920-an dipadu dengan kubah yang khas dan menara setinggai 12,5 meter.
Foto: Max Zander
Mesjid Terbesar
Mesjid Sehitlik di daerah Neukölln mendefinisikan diri sebagai pusat kebudayaan dan mesjid. Mesjid terbesar di Berlin itu bisa menampung 1.500 orang. Mesjid ini juga jadi salah satu lokasi yang dikunjungi Presiden Jerman Joachim Gauck akhir 2012, ketika resmi memulai tugasnya di Berlin.
Foto: Max Zander
Kuburan Islam
Mesjid Sehitlik didirikan tahun 1980-an di samping kuburan Islam, Sehitlik dan terus diperbesar. Tahun 1866 Raja Prusia Wilhelm I menyerahkan tanah tersebut kepada warga Turki. Sekarang, di kuburan itu hanya dilaksanakan upacara penguburan. Jenazah kemudian dimakamkan di kuburan lain atau dibawa ke engara asalnya.
Foto: Max Zander
Tukar Menukar Kebudayaan
Jemaat Sehitlik membuka hubungan ke warga sekitar yang bukan pemeluk agama Islam. Di samping acara-acara yang menyangkut topik-topik Islam dan umum, di sini orang bisa melihat-lihat bangunan dan dipimpin pemandu wisata. Kelompok yang berkunjung mendapat informasi tentang mesjid dan penjelasan tentang dasar-dasar Islam.
Foto: Max Zander
Pusat Islam
Jika dilihat sepintas, tidak tampak seperti mesjid. Mesjid Umar Ibn Al Khattab di daerah Kreuzberg berdiri harmonis dengan rumah-rumah tempat tinggal. Mesjid ini jadi bagian Pusat Islam Maschari. Di sini ditempatkan ruang sembayang, berbagai toko, kafe dan biro perjalanan. Selain itu, tempat pertemuan jemaah yang dibuka 2008 itu juga memiliki sebuah madrasah.
Foto: Max Zander
Pemandian Ritual
Dinding dan langit-langit yang yang penuh ornamen membentuk tempat pemandian di tingkah bawah Pusat Kompleks Maschari. Umat melakukan pencucian dan mengambil air wudhu di sini, secara terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Foto: Max Zander
Jemaah dari Berbagai Negara
Di ruang sembayang, di bawah lampu raksasa, ada tempat untuk sekitar 1.000 orang. Sebagian besar anggotanya memiliki akar Turki. Tetapi warga asal Arab, Bosnia dan Afrika juga berdatangan ke sini. Sembayang Jumat secara tradisional diadakan dalam bahasa Arab. Pada dua layar di dinding jemaah bisa mengikutinya dalam bahasa Jerman dan Turki.