Kisah Panji memikat banyak peneliti Eropa dan sering disebut kisah Romeo & Juliet ala Indonesia. Warga Berlin berkenalan dengan sosok Panji, dikemas dalam bentuk seni langka wayang beber di Rumah Budaya Berlin.
Iklan
Pada hari Minggu pagi (30/09) tarian topeng Jawa membuka rangkaian acara 'Pangeran Panji Lost and Found' di Rumah Budaya Indonesia Berlin. Acara yang dihadiri Wakil Duta Besar RI di Berlin Perry Pada dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Ahmad Saufi merupakan kolaborasi antara KBRI Berlin, sejumlah peneliti Eropa serta seniman nusantara. Acara ini menawarkan serangkaian presentasi, workshop gamelan dan wayang serta pameran untuk memperkenalkan kisah-kisah Panji di Jawa yang dijadikan "Ingatan Dunia” oleh UNESCO di tahun 2017 lalu.
Ide awal dicetus oleh Dr. Lydia Kieven, peneliti Jerman yang mengaku sudah tertarik dengan kisah Panji dan menelitinya sejak lebih dari 20 tahun. Baginya penting, bahwa dunia mengenal inti dari kisah Panji. "Panji adalah seorang pangeran, tetapi hidup sederhana dan tidak arogan. Ia mau merakyat dan membantu warga-warga desa. Ia juga menjalani banyak tantangan untuk bertemu kembali dengan kekasihnya,” ucapnya ketika diwawancarai DW Indonesia. "Ini adalah sebuah tema yang universal,” lanjutnya.
Salah satu puncak acara adalah pameran proyek wayang beber yang selalu menceritakan kisah-kisah Panji. Bentuk seni wayang yang hampir punah ini memikat hati dua antropolog Kroasia Tea Škrinjarić dan Marina Pretković sejak mereka pertama kali ke Indonesia. Sekarang di Berlin mereka menggelar pameran kedua tentang wayang beber, setelah sukses dengan pameran pertama di Museum Etnologi Zagreb, Kroasia.
Sambil menikmati kudapan asal Indonesia dan kopi tubruk, para tamu Rumah Budaya Indonesia bisa membaca dan melihat foto-foto tentang tradisi wayang beber di Jawa, menonton video tentang pembuatan kertas yang dipakai untuk wayangnya, serta menonton pertunjukan wayang yang diproyeksikan ke layar. Lembaran-lembaran wayang beber yang indah juga menghiasi ruang pameran.
Iwa yang datang ke pameran ini dengan keluarganya mengaku senang dengan pamerannya. "Kita jadi bisa tahu bahwa kekayaan Indonesia sangat banyak sekali. Seperti wayang beber ini. Saya belum pernah lihat sebelumnya,” tuturnya.
Bagi Marina Pretković wayang beber bukan saja merupakan seni yang indah dan menarik, proses penelitiannya membuat dia sadar, bahwa ini adalah sebuah warisan budaya Jawa yang penting. "Kami ingin membantu menjelaskan dan mempromosikannya agar timbul ketertarikan yang lebih. Lalu orang-orang akan sadar, bahwa ini menarik dan budaya ini masih ada di sekelilingnya,” paparnya.
Di ruangan selanjutnya, pameran berlajut dengan era kontemporer. Ulli asal Berlin terpesona dengan karya wayang beber modern dari grup Wayang Beber Metropolitan Jakarta yang menyoroti masalah-masalah kota besar seperti polusi dan sampah.
"Sangat penting agar budaya lama tetap hidup karena ini adalah akar dari sebuah bangsa yang harus dipelihara dan bisa dikembangkan lebih lanjut,” kata Ulli kepada DW Indonesia.
Pengunjung juga diundang untuk mengetahui lebih jauh tentang wayang beber melalui presentasi kedua antropolog tentang proyek penelitian mereka. Sesi tanya jawab yang ramai membuktikan minat besar pengunjung atas karya seni langka ini.
Usai presentasi, Tea Škrinjarić mengungkapkan rencana-rencana selanjutnya dari kedua antropolog ini. "Kami ingin melajutkan kerja sama dengan salah satu universitas di Jakarta untuk menciptakan bank data digital dari materi wayang beber yang ada, serta menempatkannya di satu tempat agar mudah diakses,” ujarnya. (hp)
Pameran Kisah-Kisah Panji di Berlin
Masyarakat Berlin berkenalan dengan Kisah-Kisah Panji melalui pameran, workshop dan diskusi bersama peneliti asal Eropa.
Foto: DW/A. Gollmer
Rumah Budaya Indonesia di Berlin
Rumah Budaya Indonesia Berlin yang kembali aktif sejak bulan Oktober 2017 didirikan sebagai wahana diplomasi budaya Indonesia. Rumah budaya ini adalah tempat untuk berbagai kegiatan seperti pameran, temu sastra, workshop dan kursus Bahasa Indonesia bagi penutur asing.
Foto: DW/A. Gollmer
Tempat berkenalan dan mendalami budaya Indonesia
Di dalam para pengunjung bisa menemukan berbagai buku mengenai Indonesia. Dalam rangkaian acara 'Pangeran Panji Lost and Found' sastra yang ditonjolkan adalah mengenai Pangeran Panji dan seni wayang nusantara.
Foto: DW/A. Gollmer
Tarian topeng Jawa membuka acara
Tarian Gunung Sari ini dibawakan oleh Mike Wardi asal Surakarta yang sekarang memimpin grup Sinar Anyar di Amsterdam. Ciri khas grup ini adalah tarian tradisional Jawa yang dibawakan dengan interpretasi modern.
Foto: DW/A. Gollmer
Tim Internasional
Acara 'Pangeran Panji Lost and Found' terlaksana berkat kerjasama erat dari pihak Rumah Budaya Indonesia bersama KBRI dan para peneliti Eropa, antara lain kedua antropolog Tea Škrinjarić (kedua dari kiri) dan Marina Pretković (kiri).
Foto: DW/A. Gollmer
Wayang beber pembawa kisah Panji
Salah satu fokus dari penelitian dalam proyek para peneliti asal Kroasia adalah wayang beber di Pacitan. Marina Pretković menjelaskan beberapa adegan wayangnya kepada wakil duta besar RI di Jerman Perry Pada dan atase pendidikan dan kebudayaan Dr. Ahmad Saufi.
Foto: DW/A. Gollmer
Belajar dengan cara mencoba-coba
Para pengunjung diajak untuk mencoba menjadi dalang wayang beber. Dengan lembaran wayang yang disediakan di pameran, pengunjung dapat mencoba menggulung dan membuka lembaran seperti layaknya dalang dalam pertunjukan wayang beber.
Foto: DW/A. Gollmer
Baju Dalang
Baju berwarna cerah dan blangkon yang terlihat seperti melayang di udara ini merupakan salah satu obyek pameran yang langsung mengambil perhatian para pengunjung yang masuk ruang pameran. Banyak pengunjung juga berfoto dengan pakaian dalang Pacitan dan Wonosari ini.
Foto: DW/A. Gollmer
Panji menunggang Garuda dalam lembaran wayang beber
Dr. Lydia Kieven yang mengajar di Universitas Bonn pertama kali tertarik dengan sosok Panji ketika mendaki gunung Penanggungan tahun 1996 dan menemukan relief kisah Panji di sebuah candi. Menurutnya mitos Panji mempunyai nilai universal yang mengajarkan keharmonisan antar manusia serta dengan alam.
Foto: DW/A. Gollmer
Kota Seribu Satu Malam
Karya Surahman dan Samuel S. Adi Prasetyo dari Wayang Beber Metropolitan ini merupakan contoh dari wayang beber modern yang banyak dikagumi oleh para pengunjung. Berbeda dengan wayang beber tradisional, karya-karya modern tidak lagi mengangkat Kisah Panji, melainkan problematika kota besar seperti korupsi atau polusi.
Foto: DW/A. Gollmer
Sarat informasi
Melalui plakat-plakat berisikan foto dan informasi tentang wayang beber, para pengunjung Jerman dan Indonesia mendapatkan banyak pengetahuan baru mengenai bentuk wayang yang hampir punah ini. Foto-fotonya dibuat kedua antropolog muda setiap kali mereka meneliti di Indonesia.
Foto: DW/A. Gollmer
Presentasi dengan sambutan meriah
Dalam acara pembukaan pameran Tea Škrinjarić dan Marina Pretković memberikan presentasi berisikan hasil penelitian mereka sejak tahun 2016. Setelahnya banyak yang masih ingin tahu lebih tentang seni langka Wayang Beber ini. (Teks: Anggatira Gollmer/hp)