1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sejarah

Tokoh-Tokoh yang Pererat Persahabatan Jerman-Indonesia

Anggatira Gollmer
17 Agustus 2019

Pameran foto dengan berbagai tokoh, yang selama ratusan tahun mendekatkan hubungan Jerman dan Indonesia, menghiasi gedung Balai Kota Merah Berlin. Bidang kedokteran, sains dan seni dipilih menjadi titik beratnya.

Austellung Prägende Persönlichkeiten für das deutsch-indonesische Verständnis
Foto: DW/A. Gollmer

Dari berbagai foto dan teks informasi yang dipajang di Balai Kota Merah, tepat di pusat kota Berlin, pengunjung dapat melihat dan membaca, bagaimana orang-orang Jerman pertama datang ke Indonesia dan apa yang mereka lakukan, serta tentang para sosok Indonesia yang turut merintis persahabatan antara kedua negara.

"Saya berharap, pameran ini akan banyak dikunjungi orang dan dengan inipersahabatan antar Jerman dan Indonesia akan lebih erat lagi, serta agar semakin banyak orang tertarik dengan Indonesia," ujar Hans Berg, Direktur Organisasi Persatuan Jerman-Indonesia Berlin, yang disingkat DIV (Deutsch-Indonesische Vereinigung).

Pameran yang dibuka pada tanggal 15 Agustus 2019 ini adalah kerjasa sama antara DIV dengan Pusat Studi Asia Tenggara di Universitas Passau dan Perhimpunan Kedokteran Jerman-Indonesia DIGM. Tiga bidang dipilih untuk ditampilkan: Sains, Kedokteran dan Seni. Acara ini digagas dalam rangka merayakan ulang tahun ke-25 sister city Berlin-Jakarta.

Hubungan kemitraan resmi kedua kota ini memang sudah ada lebih dari dua dasawarsa, namun hubungan antara Jerman dan Indonesia sudah ada selama ratusan tahun. "Jerman sudah dari dulu teman bangsa Indonesia," ujar Hans Berg.

Jerman sudah mengenal Indonesia dari Abad ke-17

Ahli sejarah Hans Berg menjelaskan lebih lanjut, hubungan Berlin dan Indonesia sudah dimulai dari abad ke-17, ketika penguasa Brandenburg-Prusia Elektor Agung Friedrich Wilhelm mengirim utusannya ke Batavia, Jawa dan pulau-pulau lain untuk mengumpulkan berbagai keris, wayang, topeng dan batik untuk koleksinya.

Foto: DW/A. Gollmer

Salah satu foto yang bisa dilihat dalam pameran ini adalah dua bersaudara peneliti Jerman Wilhelm dan Alexander Humboldt, yang di abad ke-19 memberikan inspirasi bagi banyak peneliti lainnya untuk pergi ke Indonesia, antara lain melalui buku tentang Bahasa Kawi di Jawa.

Peneliti lainnya yang juga berperan dalam hubungan bilateral Indonesia-Jerman adalah Adolf Bastian, yang mempopulerkan nama "Indonesia" melalui karya ilmiahnya "Indonesia atau pulau-pulau di Kepulauan Melayu" yang terbit tahun 1884. Selama hidupnya, Adolf Bastian lima kali pergi ke Indonesia.

Dokter-dokter Jerman datang ke Indonesia 500 tahun lalu

Hubungan persahabatan yang panjang juga bisa dilihat dalam bidang kedokteran. Catatan pertama dalam Bahasa Jerman ditulis tahun 1509 oleh Balthasar Sprenger, yang menceritakan tentang pulau-pulau di "belakang" India. Ia menulis, bahwa disana ada cengkeh, pala dan kayu cendana, yang dianggap menarik karena bisa digunakan sebagai obat-obatan, demikian cerita Dr. Freisleben, salah satu penulis buku "Mereka Datang Sebagai Peneliti dan Dokter... 500 Tahun Sejarah Kedokteran Jerman-Indonesia".

Di masa penjajahan Belanda banyak dokter dan apoteker Jerman yang juga datang dan menetap di Indonesia. Beberapa mempunyai pengaruh besar yang sampai sekarang masih bisa dilihat, seperti pendirian Kebun Raya Bogor atau rumah sakit-rumah sakit di berbagai kota di Indonesia.

"Waktu itu banyak orang Belanda tidak mau ke Indonesia karena lingkungan tropisnya belum cocok untuk orang Eropa, sehingga banyak yang meninggal. Dan Belanda dulu mencari dokter yang mau ke Indonesia," jelas Dr. Freisleben. "Saat itu kondisi di Jerman kurang baik, jauh lebih miskin dari Belanda. Jadi banyak yang mau kesana."

"Kedokteran membangun jembatan antar budaya dan antar manusia," ujar ketuka perhimpunan DIGM Dr. Jörg Haier dalam pembukaan pameran. "Karena itu wajar, bahwa para dokter dan peneliti adalah yang pertama memulai hubungan internasional semacam itu."

Pangeran Jawa di Jerman

Perspektif lain datang dari Dr. Werner Kraus, salah satu pendiri jurusan Asia Tenggara di Univesitas Passau, yang dalam pidatonya mengatakan, "Yang akan tertinggal dalam jangka panjang adalah persahabatan melalui seni." Baginya, pelukis Raden Saleh yang sempat tinggal selama beberapa tahun di Jerman pada abad ke-19 adalah duta besar Indonesia pertama untuk Jerman.

Foto: DW/A. Gollmer

Beberapa karya pionir seni modern Indonesia asal Jawa ini bisa dilihat dalam pameran foto di Berlin ini. Setelah mengikuti pendidikan seni di Belanda, Raden Saleh pergi ke Jerman dan tinggal Dresden. Sebagai orang Asia pertama yang dikenal Jerman bisa menggunakan teknik melukis dengan cat minyak, ia mendapat status kehormatan tinggi di Jerman dan dikenal sebagai "Pangeran dari Timur".

Persahabatan untuk keuntungan dua belah pihak

"Indonesia mempunyai kekayaan yang begitu besar. Ini adalah negara besar dengan hampir 300 juta penduduk," ujar ahli sejarah Hans Berg. "Indonesia mempunyai begitu banyak sumber daya di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, sains, kedokteran dan begitu banyak kemungkinan yang bisa dibangun serta dikembangkan untuk keuntungan kedua belah pihak," lanjut salah satu pencetus ide pameran foto di Berlin.

Dubes RI untuk Jerman Arief havas Oegroeseno yang juga memberikan sambutan pada acara pembukaan pameran foto di Balai Kota Berlin menekankan, bahwa kedua negara mempunyai ikatan yang unik dan dalam. Saat ini, dengan 23.000 warga Indonesia yang kuliah dan bekerja, Jerman merupakan negara Eropa dengan jumlah warga Indonesia terbanyak.

Dubes Oeagroseno melanjutkan, Indonesia dan Jerman adalah negara-negara yang paling stabil dan dengan perekonomian terkuat di wilayahnya masing-masing. Menurutnya, kedua negara harus membawa hubungan strategisnya ke tingkatan berikut.

Indonesia akan menjadi mitra resmi pameran industri terbesar di Jerman Hannover Messe tahun 2020 dan kelompok seni Ruang Rupa akan menjadi kurator bagi festival seni modern terkenal Documenta tahun 2022 di kota Kassel. (Ed: yp)