Berlin Undang Tokoh Agama Berdialog Demi Perdamaian
22 Juni 2018
Awal minggu ini, Kementerian Luar Negeri di Berlin menggelar forum dialog internasional antar agama dengan mengundang wakil-wakil dari Asia. Mottonya: "Tanggungjawab Agama Bagi Perdamaian."
Iklan
Sekitar 70 wakil kelompok agama dari Asia diundang Kementerian Luar Negeri Jerman ke Berlin, karena Asia tahun ini menjadi fokus utama dalam forum dialog internasional yang digelar pertama kali tahun 2017. Ketika itu, Menteri Luar Negeri Sigmar Gabriel menjadikan dialog antar agama sebagai bagian penting diplomasi Jerman (foto artikel).
Forum dialog kali ini digelar bersama oleh Jerman dan Finlandia. Yang hadir adalah wakil-wakil dari Asia, antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina, Bangladesh, Pakistan, Myanmar, korea Selatan, Jepang dan Cina. Mereka mewakili agama Islam, Kristen, Yahudi, Buddha, Hindu, Shinto, Taoisme, Kong Hu Cu, Zoroaster dan Bahai. 30 persen pesertanya adalah perempuan.
Umat beragama di Asia sering digambarkan sebagai moderat dan damai. Namun dalam beberapa tahun terakhir, muncul berbagai konflik berlatar belakang agama di berbagai tempat. Terutama eskalasi konflik Rohingya di Myanmar mengguncang citra umat Buddha yang di Eropa dikenal sebagai agama yang "penuh ketenangan dan damai".
Masjid Köln, Masjid Terbesar di Jerman
Masjid yang dibangun tahun 2009 ini tercatat sebagai masjid terbesar dan termegah di Jerman. Sempat menuai kontroversi, masjid Köln kini dianggap sebagai simbol integrasi dan simbol lahirnya arsitektur masjid Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Becker
Masjid terbesar di Jerman
Masjid Pusat Köln (Zentralmoschee Köln) yang berukuran 4500 meter kuadrat ini mampu menampung 1200 jamaah. Inilah yang membuat Masjid Köln dianggap sebagai masjid terbesar di Jerman. Masjid yang dibangun oleh organisasi muslim Turki DiTiB ini dilengkapi perpustakaan, tempat kursus, ruang seminar, pusat olah raga, kantor serta pertokoan.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Nuansa oritental yang modern
Layaknya Masjid Sultan Ahmed di Turki, masjid di Köln ini juga menghadirkan nuasana biru yang khas. Suasana modern terlihat lewat desain kaca-kaca yang menyatu di dinding. Kesan Islam yang modern juga tampak dari tulisan kaligrafi emas di masjid. Nama nabi penting di agama Yahudi dan Kristen turut ditoreh, diantaranya Abraham, Musa, Nuh dan Isa Almasih.
Foto: Picture alliance/dpa/M. Becker
Perjalanan panjang hingga tegak berdiri
20 tahun lamanya warga muslim Turki di Köln bermimpi mendirikan masjid yang mumpuni. Rencana ini baru mulai terealisasi tahun 2009, namun sempat tersendat tahun 2011 karena munculnya penolakan warga anti imigran. Jajak pendapat yang dilakukan surat kabar lokal mengungkap 63% warga sebenarnya mendukung pembangunan masjid, namun 27% diantaranya ingin ukuran masjid diperkecil.
Foto: picture-alliance/dpa
Tak lagi di pojok terpencil
Diperkirakan 4,7 juta umat Muslim, mayoritas berlatar belakang Turki, hidup di Jerman. Di Köln, kota berpenduduk sekitar 10 juta ini terdapat 70 masjid yang tersedia bagi sekitar 120 ribu umat Muslim. Biasanya masjid ini terletak di pojok terpencil. Namun berbeda halnya dengan Masjid Köln yang terletak di Ehrenfeld, sudut kota yang biasa dikenal sebagai salah satu pusat budaya di Köln.
Foto: Picture alliance/dpa/O. Berg
Donasi untuk Masjid
Biaya pembangunan masjid berkisar 30 juta Euro atau 450 miliar Rupiah. 2/3 diantaranya berasal dari sumbangan jamaah dan 884 organisasi Islam. Donasi juga datang dari Gereja Katolik St. Theodore yang khusus menggalang dana untuk membangun masjid ini.
Foto: picture alliance/dpa/Geisler
Paul Böhm, arsitek yang ciptakan integrasi
Paul Böhm adalah arsitek di balik Masjid Pusat Köln. Keluarga besarnya merupakan arsitek terkenal di Jerman. Ia dan ayahnya, Gottfired Böhm adalah ahli di bidang arsitekur gereja Katolik. Bagi dekan fakultas arsitektur TH Köln ini, Masjid Köln adalah karya terbaiknya sebab lewat karya arsitektur ini ia mampu menjawab tantangan integrasi di Jerman.
Foto: AP
Rumah ibadah yang transparan
"Terbuka" dan “terang“, secuil komentar yang mendeskripsikan masjid karya Paul Böhm itu. Bangunan masjid didesain transparan dengan menggunakan kaca yang menonjolkan pencahayaan natural. Namun, tak sekadar bentuk fisik, masjid ini juga membuka diri untuk dikunjungi warga yang berbeda agama. Tujuannya agar Masjid Köln dapat menjembatani komunikasi antar agama di Jerman.
Foto: Lichtblick Film GmbH/Raphael Beinder
Masjid "bergaya Jerman"
Masjid bermoto "Unsere Moschee für Kölle“ atau "Masjid Kita untuk Köln" ini dijuluki sebagai "Masjid Kölsch“, sebutan bagi dialek dan bir lokal. Desain masjid juga dianggap "sangat Jerman“ karena mampu menciptakan gebrakan di bidang arsitektur rumah ibadah yang .mengawinkan arsitektur masjid era Ottoman Turki dengan arsitektur bergaya romawi khas Eropa.
Foto: picture alliance / dpa
Menara yang menjulang di langit Cologne
Dua menara Masjid Köln sempat menjadi topik perdebatan karena dianggap akan merubah citra kota dan "membayang-bayangi" menara Katedral Köln. Gereja gotik tersebut diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia sehingga tata kota di sekitar katedral memang harus dijaga orisinalitasnya. Menara Masjid Köln dibangun setinggi 55 meter - atau 1/3 dari 157 meter ukuran puncak Katedral Köln.
Foto: picture alliance/dpa/H.Kaiser
Delapan syarat Masjid Köln
Kursus bahasa Jerman bagi jamaah menjadi satu dari delapan syarat berbasis integrasi yang diwajibkan agar Masjid Köln dapat dibangun. Para Imam juga harus mahir berbahasa Jerman, karena mereka dituntut untuk berkotbah dalam bahasa yang dimengerti semua pengunjung. Selain itu, persamaan perlakuan bagi perempuan dan laki-laki juga menjadi poin penting prasyarat tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
"Tanggungjawab bagi perdamaian"
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas dalam sambutannya kembali menerangkan, bagi Jerman upaya membangun dialog antar tokoh agama adalah bagian penting diplomasi global. Karena tokoh-tokoh agama "sering memiliki pengaruh besar dalam masyarakat", dan karena itu "punya tanggung jawab bersama bagi perdamaian". Itulah sebabnya sangat penting bagi Jerman untuk "bekerjasama dengan kelompok-kelompok agama".
Salah satu peserta dari Indonesia, Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah mengatakan kepada DW, forum dialog antar agama dan peradaban semacam ini penting diperbanyak. Inisiatif serupa memang sudah banyak dilakukan oleh banyak pihak di banyak tempat, namun dia berharap ini tidak hanya menjadi "diplomasi tanpa makna".
"Kita butuh dialog yang intens yang mengkoneksikan antar peradaban dan agama untuk membangun persaudaraan dan mutual understanding", katanya.
Komunitas Indonesia Lintas Agama di Berlin Bantu Anak Terlantar
Membantu sesama tidak kenal batas, baik batas wilayah, etnis maupun agama. Di Rumah Budaya Indonesia di Berlin, komunitas Muslim dan Protestan Indonesia bahu-membahu membantu anak-anak terlantar. Itulah organisasi Arche.
Foto: Rima Agustine
Membantu Arche
Arche merupakan sebuah organisasi sosial yang bergerak dalam penanganan anak-anak terlantar. Organisasi ini bermula datang dari inisiatif rohaniwan Bernd Siggelkow atas keprihatinannya pada kehidupan anak-anak terlantar. Arche saat ini menjadi sebuah pusat kegiatan belajar dan bermain. Tidak hanya untuk anak-anak berkebutuhan sosial khusus, namun juga untuk anak-anak pada umumnya.
Foto: Rima Agustine
Berbagi rasa
Komunitas "Indonesia Für Deutschland" (IFD) atau komunitas warga Indonesia di Jerman, menggelar acara budaya di Rumah Budaya Indonesia bagi anak-anak Arche ini. Mereka memperkenalkan Indonesia dan membagikan bantuan pada mereka yang kurang beruntung seperti anak-anak Arche. Proyek ini kerjasama KBRI, komunitas masyarakat Muslim dan juga komunitas masyarakat Protestan di Berlin.
Foto: A. Simohartono
Dimanakah Indonesia?
Rasa keingintahuan tentang Indonesia dari anak-anak Arche rupanya sangat tinggi, hal itu tampak dari rentetan pertanyaan yang diajukan hampir tanpa henti. Mereka tertarik dengan cerita banyaknya gunung berapi di Indonesia, kostum adat yang tercetak di banner sambutan milik Rumah Budaya Indonesia, dan terutama tertarik pada cerita dan gambar permainan-permainan tradisional yang ditampilkan.
Foto: A. Simohartono
Mendapat hiburan
Anak-anak dihibur dengan pertunjukan musik angklung dari Gentra Pasundan. Gentra Pasundan juga mengajak para hadirin memainkan beberapa lagu Indonesia dan lagu internasional dengan diiringi angklung. Selanjutnya, penyerahan donasi, demikian dipaparkan Thomas Budiarto, salah satu pegiat acara kemanusiaan ini.
Foto: A. Simohartono
Makan-makan
Mereka yang hadir disuguhi makan malam bersama dengan menu Mie Goreng khas Indonesia dan jajanan lainnya yang merupakan sumbangan dari warga Indonesia. Anak-anak sangat menyukai hidangan Mie Goreng dan jajanan yang disajikan. Tidak ketinggalan, hidangan yang tersisa habis ludes dibungkus oleh anak-anak Arche untuk dibawa pulang.
Foto: Rima Agustine
Berbagi dengan sesama
Saat ini, Arche sudah berdiri di lebih dari 20 lokasi di Jerman, dan yang terbanyak adalah di Berlin. Lebih dari 4.000 anak-anak dan remaja terlibat dalam berbagai kegiatan yang ditawarkan Arche. (sumber: http://www.kinderprojekt-arche.eu/ueber-uns)
Foto: Rima Agustine
Membantu tanpa pandang bulu
IFD awalnya diinisiasi oleh PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Jerman, yang dalam kelanjutannya jadi gerakan masyarakat Indonesia karena para sukarelawan dari berbagai latar-belakang ikut bergabung di komunitas ini. Juni 2017 berhasil dikumpulkan lebih dari 40 sukarelawan untuk turun ke jalan, bagikan paket makanan kepada tunawisma di Berlin. Sumber: IFD/Thomas Budiarto (Ed.: ap/ml)
Foto: A. Simohartono
7 foto1 | 7
"Dialog yang tidak berpura-pura"
"Keterbukaan Jerman dan Eropa penting dipelajari oleh banyak pihak, dialog yang tidak berpura-pura harus menjadi kebiasan, sehingga hubungan antar peradaban dan agama bisa dibangun dengan baik."
Selain penting untuk memahami dan belajar dari Eropa, disisi lain sangat positif bila Eropa juga belajar dan memahami peradaban dan tradisi keagaman di Timur dan dengan begitu dapat terbentuk saling pengertian untuk menuju perdamaian abadi, tambah pengamat yang juga mengajar di beberapa perguruan tinggi di Indonesia.
Menurut Dahnil Anzar Simanjuntak, Indonesia juga punya sesuatu yang bisa ditawarkan kepada dunia dalam dialog antar agama.
"Tingkat keberagaman yang tinggi di Indonesia ternyata bisa tetap terawat sampai hari ini", tandasnya. Karena ada produk dialog yang sudah menjadi konsesus bersama, yakni Pancasila. Pesan-pesan Pancasila itulah yang bisa menjadi "bingkisan Indonesia untuk Eropa dan Jerman".
Pengaruh Kristen Dalam Kehidupan Sosial dan Budaya di Jerman
Bagaimana peran dan pengaruh agama Kristen dalam kehidupan sosial dan budaya di Jerman masa kini? Inilah beberapa aspek menarik tentang kehidupan beragama di Jerman.
Foto: DW/M. M. Rahman
Agama dan penganutnya
Dua kelompok agama terbesar di Jerman adalah umat Katolik (23,6 juta) dan Protestan (21,9 juta). Selain itu masih ada penganut Islam (4,5 juta), Katolik Ortodoks (2 juta), Judaisme (99 ribu) dan agama-agama lain (851 ribu). Di luar itu ada sekitar 30 juta orang yang mengaku tidak beragama atau menganut kepercayaan lain.
Hanya sebagian kecil yang ke gereja secara reguler
Dari hampir 22 juta umat Protestan, hanya sekitar 776 ribu (3,5 persen) yang menyatakan pergi ke gereja secara teratur. Sementara umat Katolik hanya 2,4 juta dari seluruhnya 23,6 juta anggota yang beribadah ke gereja setiap hari Minggu.
Membayar "pajak gereja" (Kirchensteuer)
Gereja Katolik dan Protestan bekerjasama dengan negara untuk mengumpulkan yang disebut "pajak gereja", atau lebih tepatnya: iuran gereja. Setiap anggota kedua gereja ini wajib menyetor 8 sampai 9 persen pendapatannya, yang langsung dipotong oleh perusahaan tempat kerjanya dan disetor ke kantor pajak. Tahun 2016, dana gereja Katolik dan Protestan yang terkumpul adalah sekitar 11,6 miliar Euro.
Tanah dan bangunan
Gereja memiliki aset cukup besar berupa tanah dan bangunan, rumah sakit dan sekolah-sekolah. Di Jerman ada sekitar 25 ribu gedung gereja Katolik dan Protestan. Selain itu mereka menguasai lebih dari 800 ribu hektar tanah dan mengelola puluhan ribu sarana sosial.
Foto: picture-alliance/S. Derder
Peran tradisional di institusi publik
Gereja Katolik dan Protestan punya peran penting dalan institusi-institusi publik. Mereka misalnya mengirim wakil di Dewan Pengawas Lembaga Siaran Publik seperti ARD, ZDF dan Deutsche Welle.
Foto: DW
Anggota gereja tidak terlalu percaya doktrin agama
Dalam jajak pendapat dari tahun 2017 yang dilaksanakan INSA, hanya 52 persen umat Katolik dan 48 persen umat Protestan yang mengatakan mereka percaya tentang kebangkitan Yesus. Hanya 40 persen umat Katolik dan 32 persen umat Protestan yang mengatakan percaya ada kehidupan setelah kematian.
Foto: picture-alliance/dpa/R.Vennenbernd
Identitas Kristen tidak berkaitan dengan doktrin agama
Lembaga penelitian opini publik EMNID tahun 2017 melakukan jajak pendapat di kalangan penganut Katolik dan Protestan: apakah mereka percaya adanya Tuhan. 24 persen umat Protestan dan 11 persen umat Katolik mengatakan "tidak". Artinya, bagi mereka agama adalah bagian dari identitas sosial dan bukan doktrin-doktrin atau kaidahnya. (Kathleen Schuster/Ed: hp/ts)