Sejak kemunculan Global Positioning System-GPS 40 tahun silam, dunia berlomba ciptakan sistem navigasi yang makin akurat. Eropa luncurkan 30 satelit bertahap, untuk dukung sistrem navigasi super akurat Galileo.
Iklan
Berlomba Kembangkan Navigasi Super Akurat
02:57
Penentuan posisi akurat dengan data dari luar angkasa, memungkinkan navigasi yang aman di lautan lepas serta pada lalu-lintas yang semakin padat di udara dan darat.
Hinggi kini, koordinatnya disuplai oleh sietem satelit Global Positioning System milik Amerika Serikat. Sistem GPS diluncurkan hampir 40 tahun silam, dan masih menjuadi acuan navigasi paling akurat hingga kini.
Eropa kini berambisi ingin memiliki sistem navigasi sipil yang lebih baik dan akurat. Namanya Galileo! Satelitnya dipuji menggunakan sinyal yang lebih kuat dan punya frekuensi lebih banyak dibanding GPS. Sehingga penentuan lokasi bisa lebih akurat lagi. Misi ini diawasi pusat kendali Galileo di Jerman oleh tim teknisi berpengalaman.
Citra Satelit: Gelap Membekap Indonesia
Foto satelit malam hari yang dipublikasikan NASA mengungkap peta penyebaran penduduk Indonesia dan ketimpangan kemakmuran, terutama di wilayah Timur.
Foto: NASA Worldview
Dua Wajah Indonesia
Lebih dari separuh penduduk Indonesia mendiami Pulau Jawa. Tidak heran jika dalam citra satelit malam hari yang dirilis NASA, Jawa adalah yang paling cemerlang disinari lampu perkotaan dan desa. Sebaliknya di Timur dan Kalimantan, kegelapan masih mendominasi.
Foto: NASA Worldview
Jawa yang Gemerlap
Sebanyak 130 juta manusia menyesaki pulau Jawa dari Jakarta (kiri) hingga Surabaya (kanan). Yang menarik, penduduk tidak hanya tinggal di perkotaan saja, tetapi juga mendiami jalur-jalur penghubung utama antara kota. Gambaran serupa jarang ditemukan di pulau-pulau lain di Indonesia.
Foto: NASA Worldview
Sumatera Antara Gemerlap Negeri Jiran
Pada citra ini terlihat kota Pekanbaru, Medan dan Padang di Indonesia. Sementara Singapura dan Kuala Lumpur berkilap lebih cemerlang di negara jiran. Berbeda dengan Jawa, penyebaran penduduk di pulau Sumatera lebih terkonsentrasi di kota dan desa.
Foto: NASA Worldview
Jantung Sulawesi di Tanah Luwu
Makassar (bawah) sebenarnya adalah kota terbesar di Sulawesi. Namun justru Tanah Luwu yang terletak antara kota Palopo dan Bonebone yang paling cemerlang. Pasalnya kawasan subur ini didiami oleh lebih dari dua juta penduduk yang kebanyakan hidup dari pertanian.
Foto: NASA Worldview
Papua yang Gulita
Bisa diduga Papua tenggelam dalam kegelapan. Sedikit cahaya bisa dilihat pada kota Jayapura, Oksibil, Marauke, Timika, Sorong dan Manokwari. Uniknya kawasan yang seharusnya paling gelap, yakni puncak Jaya, justru bermandikan cahaya dari tambang Grasberg milik Freeport.
Foto: NASA Worldview
Manado dan Maluku Utara
Pada citra satelit malam, kota Manado terlihat serupa mercusuar di utara Indonesia. Satu-satunya kota yang bisa menyaingi gemerlap kota yang berpenduduk setengah juta jiwa itu adalah Gorontalo (tengah) dan Ternate di Maluku Utara.
Foto: NASA Worldview
Kalimantan Antara Hutan dan Perkebunan
Bagian selatan Kalimantan didominasi oleh hutan dan perkebunan. Cahaya Kalimantan antara lain bersinar dari kota Banjarmasin (kanan bawah), Balikpapan, Samarinda dan Bontang (kanan atas). Adapun Pontianak menjadi satu-satunya kota yang bercahaya di wilayah barat (kiri atas).
Foto: NASA Worldview
7 foto1 | 7
Christian Arbinger, insinyur penerbangan dan antariksa di pusat pengendali Galileo menjelaskan: "Sejak Oktober 2011, dua satelit pertama sistem Galileo telah diluvurkan ke orbitnya, dan dikendalikan dengan sukses oleh tim kami di Oberpfaffenhofen, Jerman."
Ditunjang 30 satelit
Mula-mula Galileo akan ditunjang 18 satelit. Ini proyek raksasa. Persiapannya membutuhkan hingga 100 insinyur dan ilmuwan dari berbagai belahan dunia.
"Tugas kami adalah meluncurkan satelit dengan aman ke orbitnya. Setelah satelit berada di posisi orbiter, kami mengambil alih dan menguji sistem secara seksama. Setelah uji sistem sukses, satelit dioperasikan secara rutin yang akan menghasilkan data navigasi yang penting bagi sistem Galileo", tambah Christian Arbinger
Satelit Galileo pertama diterbangkan ke luar angkasa dengan roket pengangkut Rusia, setelah serelumnya melngalami beberapa masalah teknis. Setelah mencapai posisi orbit geo-stasioner pada ketinggian lebih dari 20.000 kilometer, satelit-satelit akan membentuk jaringan yang meliput setiap sentimeter permukaan bumi.
Hingga tahun 2020 akan ada 30 satelit galileo yang memungkinkan navigasi gratis di bumi. Program ini akan menghabiskan dana lebih dari lima milyar Euro. Harga yang sepadan dengan kemampuan navigasi yang sangat akurat.
(DWInovator)
Satelit Dokumentasikan Bumi
Apakah secara alami atau bukan, yang jelas bumi kita berubah. Bagaimana tepatnya perubahan itu diamati oleh dua satelit: Tandem-X dan TerraSAR-X yang dalam empat tahun terakhir mengambil gambar 3D mengesankan.
Foto: DLR
Bagaikan lukisan
Inilah Gurun Atacama Chili jika dilihat dari pantauan satelit kembar TerraSAR-X dan Tandem-X. Di samping kawasan vulkanik, terdapat hamparan lahan garam Salar de Uyuni seluas 10.000 kilometer persegi dalam bentuk melingkar, bagai wajan berisi garam terbesar di dunia. Warna-warna biru tua ini menandai bagian terdalam dari dataran garam.
Foto: DLR
Teknologi tinggi
Kedua gambar ini adalah potongan sama yang terlihat dari Las Vegas. Gambar kiri diambil oleh Shuttle Radar Topografi Mission (SRTM) pada tahun 2000, yang memperlihatkan kemajuan teknologi satelit.
Foto: DLR
Dokumentasi alam
Rekaman yang diambil oleh TerraSAR-X pada tanggal 12 Maret 2011 ini menunjukkan dari ruang angkasa, berapa banyak pelabuhan kota Jepang dari Sendai yang hancur akibat gelombang tsunami. Wilayah berwarna magenta menunjukkan tingkat kerusakan dalam bentuk batu-batu dan tumpukan puing-puing, daerah biru melambankan area yang terkena banjir.
Foto: DLR
Padat penduduk
Bukan hanya siapapun di tengah yang terlihat, namun bahkan mereka yang berkilo-kilo meter di sekitarnya. Terlihat di sini megacity Istanbul yang luar biasa. Warna kuning merupakan daerah padat penduduk di pusat kota. Hanya sedikit hijau yang tersisa. Dan bahkan di Laut Marmara, kapal tidak luput dari radar TerraSAR-X.
Foto: DLR
Memahami es abadi
Rekaman di Queen Maud Lland ini membantu para ilmuwan untuk lebih memahami gunung es. Di sini Anda dapat melihat di bagian kiri bawah, seperti ada sebuah pulau kecil menghambat beting es yang mengalir. Gunung es A 62 ini sudah sejak September 2010, menyempit hingga tersisa residu 800 meter lebarnya yang menghubungkan dengan hamparan es.
Foto: DLR
Setelah meletus
Inilah penampakan kawasan vulkanik Puyehue-Cordón Caulle pada tanggal 6 Juli 2011, sebulan setelah gunungnya meletus. Di barat laut Puyehue Crater – yang terlihat hampir seperti danau ini, terlihat jelas merupakan bidang yang baru yang terbentuk dari lava. Melalui aliran lava – warna kebiruan dalam gambar ini langsung terhubung ke wilayah timur, dimana terjadi letusan kawah terbaru.
Foto: DLR
Misteri alam
Pancaran radar dari satelit TerraSAR-X menunjukkan pula salju dan es yang menutupi sungai MacKenzie di Kanada. Berdasarkan nuansa warnanya, peneliti dapat menarik kesimpulan tentang pembentukan es dan berbagai substrat.