Robina Jalali Terpilih Pimpin Federasi Atletik Afghanistan
10 Januari 2020
Di Afghanistan, masih sangat sedikit perempuan yang bisa menjadi pemimpin. Pernah berlaga di olimpiade dan pemilu parlemen, kini Robina Jalali menjajal kemampuan memimpin federasi, dan berhasil menang dalam pemilihan.
Iklan
Dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh asosiasi atletik Afghanistan, ANAF, Robina Jalali berhasil dengan suara mayoritas untuk menjadi pemimpin federasi dalam jangka waktu empat tahun. Robina Jalali menjadi pemenang mutlak yang mengantongi 30 suara.
Jalali adalah atlet perempuan Afghanistan pertama setelah jatuhnya rezim Taliban yang berpartisipasi dalam olimpiade. Dia mewakili Afghanistan di olimpiade dua kali, tahun 2004 dan 2008.
Ia juga menjabat sebagai wakil urusan perempuan di Komite Olimpiade Nasional Afghanistan dan juga mewakili masyarakat Kabul di Parlemen Afghanistan.
Robina Jalali adalah seorang perempuan Afghanistan yang tidak biasa. Terakhir kali ia tampil di dunia olahraga untuk negaranya adalah di Olimpiade Beijing- sebagai pelari cepat. Tak hanya di dunia olahraga, ia pun berlaga untuk pemilu parlemen, meskipun kenekatannya untuk berperan besar di sektor publik selalu menempatkannya di bawah ancaman.
Perempuan Afghanistan - Dulu dan Sekarang
Situasi perempuan di Afghanistan banyak mengalami kemunduran sejak dekade 1960an. Ironisnya foto-foto masa lalu ini justru menunjukkan kehidupan modern kaum hawa yang kini tertutup dan terisolir berkat kekuasaan Taliban.
Foto: picture-alliance/dpa
Bebas Berkarya
Dua mahasiswi kedokteran di Universitas Kabul menyimak penjelasan dosen (ka) tentang sebuah organ manusia. Gambar ini diambil tahun 1962. Dulu kaum perempuan aktif berkarya di Afghanistan dan tidak kesulitan mengenyam pendidikan tinggi.
Foto: Getty Images/AFP
Tertutup dan Terisolasi
Sejak Taliban berkuasa, semua perempuan diwajibkan mengenakan burka di tempat-tempat umum. Saat kekuasaan kelompok radikal itu runtuh seiring invasi militer Amerika Serikat, perempuan dibebaskan. Tapi hingga kini cuma sedikit yang berani melepaskan burka.
Foto: Getty Images/A. Karimi
Mode Barat di Jalan Ibukota
Dua perempuan berbusana modern meninggalkan gedung Radio Kabul pada Oktober 1962. Sejak Taliban berkuasa pada dekade 1990an, semua instansi pemerintah dipaksa memecat pegawai perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
"Sumber Malapetaka"
Seorang jurubicara Taliban pernah berucap, wajah perempuan "adalah sumber malapetaka buat laki-laki yang bukan muhrim." Tidak banyak yang berubah di Afghanistan sejak demokrasi berjejak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Persamaan Hak
Pertengahan dekade 1970an perempuan masih menjadi pemandangan normal di lembaga pendidikan tinggi. 20 tahun kemudian universitas dilarang menerima mahasiswi. Kini konstitusi baru Afghanistan menggariskan persamaan antara perempuan dan laki-laki.
Foto: Getty Images/Hulton Archive/Zh. Angelov
Pendidikan Dini
Empat miliar Dollar AS dikucurkan buat memperbaiki situasi kaum perempuan di Afghanistan sejak 2001. Kini organisasi nirlaba Oxfam mencatat sebanyak empat juta bocah perempuan duduk di bangku sekolah. Namun tekanan sosial terhadap perempuan tidak banyak berubah.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Tanpa Batasan Gender
Mahasiswi di Kabul tahun 1981 tidak jengah berkumpul dengan teman laki-lakinya. Dua tahun sebelumnya serdadu Uni Soviet menyerbu negara itu. Invasi Soviet berujung pada sepuluh tahun perang berdarah. Setelahnya, Taliban merebut kekuasaan.
Foto: Getty Images/AFP
Bukan Cuma Burka
Masalah perempuan di Afghanistan tidak banyak berhubungan dengan burka. Tapi kaum perempuan hingga kini masih dibatasi dalam hubungan sosial. Buat mereka ada aturan tak tertulis tentang apa yang boleh dibicarakan, siapa yang boleh ditemui dan kemana seorang perempuan boleh berpergian.
Foto: W.Kohsar/AFP/GettyImages
Perempuan Bersenjata
Sekelompok serdadu perempuan Afghanistan terlibat dalam perayaan setahun revolusi April tahun 1979. Generasi pertama perempuan di militer ini kelak akan menjadi salah satu tulang punggung angkatan bersenjata baru yang dibentuk setelah invasi AS.
Foto: picture-alliance/Bildarchiv
Berjilbab di Medan Perang
Dalam hal ini cuma penampilannya saja yang berubah. Sejak dibentuk kembali tahun 2001, militer Afghanistan kembali menerima perempuan. Khatol Mohammadzai bahkan menjadi perempuan pertama yang mencapai pangkat jendral bintang empat di Hindukush.
Foto: imago/Xinhua
10 foto1 | 10
Di Afghanistan, perempuan masih mengalami masalah untuk berperan besar di sebagian sektor publik. Nilofar Rahmani pernah dirayakan sebagai simbol pembebasan Afghanistan. Namun pilot perempuan pertama asal Hindu Kush itu meminta suaka ke Amerika Serikat. Ia mengklaim mendapat ancaman pembunuhan lantaran profesinya.
Perempuan Afghanistan kembali memperoleh hak mendapat pendidikan, mengikuti pemungutan suara dan hak untuk bekerja sejak tergulingnya Taliban tahun 2001. Tapi menurut berbagai riset, Afghanistan tetap menjadi salah satu kawasan terburuk di dunia bagi perempuan.
Media Zainul Bahri, dosen Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengungkapkan terpilihnya Jalali menunjukkan bahwa perempuan punya hak menjadi pemimpin publik, "Menurut Islam, laki-laki dan perempuan merupakan sama-sama diciptakan dari unsur yang unsur, perempuan dan laki-laki sama-sama terlibat dalam drama kosmis, ketika Adam dan Hawa/Eva sama-sama bersalah, menyebabkan mereka jatuh ke bumi. Perempuan dan laki-laki sama-sama punya potensi yang sama meraih prestasi di bumi dan sama-sama punya potensi yang sama mendapat ridha Tuhan dan hak mendapat surga sehingga keduanya berhak menjadi pemimpin publik."
Anggota parlemen lain, Hawa Nooristani pernah ditembak ketika berkampanye di distrik asalnya, Nooristan.