Biden: Pasukan AS akan Membela Taiwan jika Cina Menyerang
19 September 2022
Presiden AS Joe Biden membuat pernyataan selama wawancara pada program "60 Menit". Usai wawancara, seorang pejabat dari Gedung Putih mengatakan kebijakan AS tentang Cina tidak berubah.
Iklan
Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada hari Minggu (18/09) mengatakan bahwa pasukan AS akan membela Taiwan jika Cina melakukan invasi. Komentar tersebut disampaikannya dalam wawancara di program "60 Menit".
Apa yang Biden katakan?
Ketika ditanya apakah pasukan AS akan membela Taiwan jika Cina menginvasi pulau tersebut, Biden mengatakan "ya, jika sebenarnya, ada serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Biden menegaskan kembali bahwa AS mempertahankan kebijakan "Satu Cina" dan tidak mendukung kemerdekaan Taiwan.
Seorang pejabat dari Gedung Putih mengatakan setelah wawancara bahwa kebijakan AS terhadap Taiwan tidak berubah. Amerika Serikat telah lama mempertahankan kebijakan ambiguitas strategis tentang apakah mereka akan melakukan intervensi militer di Taiwan.
"Presiden telah mengatakan ini sebelumnya, termasuk di Tokyo pada awal tahun ini. Dia juga menjelaskan bahwa kebijakan Taiwan kami tidak berubah. Itu tetap benar," kata juru bicara tersebut.
Pada Mei lalu, Biden ditanya apakah AS akan terlibat secara militer jika Cina menginvasi Taiwan. "Ya … Itu komitmen yang kami buat,” jawabnya. Gedung Putih juga dengan cepat menarik kembali pernyataan itu, dengan mengatakan bahwa kebijakan AS tentang Taiwan tidak berubah.
Menengok Kamp Pelatihan Unit Angkatan Laut Paling Elit Taiwan
Diterima di unit elit Pengintaian dan Patroli Amfibi Taiwan (ARP) sama sulitnya dengan menjadi pasukan SEAL Angkatan Laut Amerika Serikat. Para kandidat harus lolos ujian dan pelatihan berat selama beberapa pekan.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Tangguh seperti pasak baja
Program pelatihan bagi mereka yang ingin bergabung dengan unit angkatan laut elit Taiwan berlangsung selama 10 minggu. Tahun ini, 31 peserta lolos tes untuk mengikuti program ini, tetapi hanya 15 orang yang akan diterima. Di pangkalan angkatan laut Zuoying di Taiwan selatan, tubuh dan jiwa benar-benar diuji — satu latihan mengharuskan peserta tidur di atas beton yang dingin.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Disiram air dingin
Setelah menghabiskan sepanjang hari di laut, peserta pelatihan disiram dengan air dingin. Lelah dan gemetar, mereka berdiri di dermaga. Tujuan dari kamp pelatihan ini adalah untuk menempa para peserta mengembangkan kemauan yang kuat. Tidak peduli seberapa sulit misi mereka, kesetiaan terhadap rekan-rekan mereka, dan angkatan laut harus teguh.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Latihan berat di pantai
Yu Guang-Cang ikut dalam latihan di pantai. Sepintas terlihat seperti latihan senam bis. Namun, sebetulnya peserta melakukan latihan berat, mulai dari "long march" hingga berjam-jam dan latihan di dalam air. Instruktur mereka memiliki reputasi sebagai orang yang tegas tanpa kompromi. Waktu istirahat pendek dan jarang. Sering kali hanya ada waktu untuk minum seteguk dan ke toilet.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Cat perang
Seorang peserta pelatihan berjuang melawan kelelahan saat dia diolesi cat kamuflase. Semua peserta ikut secara sukarela. Kebanyakan ingin menguji coba batas ketangguhannya. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mensimulasikan tantangan berat perang. Komandan angkatan laut mengharapkan, para peserta dapat difungsikan ketika keadaan menjadi sangat gawat.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Hanya semangat baja yang lulus
Para kandidat menghabiskan sebagian besar waktu mereka di laut atau kolam renang. Mereka harus belajar menahan napas untuk waktu yang cukup lama, berenang dengan peralatan tempur lengkap, dan menyerbu pantai dari laut. Sering kali untuk aksinya kaki dan tangan mereka diikat. Latihan ini bukan untuk mereka yang cengeng.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Mendekati batas peregangan
Para peserta tidak hanya harus lulus tes kekuatan dan daya tahan, mereka juga menghadapi beberapa latihan peregangan ekstrem. Ou Zhi-Xuan yang berusia 25 tahun menangis kesakitan saat dia diregangkan mendekati batas kelenturan. Jika ada yang melawan instruktur saat berada di bawah tekanan berat, mereka segera dikeluarkan dari program ARP.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Dihina dan dilecehkan
Tentu saja, para kandidat harus berlatih sambil mengenakan perlengkapan tempur. Mereka harus menghadapi semburan pelecehan dan penghinaan dari instruktur unit elit angkatan laut. Pesrta mendapat istirahat satu jam setiap enam jam. Selama waktu ini, mereka harus makan, biasanya bawang putih untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, mendapatkan bantuan medis, pergi ke toilet, dan tidur.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Jalan berbatu menuju surga
Latihan terakhir disebut "jalan menuju surga." Peserta pelatihan harus mengatasi rintangan yang unik. Mereka dipaksa untuk merangkak, praktis telanjang, di jalan berbatu, dan melakukan push-up, meskipun mereka sudah lelah dari minggu-minggu sebelumnya. "Saya tidak takut mati," kata salah satu peserta pelatihan, Fu Yu, 30 tahun.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Diberi selamat dengan bunyi lonceng
Xu De-Yu menandai akhir dari kamp pelatihan ARP dengan membunyikan lonceng. Dia adalah salah satu yang "beruntung" lulus ujian. "Tentu saja, kami sama sekali tidak akan memaksa siapa pun, semua orang ada di sini secara sukarela," tegas instruktur Chen Shou-lih, 26. Pesannya kepada para peserta: "Kami tidak akan menyambut Anda bergabung begitu saja, hanya karena Anda ingin datang." (rs/as)
Foto: ANN WANG/REUTERS
9 foto1 | 9
Meningkatnya ketegangan di Taiwan
Kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi bulan lalu ke Taipei telah menyebabkan meningkatnya ketegangan antara Beijing dan Washington. Cina mengatakan AS "bermain dengan api" sehubungan dengan kunjungan Pelosi dan memulai latihan militer di sekitar pulau itu, yang dianggapnya sebagai wilayah Cina.
Kemudian, delegasi tingkat tinggi Prancis juga mengunjungi Taiwan.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan kepada DW bahwa Cina telah mengungkapkan strateginya untuk invasi masa depan pulau itu.
Pada tanggal 2 September, Departemen Luar Negeri AS menyalakan potensi kesepakatan senjata senilai $1,1 miliar dengan Taiwan yang mencakup penjualan rudal anti kapal dan rudal anti serangan udara serta sistem pengawasan radar.
Di bawah undang-undang yang disahkan oleh Kongres, AS diharuskan menjual perlengkapan militer Taiwan.
Iklan
Kejelasan strategi AS
Fang Yu-Chen, seorang profesor ilmu politik di Universitas Soochow di Taiwan, mengatakan kepada DW bahwa ambiguitas strategis AS kini menjadi lebih strategis dan tidak terlalu ambigu. “Saya pikir ini adalah proses penyesuaian dari ambiguitas strategis ke kejelasan strategis. Sementara (Biden) mengatakan AS akan membela Taiwan, dia tidak merinci bagaimana AS akan membela Taiwan, yang menunjukkan ambiguitas strategis tidak berubah, selalu seperti itu," ujarnya.
Lev Nachman, seorang profesor ilmu politik di National Chengchi University di Taiwan, mengatakan kepada DW bahwa ada celah antara Biden dan Gedung Putih, di mana "Gedung Putih bertindak dalam satu cara dan Biden berbicara dan bertindak dengan cara lain."
“Ketika tiba saatnya untuk bertindak, dapat menyebabkan hasil yang sangat berbeda dari apa yang mungkin dipikirkan Biden bahwa dia memiliki kapasitas untuk melakukannya,” bantah Nachman.
“Ini bukan pertama kalinya Biden mengatakan komentar seperti itu, dan kami tahu bahwa Biden cenderung membuat komentar semacam ini yang melanggar kebijakan AS. Kemungkinan Cina juga tahu bahwa Biden rentan untuk membuat komentar ini, dan juga tahu bahwa dia cenderung tidak sejalan dengan kebijakan AS," katanya, seraya menambahkan bahwa komentar itu memberi Beijing "alasan" untuk membuat ancaman terhadap Taipei St. Petersburg.