1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bisnis Senjata Perancis-Libya

3 Agustus 2007

Perundingan rahasia antara presiden Perancis, Nicolas Sarkozy dengan pemimpin revolusi Libya Muammar al Gaddafi menyangkut kesepakatan perdagangan senjata, memicu reaksi cukup keras di Eropa.

Sarkozy dan Gadaffi bertemu di Tripolis
Sarkozy dan Gadaffi bertemu di TripolisFoto: AP

Juga kesepakatan itu membuat pemerintah Jerman merasa tersinggung. Sejumlah harian Eropa menyoroti dengan tajam kesepakatan perdagangan senjata antara Perancis dan Libya. Sarkozy harus menjelaskan perundingannya dengan Libya. Demikian ditulis dalam tajuk harian Perancis Le Monde yang terbit di Paris. Amat logis, jika seorang diktator seperti Muammar al Gaddafi membebaskan sanderanya para perawat Bulgaria, jika diiming-imingi tebusan menggiurkan. Memang versi resminya menyebutkan, pembebasan para perawat merupakan sukses perundingan alot yang digagas Sarkozy dan istrinya. Kini terlihat jelas, Sarkozy yang mengembar-gemborkan sebuah republik yang jujur, bertindak tidak transparan dan melakukan upaya manipulasi pendapat umum. Tentu saja, diplomasi rahasia memang harus tetap ada. Namun keterangan yang diberikan tidak cukup. Lebih cepat Sarkozy menjelaskan, itu lebih baik.

Sementara harian Perancis lainnya Dernieres Novelles d’Alsace mengomentari dampak dari perundingan rahasia itu, terhadap hubungan diplomatik Perancis-Jerman. Paris dan Berlin memang terus mencoba membantah, adanya ketidakselarasan diantara kedua negara, setelah Sarkozy meraih kekuasaan. Kelihatannya terdapat iritasi di Jerman, melihat gaya politik Sarkozy. Terutama di kalangan sosial demokrat Jerman, yang secara terbuka menunjukkan kekesalannya terhadap gaya reklame Perancis, yang menonjolkan sukses membebaskan para perawat Bulgaria secara berlebihan. Jerman juga tidak dapat menerima rencana penjualan reaktor atom Perancis ke Libya.

Juga harian Belgia De Morgen mengomentari kegusaran Berlin menyangkut kesepakatan bisnis senjata antara Perancis dengan Libya. Terutama Jerman menolak pemasokan senjata ke bekas rezim teror, dengan melihat kembali ke tahun 80-an, dimana Libya mendalangi dilancarkannya serangan teror ke sebuah diskotek di Berlin. Juga langkah Sarkozy yang bertindak sebagai pahlawan tunggal dalam pembebasan perawat Bulgaria, ditanggapi dengan sinis di Berlin. Mitra Uni Eropa juga tidak diberi tahu rencana Paris memasok reaktor nuklir ke Tripolis. Sekarang, bahkan Perancis kemungkinan menjual roketnya ke Libya. Dampaknya dapat terjadi kerugian dalam hubungan diplomatik Paris-Berlin.

Terakhir harian Belgia lainnya La Libre Belgique mengomentari dengan tajam kesepakatan perdagangan senjata antara Perancis dengan Libya, setelah dibebaskannya para perawat Bulgaria dan seorang dokter, yang ditahan selama 8 tahun di Libya. Harian yang terbit di Brüssel ini dalam tajuknya menulis : Anak Muammar al Gaddafi, Saif el Islam dalam wawancara dengan surat kabar Perancis, tanpa tedeng aling-aling menyebutkan, pembebasan perawat Bulgaria, dikaitkan dengan janji imbalan dari Perancis dan Inggris. Khususnya menyangkut bisnis senjata antara Perancis dan Libya. Presiden Nicolas Sarkozy hanya mengeluarkan bantahan singkat, menyangkut kaitan hal tsb. Kini kelompok oposisi kiri menuntut penjelasan kantor kepresidenan menyangkut kesepakatan perdagangan senjata dengan Libya.