1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Blogger Sorot Isu Pendidikan Seks dan Kesehatan Perempuan

29 Juni 2018

Lewat media sosial, aktivis prempuan Kamboja Catherine Harry membahas isu pendidikan seks, kesehatan perempuan dan masalah gender. Gaya provokatifnya menyulut debat pro-kontra.

Kambodschanische Bloggerin Catherine Harry
Foto: AFP/Getty Images/Tang Chhin Sothy

Sebuah episode video tentang puisi Kamboja dari abad ke-19 yang sangat terkenal baru-baru ini merebut perhatian publik dan menyulut debat hangat di Kamboja. Puisi itu dulu diajarkan di sekolah-sekolah Kamboja dan misalnya menyarankan perempuan untuk tidak tertawa terlalu keras.

Video aktivis perempuan Kamboja Catherine Harry itu dalam waktu sekejap dilihat lebih 300 ribu orang. Catherine sendiri masuk dalam daftar "30 orang di bawah usia 30" yang dianggap paling berpengearuh di Asia versi majalah Forbes 2018.

Catherine Harry, yang menggunakan nama pilihannya sendiri dan "membuang" nama aslinya lebih 10 tahun lalu, mengikuti jejak banyak penulis Kamboja yang sekarang beralih ke internet dan rajin menulis blog dan aktiv di media sosial.

Tapi dari sekian banyak penulis blog di Kamboja, hanya sedikit yang berani menyentuh tema sensitif tentang pendidikan seks dan masalah gender. Catherine Harry mengupas hal itu secara gamblang dalam video-video pendek yang diproduksi di apartemennya.

Dia misalnya membahas tema tabu seks pranikah, atau apakah menonton film porno dalam suatu hubungan baik atau tidak. Selain itu, dia juga berbicara tentang kanker serviks dan isu pelecehan dan kekerasan seksual, termasuk kampanye #MeToo.

Data statistik menunjukkan, memang ada kebutuhan mendesak membahas kekerasan seksual dalam masyarakat Kamboja yang masih sangat patriarkis. Dalam studi PBB tahun 2014, 20 persen pria Kamboja mengaku mereka pernah melakukan perkosaan.

Isu sensitif

Catherine Harry mengatakan, apa yang dilakukannya telah membantu memicu perdebatan, tetapi orang seperti dia, yang berani mengangkat isu-isu sensitif itu, masih sering disalahkan dan bahkan menjadi korban kekerasan.

"Kalau seorang wanita berbicara tentang pengalamannya dengan kekerasan atau pelecehan seksual, dia akan ditolak oleh masyarakat, oleh keluarganya, oleh teman-temannya," katanya.

Catherine yang pernah kuliah jurusan media massa di Universitas Pannasastra di Phnom Penh, mulai membuat video blog (vlog) awal 2016, dan sekarang hal ini menjadi kegiatan utamanya.

"Saya tidak ingin semua orang setuju dengan saya, tetapi saya ingin orang-orang mulai mempertanyakan (apa yang terjadi dalam) masyarakat," jelasnya.

Foto: Getty Images/AFP/T.C. Sothy

Disebut monster seks

Salah satu video yang diposting tahun lalu berurusan dengan keperawanan perempuan, sebuah isu sensitif di negara di mana banyak perempuan diharapkan masih perawan sebelum memasuki pernikahan.

"Wanita bukan vagina berjalan, benda yang hanya berharga ketika mereka belum disentuh, atau sebuah kain putih yang ternoda, dan tidak bisa dibersihkan," katanya dalam sebuah posting yang dilihat lebih dari 2 juta kali.

Catherine menceritakan, banyak lelaki yang melecehkannya dengan mengirim gambar-gambar porno ke akunnya. Dia juga sering dituduh merendahkan budaya Khmer dan berbuat tidak senonoh.

"Aku disebut monster seks," katanya. "Tetapi sekali lagi, banyak anak muda terinspirasi oleh apa yang saya lakukan."

hp/vlz (afp)