BNPT mendeteksi lebih dari 600 situs atau akun potensi radikal sepanjang Januari hingga Desember 2021. Kepala BNPT Boy Rafli Amar mengatakan tren propaganda di media sosial mengalami kenaikan.
Iklan
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat pandemi COVID-19 meredam potensi-potensi aksi terorisme, tapi tidak untuk propaganda. Pantauan BNPT, tren propaganda di media sosial (medsos) justru naik saat pandemi virus Corona.
"Tren potensi radikalisme dan terorisme turun saat COVID. Namun, tren propaganda di medsos naik," kata Kepala BNPT Boy Rafli Amar, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (29/12).
Sepanjang Januari hingga Desember 2021, BNPT berhasil mendeteksi lebih dari 600 situs atau akun potensi radikal. BNPT juga menemukan 650 konten propaganda dengan rincian, 409 konten soal informasi serangan, 147 konten anti-NKRI, 85 konten anti-Pancasila, 7 konten intoleran dan 2 konten takfiri. Terdapat juga 40 konten pendanaan dan 13 konten pelatihan.
Negara yang Pernah Batasi Media Sosial Dalam Keadaan Darurat
Heboh WhatsApp, Facebook dan Twitter tidak bisa diakses pasca-kisruh 22 Mei ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara lain ternyata juga pernah melakukan hal serupa. Negara mana saja dan apa alasan pemblokiran?
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Indonesia
61.000 akun Whatsapp, 640 akun Instragram, 848 akun Twitter, 551 akun facebook diblokir pascakerusuhan akibat penolakan hasil Pemilu 2019. Warganet juga terkena imbas karena akses sosial media dibatasi. Meski ada saja netizen yang coba mengakses internet melalui VPN. Menurut Menkominfo Rudiantara ini adalah cara agar berita hoaks dan gambar provokatif tidak beredar memperkeruh suasana.
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Sri Lanka
Akibat banyaknya berita hoaks tersebar pasca-peristiwa bom bunuh diri Paskah (21/04), pemerintah Sri Lanka menutup jejaring sosial Facebook, Twitter, YouTube, Instagram dan WhatsApp selama 9 hari. Bom yang menewaskan 258 orang dan menyebabkan 500 orang terluka diduga didomplengi ISIS. Banyak yang mengaku menggunakan VPN dan TOR agar tetap bisa berkomunikasi dengan keluarga dan kerabat dekat.
Foto: Getty Images/L. Wanniarachchi
Bangladesh
Pemerintah menghentikan layanan internet 3G dan 4G sebelum pemilu untuk jaga keamanan negara dan mencegah penyebaran desas-desus, menurut Asisten Direktur Senior BTRC, Zakir Hossain Khan Desember 2018 lalu. Bangladesh bahkan menutup akses terhadap portal berita populer, Poriborton.com Selasa (21/05) karena laporannya menyebabkan kemarahan badan intelijen militer Bangladesh
Foto: DW/A. Islam
Sudan
Awal Januari 2019, pemerintah Sudan juga menutup akses media sosial populer setelah kerusuhan berlangsung selama dua minggu. Saat itu, warga protes agar Presiden Omar Al-Bashir turun dari jabatannya setelah berkuasa 20 tahun. Menurut Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Nasional Sudan, Salah Abdallah, pemblokiran sosial media sudah jadi bahan perbincangan sejak kisruh terjadi 21 Desember 2018.
Foto: Reuters/M. Nureldin Abdallah
Iran
Sejak 2018, aplikasi Telegram diblokir pemerintah karena dianggap telah digunakan sejumlah pihak anti-pembangunan di Iran. 40 dari 46 juta pengguna media sosial di Iran menggunakan Telegram untuk banyak hal, mulai dari berjualan pakaian hingga mencari dokter. Media sosial seperti Facebook dan Twitter sudah ditutup sejak tahun 2009.
Foto: picture alliance/dpa/D. Feoktistov/TASS
Rusia
Pertengahan tahun 2018, pemerintah Rusia juga menutup akses Telegram, aplikasi pesan instan yang dianggap aman dan terenkripsi baik. Bahkan pemerintah mengancam pemblokiran akses VPN untuk mengakses situs terlarang. Badan sensor Rusia telah mengirim notifikasi pemblokiran oleh 10 penyedia VPN di Rusia, di antaranya seperti KNordVPN, Hide My Ass! dan Kaspersky Secure Connection sejak April 2018.
Foto: picture alliance/dpa/V. Prokofyev
Cina
Cina memiliki platform media sosial sendiri yang dikelola oleh negara, seperti WeChat, Weibo, QQ dan YouKu. Media sosial besar seperti Facebook, YouTube dan WhatsApp tidak bisa diakses. Lewat sistem poin (scoring system), kebebasan berekspresi baik melalui media sosial maupun telepon kini dimonitor penuh oleh pemerintah. Ed: ss/ts (Reuters, AFP)
Foto: picture-alliance/dpa
7 foto1 | 7
Ratusan akun radikal sudah di-takedown
BNPT memastikan ratusan akun potensi radikal, berikut konten-kontennya, sudah diturunkan (di-takedown). BNPT bekerja sama dengan Ditjen Aptika Kemenkominfo.
Iklan
Boy Rafli menuturkan upaya pencegahan penyebaran konten propaganda terorisme, juga membantu penurunan Indeks Risiko Terorisme (IRT) Target dan Pelaku. Di mana, IRT Target 2021 berada di angka 52,22% dan IRT Pelaku di angka 30,29%.
Selain itu, BNPT juga melaporkan penanganan Foreign Terrorist Fighters (FTF). BNPT, bersama sejumlah pihak berwenang, sedang mengkoordinasikan, memvalidasi dan menyinkronkan data WNI berstatus FTF.
Foreign Terrorist Fighters dapat diartikan sebagai sebuah perjalanan ke tanah asing dengan maksud terlibat dalam kegiatan, rencana atau pelatihan terorisme serta terlibat konflik bersenjata.
"Selama 2021, Satgas Penanggulangan FTF melakukan proses validasi bersama dengan Dirjen Imigrasi, Dirjen Bea Cukai dan Densus 88 Antiteror Polri, terhadap WNI yang berada di Zona Konflik Suriah. Sepanjang 2021, Satgas Penanggulangan FTF telah melakukan validasi sebanyak 529 profil," ungkap Boy Rafli.
Rekapitulasi BNPT, WNI berstatus FTF menyebar ke sejumlah negara, antara lain di Suriah dan Irak sebanyak 2.127 orang, Filipina 35 orang, dan Afganistan 23 orang. Sebanyak 13 WNI berstatus FTF yang dideportasi dari berbagai negara.
Dari 13 WNI, 3 orang di antaranya telah dipulangkan ke daerah asal, dan 10 orang lainnya masih menjalani proses deradikalisasi di Rumah Perlindungan Trauma Center (BNPT) Bambu Apus, Jakarta Timur. (Ed: ha/rap)