1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Board Game Karya Anak Bangsa Unjuk Gigi di SPIEL 2019

Putra Andhika Nugraha
29 Oktober 2019

Mulai dari kisah dukun hingga suku Korowai dari pedalaman Papua, 20 tema-tema eksotis diangkat menjadi permainan dan dibawa ke pameran board game di Essen Jerman. Ayo lihat keseruan permainannya!

Spielemesse Essen 2019 | Indonesien
Pengunjung stan Indonesia di pameran SPIEL 2019Foto: DW/P. Nugraha

20 judul board game dibawa mewakili Indonesia ke pameran SPIEL 2019, salah satu pameran permainan terbesar di dunia yang digelar di Essen, Jerman. Lewat proses penjurian yang dilakukan sebelum diberangkatkan ke Jerman, enam judul board game dipilih untuk menjadi sorotan di stan Indonesia. Proses ini dilakukan guna mencari judul-judul permainan yang memiliki potensi besar untuk pasar internasional. 

Ketua  Asosiasi Pegiat Industri Board Game Indonesia (APIBGI), Andre Dubari menyampaikan dengan memberikan panggung kepada pembuat permainan-permainan ini di kancah internasional, apalagi dengan kerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF), kesempatan untuk mendapat lisensi dari penerbit-penerbit besar dunia menjadi lebih besar dan menunjukkan keseriusan Indonesia dalam industri ini.

Andre pamerkan dua board game Indonesia favoritnyaFoto: DW/P. Nugraha

Andre juga mencontohkan, board game berjudul Timun Mas akan diterbitkan oleh penerbit Blue Orange asal Prancis di tahun 2020 di sekurangnya 26 negara.

"Bayangkan, permainan yang terinspirasi dari cerita rakyat Indonesia akan dimainkan oleh anak-anak di seluruh dunia hingga mereka tahu bahwa Timun Mas itu cerita dari Indonesia. Selain itu, board game asal Indonesia dinilai eksotis karena cerita yang diangkat biasanya terinspirasi dari budaya dan cerita asli tanah air," ujar Andre.

Rela rogoh kocek demi bermain

Setiap tahunnya, penggila permainan akan datang, bahkan tahun ini jumlah pengunjung pecahkan rekor menjadi 209,000 orang. Salah satunya di antaranya adalah Stephan Sonny. Pegiat board game dari Indonesia yang berdomisili di Jerman itu selalu menyempatkan waktu setiap tahun untuk mengikuti tren permainan dunia. 

Stephan Sonny, co-founder meepleeksyen.comFoto: DW/P. Nugraha

Tak sekadar menikmati pameran, ia juga akan membeli banyak board game untuk di review di website buatannya meepleeksyen.com. Di laman itu, bersama teman-temannya mereka akan membahas seluk beluk board game terbaru. Co-founder meepleeksyen itu tidak meragukan keunikan permainan Indonesia, meski masih ada catatan yang patut diperhatikan. 

"Board game asal Indonesia itu bersaing, namun ada beberapa hal yang harus dibenahi dan diperhatikan bila ingin produknya dimainkan oleh pasar yang lebih besar. Antara lain, ikuti tren yang ada, kenali keinginan dan lokasi pasar, apakah pasar Eropa atau Amerika yang akan lebih menguntungkan untuk jenis-jenis board game kita dan perbaiki komponen pendukung permainan," ujar Stephan kepada DW Indonesia. 

Sampai saat ini, Stephan telah menulis sekitar 30 ulasan tentang board game di websitenya dan mengaku bisa menghabiskan hingga 250 Euro, setara 4 juta Rupiah per bulan hanya untuk membeli board game yang akan ia ulas.

Pengunjung mencoba permainan "The Forbidden Ritual" karya MSBR Studio, pembuat board game asal IndonesiaFoto: DW/P. Nugraha

Board game semakin diminati

Bila kita bicara tentang board game atau permainan papan, mungkin Monopoli atau Ular Tangga adalah nama-nama yang pertama kali muncul di kepala kita. Umumnya, permainan online jauh lebih digemari daripada sekadar bermain sejenis monopoli. Tapi bagi para pengunjung SPIEL 2019, interaksi dengan pemain lain di atas papan game yang dimainkan secara langsung bersama partner lebih menarik dan tidak dapat tergantikan dibandingkan dengan game online. 

"Untuk main board game, para pemain harus hadir duduk bersama dan berinteraksi secara langsung, saya kira itu adalah nilai yang paling penting dan akan makin sulit ditemukan di era yang akan semakin terdigitalisasi ini," ujar Andre, Ketua APIBGI.

Antusiasme pengunjung bisa dilihat saat berada di stan Indonesia. Tak sedikit yang datang untuk mencoba-coba permainan bersama pengunjung lainnya hingga membeli beberapa board game sekaligus. Yang ikut bermain sangat beragam, ada yang datang bersama keluarga, namun tak sedikit yang berasal dari komunitas board game.

Pontensi Indonesia

Pameran tahunan yang dimulai sejak 2015 ini memang menjadi kiblat industri para penikmat hingga penerbit permainan board game. Selama empat hari, dari 24 hingga 27 Oktober 2019, pelaku kreatif dari Indonesia harus berupaya menarik perhatian para penerbit permainan Eropa, agar tak hanya Timun Mas saja yang mendapat lisensi. 

Josua P.M. Simanjuntak, Deputi Pemasaran BEKRAFFoto: DW/P. Nugraha

"Dengan hadirnya stan Indonesia di hall 3 bersama nama-nama besar industri board game, ini sudah menunjukkan kesungguhan Indonesia, yang juga dibantu badan dari pemerintah, mendorong pelaku-pelaku industri board game untuk menjadi lebih termotivasi untuk unjuk gigi di kancah Internasional. Tentunya board game juga menjadi salah satu instrumen diplomasi yang sangat baik," kata Deputi Pemasaran BEKRAF, Josua P.M. Simanjuntak kepada DW Indonesia.

Peran pemerintah seperti BEKRAF menjadi signifikan dalam memfasilitasi para pelaku kreatif tanah air untuk berkreasi hingga bertemu pasar, agar pelaku bisnis Indonesia dapat menghasilkan nilai-nilai ekonomi dari karya yang mereka ciptakan. 

Tahun ini, ada sekitar 1,200 eksibitor yang memamerkan karya-karya kreatif di area pameran yang mencapai 86,000 meter persegi atau setara dengan 10 kali lapangan bola itu. Pengunjung SPIEL sangat beragam mulai dari anak-anak, kalangan pelajar, orang tua, hingga kakek dan nenek pun bisa ditemukan di sini untuk satu tujuan: bersenang-senang! (pn/ts)