1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Boeing Akan Hentikan Produksi Jumbo Jet 747 Tahun 2022

30 Juli 2020

Pabrik pesawat Boeing akan mengakhiri produksi pesawat bersejarah tipe 747, yang pernah menjadi jet penumpang terbesar dunia. Industri penerbangan saat ini sedang berjuang menghadapi dampak pandemi corona.

Tiga pesawat Boeing 747 milik maskapai penerbangan Qantas diparkir di California dan tidak dioperasikan lagi.
Pesawat Boeing 747 milik maskapai penerbangan Qantas yang didaratkan di California, ASFoto: picture-alliance/Zuma/G. Blevins

Produsen pesawat AS Boeing hari Rabu (29/7) mengumumkan akan menghentikan produksi jumbo jet 747 pada tahun 2022, di tengah krisis industri penerbangan akibat pandemi virus corona saat ini.

Sebelumnya, pesaing utama Boeing dari Eropa, Airbus, juga sudah mengumumkan akan mengakhiri penggunaan pesawat raksasa tipe A380, yang mencatat rekor sebagai pesawat terbang terbesar dunia mengalahkan Boeing 747.

Boeing hingga saat ini sudah menjual lebih dari 1500 pesawat tipe 747 yang laku keras, sedangkan Airbus, yang memulai produksi A380 15 tahun lalu, baru menjual sekitar 250 buah pesawat. Untuk waktu lama, Boeing 747 telah menjadi pesawat ikonik yang merajai dunia penerbangan.

Penerbangan komersial pertama dengan pesawat Boeing 747 di bandara Heatthrow, London, Inggris, 21 Januari 1970 Foto: Getty Images/AFP

Boeing 747 bersejarah, tapi prospek suram

Pesawat Boeing 747 adalah pesawat pertama yang dijuluki jumbo jet dan melakukan penerbangan perdananya tahun 1969 dengan kapasitas lebih dari 600 penumpang. Namun dalam perkembangan industri penerbangan akhir-akhir ini, pesawat berbadan besar menjadi semakin tidak menguntungkan bagi maskapai penerbangan, karena biaya tinggi bahan bakar jet.

Selain itu, dengan banyaknya jalur penerbangan dan pesaing baru di pasar internasional, banyak maskapai makin mengandalkan pesawat yang lebih kecil dan lebih fleksibel dengan biaya operasional lebih rendah.

Dengan meluasnya pandemi corona dan kebijakan lockdown maupun pembatasan di berbagai negara dunia, nyaris semua maskapai penerbangan mengalami guncangan. Boeing sendiri pada kuartal kedua 2020 mengumumkan kerugian sekitar 2,4 miliar dolar AS, dengan prospek suram di masa depan.

Asosiasi penerbangan internasional IATA hari Selasa (28/7) menerangkan, mereka tidak mengharapkan perjalanan udara akan pulih ke tingkat pra-pandemi sampai setidaknya tahun 2024.

Sebelumnya sudah tersandung kasus 737 Max

"Kenyataannya adalah bahwa dampak pandemi pada sektor penerbangan akan tetap parah," kata Direktur Utama Boeing David Calhoun hari Rabu (29/7). "Tekanan pada pelanggan komersial kami berarti bahwa mereka menunda pembelian jet, memperlambat pengiriman (pesawat), menunda perawatan elektif, dan menghentikan operasi pesawat yang lebih tua untuk mengurangi pengeluaran - itu semuanya memengaruhi bisnis kami”, katanya.

Selain dampak pandemi, Boeing juga menghadapi masalah besar dengan model 737 Max, yang mengalami dua kecelakaan fatal di Indonesia dan di Ethiopia dan mengakibatkan sejumlah maskapai membatalkan pemesanan pesawat mereka. Pesawat yang dioperasikan oleh Lion air dan Ethiopian Air itu jatuh sesaat setelah lepas landas karena kesalahan piranti lunak pada sistem pegendalian otomatis MCAS yang digunakan Boeing.

David Calhoun juga mengatakan, dengan kinerja kuartal kedua yang buruk, berarti makin banyak tenaga kerja yang harus dikurangi. Awal tahun ini, Boeing sudah mengumumkan akan mengurangi 10 persen tenaga kerjanya, atau sekitar 16.000 pekerja.

hp/as (afp, ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait