1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bonn Jadi "Pusat" Iklim Global

6 November 2017

Kota Bonn jadi lokasi penyelenggaraan Konferensi Iklim Internasional COP 23, tanggal 6-17 November. Apa yang diharapkan pemerintah lokal, NGO dan penduduk kota?

Deutschland Aufbau UN-Klimakonferenz
Foto: picture-alliance/dpa/R. Vennenbernd

Menjelang digelarnya konferensi iklim tahun ini, dua hal sudah jadi pusat perhatian. Yang pertama adalah bayangan kelam mengancam berupa penarikan diri AS  di bawah Donald Trump dari Kesepakatan Paris. Kedua, para negosiator iklim dituntut untuk membicarakan rincian untuk merumuskan "buku peraturan" cara melaksanakan kesepakatan. Perincian itu nantinya akan diajukan untuk disahkan dalam KTT iklim di Polandia tahun depan.

Setelah beberapa tahun berusaha mengikutsertakan semua negara di dunia, ini waktunya mengambil langkah konkret. Tapi hal tupun tetap jadi tantangan utama. Ini terutama jadi tantangan bagi negara-negara kepulauan yang paling menderita akibat perubahan iklim. Untuk menekankan kesengsaraan mereka sebagai akibat perubahan iklim, Fiji jadi presiden COP 23. Memang yang paling menderita harus didengar, kata PM Fiji, Frank Bainimarama. Tapi pada akhirnya tak ada satupun orang yang bisa lari dari perubahan iklim.

Langkah kecil oleh berbagai pihak

Pemanasan global adalah topik besar yang perlu ditangani dengan dimulai dari langkah kecil, baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional. Oleh sebab itu, pemerintah lokal akan memainkan peranan penting. Jadi yang hadir dalam konferensi bukan wakil dari tingkat pemerintah negara saja. Mereka didukung pemerintah tingkat kota dan perusahaan yang bergerak disektor iklim dengan ide progresif.

Moritz Schmidt ikut mewakilil pemerintah negara bagian Nord Rhein-Westfalen (NRW) Jerman, dalam kelompok regional di bidang "sustainability" atau keberlanjutan. Tanggal 14 November nanti, ia akan menyampaikan presentasi tentang kemitraan di tingkat regional dengan negara seperti Nikaragua dan Peru. Menurut Schmidt, aktor lokal berperan besar dalam meningkatkan ambisi terkait perlindungani iklim.

Perlindungan iklim dengan hentikan penggunaan batu bara

Bagi Dirk Jansen, ketua bidang kebijakan pada perhimpunan organisasi di bidang lingkungan hidup dan alam BUND tingkat negara bagian NRW, penghentian penggunaan batu bara sebagai sumber energi adalah prisip dasar bagi keberlanjutan. Untuk mendukung upaya itu, ia akan ikut berdemonstrasi bersama aktivis lain 4 November mendatang.

Demonstran dan organisator sepakat, COP 23 adalah kesempatan terakhir untuk berjuang mencegah perubahan iklim. Jansen juga mendukung pemerintah Jerman yang memberikan investasi besar berupa uang, waktu dan sumber daya lain bagi konferensi. Menurutnya ini bukan sekedar masalah keadilan menyangkut iklim, melainkan masalah eksistensi manusia.

Penyelenggaraan konferensi bukan hal mudah

Jika dunia bertemu sekali setiap tahun untuk berbicara tentang perlindungan iklim, ada hal penting yang diperlukan: waktu, uang dan tempat. Tapi dalam menghadapi penyelenggaraan Konferensi Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ke-23 (COP) di Bonn pekan depan, ada hal lain yang jadi syarat juga, yaitu: kesabaran dan urat syaraf yang kuat. Kalau memenuhi semua persyaratan hal lain bisa berjalan baik, karena 196 pihak yang terlibat harus menandatangani langkah-langkah kongkret untuk melaksanakan Kesepakatan Paris, setelah berdiskusi dua pekan, dari 6 sampai 17 November.

Sebenarnya tuan rumah konferensi adalah Fiji. Tapi Jerman jadi tuan rumah secara teknis. Untuk itu pemerintah Jerman sudah mengerahkan anggaran total 117 juta Euro (atau 135,5 juta Dolar). Mengingat konferensi akan diselenggarakan di kawasan tepi sungai Rhein, pemerintah menempatkan instalasi anti banjir. Untuk itu saja sudah dikeluarkan 2 juta Euro atau sekitar 30 milyar Rupiah. Untuk menerima sekitar 25.000 orang yang berpartisipasi dalam konferensi, Bonn mendirikan kota tenda yang besarnya delapan kali lapangan sepak bola.

"Desa tenda" seluas delapan kali lapangan sepak bola didirikan di sekitar lokasi konferensiFoto: picture-alliance/dpa/O. Berg

Sebagian warga kota Bonn sudah khawatir, akan terjadi huru-hara seperti di akhir KTT G20 di Hamburg. Walaupun pemerintah kota Bonn optimis, sebagian warga tidak yakin kota Bonn mampu menangani konferensi sebesar ini. Karena 25.000 tamu tidak hanya perlu makanan dan tempat menginap, tapi juga fasilitas transportasi. Sebagian sudah direncanakan menginap di kota lain seperti Köln dan Koblenz.

Tapi konferensi tahun ini akan berbeda. Ini bukan hanya yang terbesar yang pernah diadakan di Jerman, tapi juga "konferensi iklim PBB yang paling hijau," demikian dikatakan Nick Nuttall dari badan PBB yang menangani masalah iklim, UNFCCC.

Penulis: Heleda Weise (ml/as)