Boris Johnson dan Jeremy Hunt Bertarung Memimpin Inggris
21 Juni 2019
Mantan wali kota London Boris Johnson dan Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt akan bersaing merebut kursi pimpinan Partai Konservatif sekaligus menggantikan Perdana Menteri Theresa May.
Iklan
Pertarungan di Partai Konservatif untuk menggantikan Perdana Menteri Inggris Theresa May yang mengundurkan diri akhirnya menyisakan dua calon terkuat: Boris Johnson dan Jeremy Hunt.
Boris Johnson, yang juga pernah menjabat sebagai menteri luar negeri, mendapat dukungan terbanyak dari anggota Fraksi Partai Konservatif di parlemen. Dalam putaran kelima dan terakhir yang menyisakan dua dari seluruhnya sepuluh 10 kandidat, Johnson mendapat 160 suara. Jeremy Hunt berada di posisi kedua, namun suaranya terpaut jauh dengan hanya 77 suara. Menteri Lingkungan Michael Gove berada di peringkat ketiga dengan 75 suara dan tersingkir dari persaingan bersama kandidat-kandidat lain.
"Saya berharap bisa berkeliling Inggris untuk menetapkan rencana saya memenuhi Brexit, menyatukan negara kita, dan menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi semua," tulis Johnson di Twitter setelah pemungutan suara putaran terakhir.
Sedangkan Jeremy Hunt mengaku tertinggal jauh, tapi tetap berharap akan ada kejutan: "Saya underdog - tetapi dalam politik, kejutan bisa terjadi, seperti yang terlihat hari ini," tulisnya di Twitter.
Keputusan terakhir tentang siapa yang akan memimpin Partai Konservatif dan menjadi Perdana Menteri Inggris yang baru, sekarang ada di tangan sekitar 160.000 anggota yang akan memilih di antara dua kandidat lewat surat. Menurut rencana pemilihan itu akan dilakukan akhir Juli.
Perdana Menteri Theresa May beberapa waktu lalu mengumumkan pengunduran diri setelah gagal mendapatkan dukungan yang cukup dari anggota parlemen untuk Kesepakatan Brexit yang dia rundingkan dengan Uni Eropa.
Brexit jadi tema utama
Boris Johnson adalah pendukung Brexit sejak awal dan berjanji akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa sampai batas waktu 31 Oktober mendatang, dengan atau tanpa kesepakatan.
Jeremy Hunt selama referendum tahun 2016 mendukung Inggris tetap berada di Uni Eropa. Setelah referendum memenangkan opsi Brexit, Hunt mempromosikan Brexit dengan kesepakatan, agar dampak ekonominya bisa diredam.
Uni Eropa berulang kali mengatakan tidak akan menegosiasikan kembali Kesepakatan Brexit yang sudah disepakati dengan pemerintahan Theresa May setelah perundingan bertahun-tahun. Masih belum jelas, bagaimana akhir dari skenario Brexit setelah pemerintahan baru Inggris nanti terbentuk.
Brexit: Tarik Ulur Politik Inggris Keluar Dari Uni Eropa
Inggris kejutkan dunia dengan hasil referendum 23 Juni 2016 yang sepakat keluar dari Uni Eropa. Mulailah rentang waktu penuh kisruh, tarik uluk dan adu kekuatan politik di Eropa terkait Brexit.
Foto: picture-alliance/empics/Y. Mok
Juni 2016: Kehendak Rakyat Inggris
Hasil referendum yang diumumkan 24 Juni 2016, hampir 52 persen dari pemilih setuju, Inggris keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron dari partai konservatif menerima "kehendak rakyat Inggris, dan mengundurkan diri sehari setelah referendum..
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rain
Juli 2016: Brexit berarti Brexit
Mantan Menteri Dalam Negeri, Theresa May gantikan posisi Cameron sebagai Perdana Menteri pada 11 Juli. Ia menjanjikan´Brexit berarti Brexit´. Sebelumnya, May diam-diam dukung kampanye Inggris tetap di Uni Eropa. Dia tidak secara jelas mengatakan kapan akan memulai pembicaraan diberlakukannya Pasal 50 Perjanjian Uni Eropa terkait masa dua tahun sebelum Inggris resmi keluar Uni Eropa.
Foto: Reuters/D. Lipinski
Maret 2017: Kami siap Berpisah
May tandatangani nota diplomatik untuk memulai Pasal 50, 29 Maret. Beberapa jam kemudian, Duta Besar Inggris untuk UE, Tim Barrow serahkan nota itu kepada Presiden Dewan Eropal, Donald Tusk. Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa 29 Maret 2019. Tusk merespon nota itu dengan komentar: “Kami sudah siap berpisah. Terima kasih dan selamat tinggal”.
Foto: picture alliance / Photoshot
Juni 2017: Perundingan Dimulai
Menteri Brexit, David Davis dan ketua jururunding UE, Michel Barnier memulai perundingan di Brussel pada 19 Juni. Perundingan pertama diakhiri dengan kesepakatan Inggris akan mematuhi aturan UE terkait sisa negosiasi. Tahap pertama membahas persyaratan keluarnya Inggris dan tahap kedua membahas hubungan UE dan Inggris pasca-Brexit.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com/W. Daboski
Juli – Oktober 2017: Uang, Hak-hak dan Irlandia
Tahap kedua perundingan dimulai dengan berfoto bersama tim Inggris yang terlihat tak siap. Perundingan gagal raih kemajuan terkait tiga masalah pasca-Brexit: Berapa banyak yang masih harus dibayar Inggris ke anggaran UE, bagaimana dengan hak warga negara UE dan Inggris dan apakah Inggris tetap dapat membuka perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara.
Foto: Getty Images/T.Charlier
November 2017: May Tunjukkan Kemajuan?
Kemajuan baru terlihat setelah putaran perundingan ke-6 di awal November. Inggris setuju untuk membayar 57 miliar Euro atau sekitar Rp 900 triliun sebagai “biaya perceraian”. Awalnya May hanya mau membayar 20 juta, padahal UE telah menghitung biayanya sebesar 60 juta Euro. Laporan konsensi Inggris ini memicu kemarahan di kalangan politikus dan media pro-Brexit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Desember 2017: Maju ke fase ke-2
Para pimpinan dari 27 anggota UE secara resmi menyetujui “kemajuan yang cukup” itu untuk diteruskan ke fase kedua: transisi periode pasca-Brexit dan masa depan hubungan perdagangan UE-Inggris. Perdana Menteri Theresa May mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan ini, sebaliknya Presiden Dewan Eropa, Tusk memperingatkan bahwa perindingan putaran kedua akan “sangat sulit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/dpa/O. Matthys
September 2018: Tidak ada ceri untuk Inggris
Proposal May tidak berjalan mulus. Pada pertemuan puncak di Salzburg akhir September, para pimpinan UE sampaikan kepada May bahwa proposalnya tidak dapat diterima. Presiden Dewan Eropa,Tusk menyindir May lewat Instagram dengan postingan foto mereka yang sedang melihat sepotong kue: “Sepotong kue barangkali? Maaf, tidak ada ceri”. Ini sindiran bahwa Inggris cuma mau keuntungan sepihak dari Eropa.
Foto: Reuters/P. Nicholls
November 2018: Kemajuan di Brussel
Para pimpinan UE dukung draft kesepakatan perceraian serta deklarasi politis soal hubungan pasca-Brexit setebal 585 halaman. Draft ini dikecam habis anggota parlemen yang pro maupun kontra Brexit dalam perdebatan di Parlemen Inggris beberapa minggu sebelumnya. Menteri Brexit, Dominic Raab bersama dengan beberapa menteri mencoba memicu mosi tidak percaya di bulai Mei.
Foto: Getty Images/AFP/E. Dunand
Desember 2019: May Lolos Dari Mosi Tidak Percaya
Menghadapi oposisi yang sulit, May menunda pemungutan suara di parlemen pada 10 Desember. Besoknya ia bertemu Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk mencari kepercayaan diri dalam meyakinkan para anggota parlemen yang skeptis kembali ke kesepakatan. Sementara ia pergi, anggota parlemen dari Partai Konservatif ajukan mosi tidak percaya. May menang mosi kepercayaan di hari berikutnya.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Januari 2019: Kesepakatan ditolak
Kesepakatan Brexit May, ditolak Parlemen Inggris dengan 432 suara dan hanya 202 suara mendukungnya. Sebagai respon hasil tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk sarankan agar Inggris tetap bertahan di Uni Eropa. Partai Buruh Inggris menyerukanmosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri. Ini adalah tantangan berat dalam kepemimpinan kedua May dalam bulan-bulan terakhir.