1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

BRIC Belum Mampu Pimpin Ekonomi Global

8 Januari 2012

Negara-negara BRIC yakni Brasil, Rusia, India dan Cina dianggap sebagai kekuatan baru ekonomi global. Apakah mereka kebal terhadap krisis?

Presiden Rusia Dmitry Medvedev (kiri) menatap Presiden Cina Hu Jintao dalam konferensi pers bersama dalam pertemuan BRICS di provinsi Hainan, Cina, April 2011
Presiden Rusia Dmitry Medvedev (kiri) menatap Presiden Cina Hu Jintao dalam konferensi pers bersama dalam pertemuan BRICS di provinsi Hainan, Cina, April 2011Foto: AP

Jim O'Neill memperkenalkan istilah BRIC pada tahun 2001 saat mengumumkan teori bahwa 4 negara yaitu Brasil, Rusia, India dan Cina akan memegang peranan penting dalam perekonomian global. Mantan ekonom senior Goldman Sachs itu memainkan akronim BRIC dari huruf pertama dari keempat negara karena bermakna bata dalam bahasa Inggris. Istilah itu ramai diadopsi. Sepuluh tahun kemudian, BRIC menjadi bagian integral prediksi ekonomi dan korporat. Bahkan kalangan investor dapat berinvestasi dalam dana BRIC yang ditawarkan hampir setiap bank.

Markus Jäger, analis dari Riset Deutsche Bank di New York, telah menulis sejumlah laporan mengenai perkembangan empat negara BRIC. "Sejauh urusan pemasaran, BRIC memang sangat penting. Tapi di balik itu, negara-negaranya juga penting. Bukan hanya dari segi ekonomi, namun juga dalam hal global governance, di Dana Moneter Internasional (IMF), atau dalam kesepakatan dagang. Negara-negara ini menjadi semakin berkuasa," jelas Jäger.

Layak satu akronim?

Sejak awal sudah muncul kontroversi apakah masuk akal untuk menggabungkan keempat negara ini di bawah satu akronim. Negara-negara BRIC yang dihuni 40 persen populasi dunia, meliputi sekitar seperempat daratan di bumi. Namun mereka sangat berbeda dari segi ekonomi. Brasil mengekspor bahan mentah dan produk industri. Profesor Rolf Langhammer dari Institut Kiel untuk Perekonomian Dunia menjelaskan lebih lanjut, "Cina adalah eksportir produk industri, Rusia eksklusif mengekspor bahan mentah. India dibandingkan yang lain, perekonomiannya masih tertutup. Jadi keempat negara ini sangat berbeda. Yang menyatukan negara-negara ambang industri ini adalah mereka merupakan pasar yang menarik karena ukuran populasi mereka yang besar."

Medvedev menghadiri pertemuan BRIC di Brasil tahun 2010Foto: picture alliance/dpa

Populasi yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kombinasi ini yang menjadi daya tarik keempat negara di mata investor. Meski sejak krisis ekonomi tahun 2008, level pertumbuhan di negara-negara BRIC melambat, angka-angkanya masih cukup memukau ketimbang negara-negara maju. Markus Jäger: "Cina dalam 30 tahun terakhir tumbuh sebesar 10 persen per tahun. Dalam 5-10 tahun ke depan, diprediksi melambat menjadi 8 persen. Brasil dan Rusia diperkirakan tumbuh 4 persen. India sekitar 7 persen."

Sebagai perbandingan, negara-negara maju menurut perhitungan Bank Dunia tahun ini hanya tumbuh dengan rata-rata 1,6 persen. Meski begitu, negara-negara BRIC masih jauh dari mengambil alih kepemimpinan ekonomi global. Kembali profesor Langhammer, "Awalnya kami pikir mereka dapat menjadi mesin pertumbuhan yang baru, menggantikan mesin negara-negara maju yang mulai tersendat. Bahwa dapat dengan mudah berpindah dari mesin lama ke mesin baru. Itu tidak terjadi. Negara-negara BRIC terkait dengan ekonomi dunia. Arus finansial mereka juga terkait dengan negara-negara maju. Krisis yang terjadi memperlihatkan bahwa negara-negara ini masih belum memiliki pasar finansial yang canggih untuk memastikan keamanan uang."

Belum mampu pimpin dunia

Masing-masing negara BRIC kini tengah menghadapi masalah. Pertumbuhan ekonomi Brasil stagnan. Rusia sangat tergantung dengan komoditas primer dan tidak memiliki industri yang kompetitif. Liberalisasi ekonomi India masih akan memakan waktu yang lama, seperti terlihat pada keputusan penanaman modal asing di dunia retail. Cina ketergantungan ekspor dan perkembangan di Eropa serta Amerika Serikat. Pasar domestik Cina juga terancam terkena gelembung properti.

Namun Jim O'Neill tetap yakin BRIC akan menjadi kekuatan ekonomi terpenting paling lambat tahun 2050. Atau bahkan lebih cepat. Markus Jäger menilai ada masalah dengan kalkulasi tersebut. Yakni dominasi Cina. "Sepertinya ada 4 negara. Pada kenyataannya, hanya Cina dan yang lainnya. Ekspor Cina lebih besar dari gabungan ekspor 3 negara BRIC lainnya. Perekonomian Cina lebih besar dari gabungan negara-negara BRIC lainnya. Padahal 3 negara BRIC lainnya tidak tergolong kecil. Bahkan masuk 10 besar perekonomian terbesar dunia," ujar Jäger.

Popularitas akronim BRIC memuncak di tahun 2006 saat perwakilan keempat negara bertemu. Di tahun 2010, mereka menyambut anggota baru, Afrika Selatan. Performa ekonomi Afsel memang hanya seperempat Rusia yang merupakan negara BRIC terlemah. Namun setidaknya akronim baru tercipta, dengan menambahkan S dari South Africa di akhir kata. BRICS pun tetap terdengar seperti bata dalam bahasa Inggris.

Andreas Becker/Carissa Paramita

Editor: Ayu Purwaningsih

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait