Brunei Minta ASEAN Tidak Undang Wakil Myanmar Ikut KTT
7 Oktober 2021
Negara-negara ASEAN mendiskusikan langkah untuk tidak mengundang Myanmar ke pertemuan puncak akhir Oktober nanti, karena kecewa atas sikap junta militer hingga saat ini.
Iklan
Dalam pertemuan puncak ASEAN di Jakarta bulan April lalu, Presiden Joko Widodo masih menyambut kehadiran pimpinan junta militer Jenderal Min Aung Hlaing. Setelah pertemuan itu, Jokowi mengumumkan lima butir agenda dan menyatakan yakin ASEAN dan Myanmar akan menemukan jalan keluar dari kekalutan politik itu.
Namun Brunei sebagai Ketua ASEAN saat ini kelihatannya tidak sesabar itu. Menteri Luar Negeri Brunei Erywan Yusof mengatakan dalam konferensi pers hari Rabu (6/20), kelambanan junta militer memenuhi langkah-langkah yang dituntut ASEAN berarti "sama saja dengan mundur".
Itu sebabnya, Brunei sekarang mengusulkan agar Myanmar tidak diundang ke KTT virtual ASEAN pada 26-28 Oktober mendatang.
"Hingga hari ini belum ada kemajuan pelaksanaan musyawarah mufakat lima butir tersebut, dan hal ini menimbulkan kekhawatiran,” kata Erywan Yusof.
Myanmar tolak "korbankan kedaulatan negara"
Juru bicara junta militer Myanmar jenderal Zaw Min Tun minggu lalu dalam sebuah konferensi pers menyatakan, Myanmar akan bekerja sama dengan ASEAN, tetapi "tanpa mengorbankan kedaulatan negara".
Iklan
Sebelumnya, berbagai organisasi hak asasi memang sudah mengkritik ASEAN dan Indonesia yang tetap mengundang jenderal Min Aung Hlaing ke Jakarta tanpa mengikutsertakan wakil-wakil elemen masyarakat Myanmar.
Yusof Erywan, yang ditugaskan ASEAN sebagai utusan khusus untuk berkonsultasi dengan junta militer di Myanmar, mlaporkan bahwa junta militer tidak menanggapi permintaannya untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi, mantan pemimpin yang ditahan, yang pemerintahannya digulingkan dalam kudeta militer.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
Peta jalan Jakarta gagal
Menurut PBB, lebih dari 1.100 orang telah tewas sejak kudeta militer awal tahun ini. Ribuan orang telah ditangkap setelah aksi protes dan pemogokan menentang kekuasaan militer. Namun, junta militer Myanmar mengatakan, perkiraan itu terlalu berlebihan dan anggota pasukan keamanannya juga ada yang tewas.
Peta jalan yang diajukan ASEAN dalam KTT di Jakarta mencakup komitmen untuk berdialog dengan semua pihak, memungkinkan akses kemanusiaan, dan menghentikan permusuhan. Namun, pertemuan virtual para menteri luar negeri ASEAN hari Senin (4/10) menyatakan kekecewaannya, Sejarah panjang kediktatoran militer Myanmar dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia telah menjadi masalah paling rumit ASEAN, menguji batas kesatuannya dan kebijakan non-intervensinya.
Tetapi pertemuan para menteri luar negeri secara virtual pada Senin menyuarakan kekecewaan tentang kurangnya kemajuan yang dibuat oleh Dewan Administrasi Negara (SAC), sebutan resmi junta milkiter Myanmar.