Massage atau pijat tidak unik di Jerman. Tetapi pijat Bali hanya ada satu di Bonn, Nana Bali Massage. Karena pemiliknya yang ulet dan suka tantangan, praktik ini terus berkembang. Bagaimanakah berbisnis di negeri orang?
Iklan
“Harus berani mencoba” demikian diutarakan Sunarti Langjahr, dengan panggilan akrab Nana, yang membuka bisnis Nana Bali Massage di kota Bonn, tepatnya di kawasan Beuel. Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam kelam diikat membentuk sebuah konde kecil jika sedang bekerja.
Di praktek pijatnya, ibu dari dua putri ini tidak hanya menawarkan pijat tradisional Bali, melainkan juga Ayurveda, hot stone, pijat special punggung, pijat kaki, juga pijat wajah dan kepala. Pijat di bagian wajah dan kepala efeknya sangat bagus bagi orang yang kerap menderita stres.
Selain itu pijat di bagian wajah, juga akupresur pada beberapa titik tertentu di wajah bias membuat orang tampak awet muda. Demikian jelas Nana sambal tersenyum. Menurutnya, yang paling banyak disukai orang Jerman adalah pijat tradisional Bali dan pijat Ayurveda. Terutama karena pijat tradisional Bali adalah pijat di seluruh badan, termasuk muka. Sementara pijat Ayurveda disukai karena menggunakan minyak yang hangat. Pelanggan yang datang ke Nana Bali Massage dari berbagai usia, dan baik perempuan maupun pria.
Seorang pelanggan tetapnya, perempuan Jerman bernama Elene mengatakan, ia sangat menyenangi pijat. Ia sudah mencoba berbagai jenis pijat di kota Bonn, dan paling suka jika dipijat Nana. Yaitu karena gerakan serta tekanan yang diberikan saat memijat. Oleh sebab itu ia setia datang sekali sepekan ke Nana Bali Massage sejak tahun 2013. Sekarang, Elene tidak hanya dating sebagai pelanggan, melainkan juga sebagai teman. Mereka sering mengobrolkan banyak hal, demikian dikatakan Elene sambal tertawa.
Menikmati Massage Bali di Jerman
Anda suka kenyamanan pijat tradisional Bali? Ini juga bisa dinikmati warga Bonn, tepatnya di Nana Bali Massage. Dan ini ternyata juga digemari warga Jerman. Langganannya kebanyakan bukan orang Indonesia.
Foto: Nana Bali Massage
Selera Indonesia di Tengah Jerman
Jika memasuki praktek Nana Bali Masssage orang akan disambut dengan suasana tropis dengan warna-warna menyolok dan dekorasi khas Indonesia, seperti payung, lukisan dan taplak meja khas Indonesia
Foto: Nana Bali Massage
Dekorasi dari Indonesia
Orang-orang yang menikmati pijatan Nana juga bisa bisa menikmati kekhasan Indonesia di berbagai sudut ruang pijat.
Foto: Nana Bali Massage
Menawarkan Beberapa Jenis Pijat
Di sini bukan hanya di tawarkan pijat Bali, melainkan Ayurveda, pijat punggung dan pijat "hot stone" yang batunya khusus didatangkan dari Indonesia.
Foto: Nana Bali Massage
Menyambut Tamu di Negeri Orang
Di sini, para tamu ditawarkan secangkir teh sebelum pijat. Nana juga ingin memiliki hubungan baik dengan pelanggan, sehingga bincang-bincang dengan pelanggan bukan hal yang jarang terjadi.
Foto: Nana Bali Massage
Merasa Rileks Setelah Bekerja
Banyak pelanggannya, baik perempuan maupun pria, merasakan tegang dan stres akibat pekerjaan. Lewat pijat di Nana Bali Massage, mereka bisa merasakan rileks.
Foto: Nana Bali Massage
Bukan Hanya untuk Tubuh
"Pijat di Nana Bali Massage tidak hanya untuk ketenangan tubuh, melainkan juga harus jadi perjalanan indah bagi jiwa, agar terbebas dari stres sehari-hari," demikian dikatakan Nana Langjahr, pemilik praktek pijat Nana Bali Massage.
Foto: Nana Bali Massage
6 foto1 | 6
Membuka bisnis di Jerman
Sebelum pergi ke Jerman dan membuka praktek memijat, perempuan ulet yang berasal dari Lombok ini sudah bekerja dan meraup pengalaman di beberapa bidang lain. Ia juga pernah bekerja menjual ponsel, dan bekerja di sebuah spa. Ia juga pernah membuka counter, dan membuka kafe. Setiap pengalaman yang berhasil diraih disimpan dan digunakan dengan baik. Ia juga tidak menyia-nyiakan jika peluang dating.
Ia bercerita, dulu ia mulai belajar seni memijat ketika masih di Lombok, yaitu ketika bekerja di sebuah hotel di Lombok. “Saya ini kan suka massage, suka ke salon,” paparnya sambal tertawa. Ketika ia datang untuk berkunjung ke keluarga suaminya tahun 2009, ia pergi ke salon juga ke praktik massage, dan merasa tidak puas. Akhirnya ia berpikir, “Kayaknya, saya harus buka massage Indonesia di sini.”
Belajar Main Gamelan di Jerman
Siapa bilang musik tradisional Indonesia hanya diminati di negara asal? Warga Jerman juga ada yang berminat belajar main gamelan. Mereka antara lain tergabung dalam sanggar Bali Puspa.
Foto: DW/M. Linardy
Menekuni musik Bali sejak kecil
Sanggar Bali Puspa didirikan oleh Nyoman Suyadni Mindhoff. Ia bercerita, sejak kecil ia sudah belajar menari di pure.
Foto: DW/M. Linardy
Membawa gamelan dari Indonesia
Nyoman bercerita, di Jerman ia dulu juga menari di berbagai acara dan mengajarkan anak-anak menari Bali. Kemudian timbul keinginan untuk mendatangkan instrumen gamelan, "supaya punya musik live." Demikian ceritanya.
Foto: DW/M. Linardy
Mendirikan sangar Bali Puspa
Ia kemudian mendirikan grup bukan hanya penari, melainkan juga grup pemain gamelan. Awalnya ia mencari guru, kemudian sedikit demi sedikit mengumpulkan orang Jerman yang berminat. Salah satunya Andreas Herdy (foto), dosen musik di Universitas Hildesheim yang jadi guru grup gamelannya.
Foto: DW/M. Linardy
Orang Jerman belajar main gamelan
Nyoman bercerita, memang awalnya bagi orang Jerman sulit untuk memainkan gamelan. Mereka terutama sulit mengkoordinasikan tangan. Apalagi musik yang dimainkan, yaitu musik khas Bali, bukan musik yang sering didengar di Jerman.
Foto: DW/M. Linardy
Kesabaran perlu
Tapi seperti banyak hal lainnya, dengan kesabaran dari guru dan ketekunan murid, orang-orang yang benar-benar berminat akhirnya bisa main gamelan.
Foto: DW/M. Linardy
Memperkenalkan dan menyebar kebudayaan Indonesia
Hingga sekarang, sanggar Bali Puspa sudah berkali-kali ikut dalam berbagai acara di berbagai kota di Jerman, dan di beberapa negara tetangga Jerman. Rencana berikutnya juga sudah ada. Mereka akan mengadakan Malam Indonesia di Köln. Penulis: Marjory Linardy (ap)
Foto: DW/M. Linardy
6 foto1 | 6
Setelah pindah ke Jerman, ia awalnya membuka praktek pijat di rumah. Ide membuka praktek yang terpisah dari rumah muncul karena ia kerap mengunjungi mertuanya di kota Krefeld, yang memiliki rumah di jalan besar, di sebuah daerah pertokoan. Awalnya Nana membuka praktik dengan seorang rekan. Tetapi rekannya kemudian kembali ke Indonesia. Sejak itu ia memutuskan untuk percaya diri dan berani berbisnis sendirian, karena praktik pijatnya adalah satu-satunya yang menawarkan pijat Bali di Bonn.
Untuk menambah pelanggan, Nana menawarkan jasanya ke sejumlah hotel di Bonn. Ia juga menempatkan iklan dan “flyer” di toko-toko yang menawarkan produk-produk organik.
Walaupun ada kesulitan, terus maju dan berkembang
Nana yang tampak ceria dan bersemangat bercerita, ia tentu pernah mengalami suka dan duka dalam bisnisnya. Sukaya, ia menikmati tantangan yang kerap muncul. Ia juga senang persaingan yang sehat. Kesulitan yang paling ia rasakan adalah kesulitan untuk memperluas bisnis dengan pekerja tambahan.
“Karena basis saya dari spa, saya ingin punya pegawai yang memiliki keahlian di bidang spa dan wellness dari Indonesia.” Itulah yang agak sulit ditemukan, kata Nana. Karena kebanyakan orang asing yang dikenalnya, datang ke Jerman karena pekerjaan atau karena studi, atau juga karena menikah.
Menikmati Suasana Indonesia dan Barat di Köln
Siapa tidak suka menikmati waktu luang di kafe yang unik? Jika bertandang sekali ke Cafe de Joy di kawasan Sürth di pinggiran kota Köln, pasti Anda ingin datang lagi. Ngomong-ngomong, pemiliknya orang Indonesia.
Foto: DW/M. Linardy
Berlokasi di kawasan Sürth di pinggiran kota Köln.
Sürth adalah kawasan tenang di sebelah selatan kota Köln. Di daerah inilah Cafe de Joy berada, dan jadi sasaran penduduk yang kerap sekedar ingin melewatkan waktu luang sambil minum kopi atau bertemu teman.
Foto: DW/M. Linardy
Pemiliknya orang Indonesia
Aline Joy adalah pemilik kafe yang juga sekaligus butik ini. Dulunya, sebelum menjadi kafe, tempat ini berisi biro perjalanan.
Foto: DW/M. Linardy
Menikmati tenangnya kota
Tepat di depan Café de Joy terdapat lapangan kecil. Tiap hari Jumat di sini ada pasar yang ramai didatangi penduduk.
Foto: DW/M. Linardy
Memadukan sejumlah kebudayaan
Kursi-kursi dan bangku yang beragam dari segi bentuk serta warna menambah kecantikan ruang di dalam kafe.
Foto: DW/M. Linardy
Nyaman dan menarik
Desain interiornya dibuat sendiri oleh pemilik kafe, Aline Joy.
Foto: DW/M. Linardy
Warna yang menenangkan
Warna-warna pastel memenuhi ruangan yang nyaman dijadikan tempat duduk. Aline Joy mengatakan, ia ingin tamunya merasa berada di rumah sendiri.
Foto: DW/M. Linardy
Lokasi praktis
Unik dan nyaman, dan kerap jadi sasaran pelanggan di jam sarapan dan makan siang.
Foto: Cafe de Joy
Tawaran menarik
Makanan berupa kue-kue kecil juga ditawarkan
Foto: DW/M. Linardy
Perpaduan sejumlah kebudayaan
... juga terlihat pada menu yang disajikan
Foto: Cafe de Joy
Jadi incaran penduduk lokal
Di waktu sarapan, Cafe de Joy kerap penuh pengunjung dari daerah sekitar.
Foto: Cafe de Joy
Menyantap kue lezat
Kue-kue lezat "home made" jadi pilihan pemilik kafe, Aline Joy. Selain itu, makanan dan minuman yang menyegarkan segar juga ditawarkan.
Foto: Cafe de Joy
Melihat pernak-pernik selain
Salah satu keunikan lain kafe ini adalah perpaduannya dengan butik. Di sini juga ditawarkan berbagai pernak-pernik dari Indonesia seperti dompet-dompet kecil serta sepatu dan tas.
Foto: DW/M. Linardy
Masih banyak rencana berikutnya
Aline Joy baru membuka kafe ini awal 2018. Rencananya masih banyak lagi untuk menambah penawaran bagi tamu. Penulis: Marjory Linardy (ap)
Foto: DW/M. Linardy
13 foto1 | 13
Untuk ke depan, Nana bercita-cita untuk memperluas bisnisnya. Ia ingin memiliki tempat praktik yang lebih bagus. Selain itu ia sekarang sedang menjajaki proses mendatangkan pekerja dari Indonesia. Ia juga ingin memperluas penawaran ke wellness yang kerap ditemukan di Indonesia, tetapi tidak terlalu diketahui di Jerman, misalnya: “cream bath” dan “scrub”.
Di samping itu Nana berambisi untuk tidak hanya menjual jasa. Ia juga ingin menjual produk, terutama produk Indonesia. Jadi, siapa tahu ada yang melihat promosinya dan ingin bekerjasama. Ia memberikan layanan massage dengan menggunakan produk-produk dari rekan kerjasama. Terus maju dan berkembang dalam bisnis, walaupun di negeri orang.
Penulis: Marjory Linardy
Berkarier Sebagai Perawat di Jerman
Merasa terpanggil untuk jadi perawat, Fransisca Wara Antini akhirnya menempuh pendidikan keperawatan di Jerman, walaupun sebenarnya ia tidak datang ke Jerman untuk menjadi perawat. Simak ceritanya di rubrik #NegeriOrang.
Foto: DW
Berkarier Sebagai Perawat
Inilah Fransisca Wara Antini. Perempuan kelahiran Yogyakarta ini sudah tinggal di Jerman selama 29 tahun. Ia berkarya sebagai perawat di St. Franziskus-Hospital, di kawasan Ehrenfeld di kota Köln.
Foto: DW
Bekerja di Rumah Sakit
Rumah sakit St. Franziskus-Hospital adalah tempat Fransisca Wara Antini menimba pendidikan sebagai perawat, dan kemudian berkarier.
Foto: DW/M. Linardy
Bekerja di Kawasan Ramai di Köln
Ehrenfeld adalah nama kawasan di kota Köln, di mana Fransisca bekerja. Di sekitarnya terdapat apartemen tempat tinggal, toko, restoran kecil, dan restoran kebap. Ehrenfeld tidak jauh dari pusat kota Köln, dan penduduknya padat.
Foto: DW/M. Linardy
Bangunan Baru Rumah Sakit
Fransisca menceritakan, bagian ini baru didirikan beberapa tahun lalu. Sebelumnya, rumah sakit yang terletak di tengah kawasan yang ramai ini, berukuran jauh lebih kecil.
Foto: DW/M. Linardy
Suasana Tenang di Tengah Kota
Walaupun terletak di tengah kawasan ramai, jika memasuki gedung dari depan, orang bisa segera merasakan suasana tenang.
Foto: DW/M. Linardy
Menangani Perawatan Pasien
Untuk memudahkan pekerjaan, pasien dibagi dalam tiga kelompok, sesuai nomor ruangan tempat pasien tidur. Fransisca bekerja di stasiun C2 di St. Franziskus-Hospital.
Foto: DW
Memberikan Obat Sesuai
Membagikan obat sesuai yang ditetapkan dokter yang memeriksa pasien, adalah bagian tugas para perawat yang bekerja di tiap stasiun. Selain itu, jika masuk tugas pagi, perawat seperti Fransisca juga harus memandikan pasien. Pasien yang tidak mampu bergerak sendiri, harus dipindah posisinya, agar kulitnya tidak luka akibat tergeletak terlalu lama.
Foto: DW
Juga Mencakup Urusan Administrasi
Bekerja sebagai perawat bukan hanya mengurus pasien, tetapi juga mengurus data tentang pasien. Setiap perawat harus mengecek apa yang telah tercatat tentang pasien ketika mulai bertugas, kemudian melengkapi data pasien sesuai apa yang terjadi saat ia bertugas.
Foto: DW
Kapel Di Bangunan Rumah Sakit
Di dalam bangunan rumah sakit St. Franziskus, juga terdapat sebuah kapel atau gereja kecil, yang kira-kira bisa memuat 150 orang.
Foto: DW/M. Linardy
Menyampaikan Syukur
Setelah bekerja seharian, Fransisca biasanya singgah di kapel di bangunan rumah sakit untuk berdoa singkat. Setelah itu pulang dan melakukan aktivitas lain. Berintegrasi dengan masyarakat Jerman sangat penting, katanya. Ia juga memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada rekan-rekannya, misalnya lewat acara makan bersama. Penulis: Marjory Linardy (ap)