1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Bukan Sekadar Pendekar Silat

31 Januari 2021

Satu demi satu pendekar pencak silat membawa tradisi bela diri nusantara ketika pindah ke Jerman. Mulai dari Garis Paksi, Pukulan Patikaman hingga Tapak Suci dan Perisai Diri.

Pendekar Perisai Diri
Chandrasa Sedyaleksana dari Perisai Diri saat tampil di hadapan audiens JermanFoto: tokorani

Popeye Satjadiguna bekerja di Hannover, Jerman di bidang teknologi informasi untuk sektor keuangan. Sejak tahun 2012, ia mengajar silat untuk warga Indonesia dan juga warga Jerman. “Dari sejak kecil saya belajar silat dan akhirnya di waktu-waktu senggang saya sendiri kini melatih silat di sini, di Jerman,“ ujar Popeye yang mengawali pelatihannya dengan Garis Paksi, organisasi silat yang melestarikan dan mengajarkan silat tradisional Jawa Barat.

“Lalu sejak 2017 saya juga aktif memperkenalkan Pukulan Patikaman Silat Kuntau dari Borneo. Pukulan Patikaman ini bela diri asli tradisional suku Dayak dan Banjar dari Kalimantan,“ demikian Popeye bercerita. “Dalam mengajar saya lebih berorientasi kepada seni dan bela diri. Jadi selain bisa membela diri, tetap ada nilai seninya, tapi kita lebih menitikberatkan kepada nilai aplikasinya, kepada nilai bela dirinya.“

Tumbuh berbagai aliran silat di Jerman

Secara umum menurutnya apabila dibandingkan dengan Prancis atau Belanda, perkembangan silat di Jerman itu bisa dianggap sedikit tertinggal. “Belanda malah bisa dianggap sebagai tanah air kedua silat. Tapi apabila dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya, Jerman ini cukup maju perkembangan silatnya,“ tuturnya.

Popeye menceritakan bahwa silat sendiri diperkenalkan di Jerman secara perorangan.“Sekitar tahun 1970-an ada Pak Arief Suryana dari Panca Indra Suci, lalu Pak Agus Iim di Berlin memperkenalkan juga Manderaga, Pak Oktav yang sampai sekarang aktif memperkenalkan SiGePi (Silat Gerak Pilihan) di Berlin, ada Pak Andi Halilintar di Bayern, ia memperkenalkan silat Bugis. Lalu ada Mas Chandrasa Sedyaleksana, pendekar Kuning Emas (Grand Master) dari Perisai Diri di sekitar Bonn, Lalu Uda Dimas, beliau memperkenalkan Silek Buluh Tuo di sekitaran Bamberg, dan masih banyak lagi,“ demikian dikisahkan Popeye, tanpa lupa menyebut nama Joko Suseno, pendekar Tapak Suci yang berdomisili di Kota Bonn, Jerman.

Seminar Pukulan Patikaman di Berlin 2019Foto: Popeye Satjadiguna

Kedisiplinan diri dan dekat dengan alam

Joko Suseno yang disebut oleh Popeye sering mengingatkan kunci dari bela diri nusantara ini adalah kedisiplinan dan ketekunan. Kedua hal yang dipelajari itu menurut Joko yang sudah mengajar silat di Jerman sejak tahun 1999 ini bermanfaat sekali dalam kehidupan sehari-hari. “Setiap latihan itu dialami bertahun-tahun, maka otomatis orang yang mendalami satu hal itu maka hidupnya juga akan teratur, akan disiplin untuk bekerja, untuk studi, dan lain-lain.“

Pencak silat juga menurut pendekar Tapak Suci ini mengajarkan orang untuk tidak hidup berlebihan.“Misalnya saya sudah mampu, ya cukup. Contohnya dalam pencak silat aliran saya atau beberapa aliran itu jikalau lawan sudah jatuh, tidak boleh langsung diserang terus. Sudah cukup. Orang bisa mengalahkan orang lain itu tidak harus dengan fisik tetapi bisa juga dengan perkataan atau dengan perbuatan lainnya, tidak harus dengan adu fisik. Itu pula yang mengajarkan kita selalu merasa cukup dan tidak berlebihan dalam kehidupan sehari-hari, sebaiknya seseorang pun begitu ya, jadi tidak hanya mengejar materi-materi, karena materi dikejar pun kan tidak ada habisnya, nanti ingin tambah, lagi tambah lagi….“ ujar Joko Suseno yang mengamalkan filsafat kebaikan dalam silat di kesehariannya.

Selain itu kedekatan dengan alam juga menjadi bagian dari seni bela diri pencak silat. Joko menjelaskan inspirasi dari hewan dan tumbuhan, “Katak, mawar, ikan terbang, naga, harimau, lembu, rajawali dan merpati, delapan jurus dasar pencak silat itu dari awalnya memang banyak dekat sekali dengan alam itu, karena manusia mau tidak mau hidup dengan lingkungannya. Manusia mengamati gerakan binatang atau sifat tumbuhan jadi inspirasinya dari sana,“ tutur Joko Suseno yang merawat kehidupan lewat pencak silat yang digelutinya.

Ketika Filosofi Pencak Silat Menembus Jerman

07:28

This browser does not support the video element.

Menghargai orang lain

Sementara itu, Chandrasa Sedyaleksana sejak tahun 1997 sudah memperkenalkan Perisai Diri di Jerman. Dimulai di Berlin dan sekarang di Bonn. Sampai sekarang Perisai Diri Jerman mempunyai dua cabang di Jerman, yakni Berlin dan Bonn. “Menurut saya pribadi pencak silat dalam hal ini Perisai Diri tidak hanya mengajarkan sekadar pukulan dan tendangan, tetapi lebih penting lagi adalah arti pentingnya kekeluargaan, saling menghormati, respek kepada orang lain, dan juga membuat anak-anak menjadi lebih percaya diri,“ ungkap pendekar Perisai Diri yang bermukim di Bonn ini yang terus melakukan regenerasi dengan melatih mereka yang masih belia di Jerman.

“Kebetulan murid-murid saya sekarang ini banyak anak-anak kecilnya. Sehingga kita harapkan anak-anak kita menjadi pribadi yang utuh dan tidak menyalahgunakan ilmu silat mereka selain sebagai ilmu membela diri,” tambah Chandra, pelatih silat yang berprofesi sebagai seorang insinyur elektronika di perusahaan otomotif di Jerman.

Di ibu kota  Berlin, tahun 2011 Octav Setiadji mendirikan SiGePi (Silat Gerak Pilihan) Institut di daerah Berlin-Steglitz dengan modal uang pensiun dari pekerjaannya di bagian imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin. Menurut Octav Setiadji, ada banyak aliran pencak silat yang tumbuh di Jerman: "Yang penting setiap aliran itu maju dan bagus agar budaya Indonesia digemari orang Jerman."

Antusiasme warga Jerman akan pencak silat

“Pencak silat masih dianggap sesuatu hal yang baru, buat warga Jerman masih sangat eksotis. Mereka lebih mengenal Kali, bela diri dari Filipina atau misalnya Kungfu dari Cina, maka ketika mereka melihat silat, rasa penasarannya,rasa antusiasmenya tergugah. Ada beberapa orang yang misalnya dari Berlin datang sebulan sekali untuk belajar ke Hannover dengan menanggung segala biayanya sendiri, mereka harus menyewa hotel untuk tinggal di Hannover satu malam atau dua malam dan melakukan itu hanya untuk berlatih silat,” demikian diceritakan Popeye.

Ia menambahkan beberapa  warga Jerman yang menyukai silat bahkan melakukan wisata silat ke Indonesia dan mengunjungi guru-guru silat yang ada di Indonesia untuk belajar.

Namun di masa pandemi ini, pelatihan silat di Jerman juga terkena dampaknya. “Kita tidak bisa latihan secara langsung secara ramai-ramai, cukup berisiko. Jadi kami melakukan beberapa modifikasi dalam latihan salah satunya dengan latihan online. Tetapi latihan online ini tetap memiliki keterbatasan. Latihan online ini hanya cocok untuk beberapa siswa yang sudah memiliki dasar. Apabila berlatih aplikasi atau untuk berlatih yang lebih mendetail lagi, tetap diperlukan pertemuan secara langsung,” ungkap Popeye.

Namun ia tetap memberi kesempatan beberapa siswa yang tinggal dekat rumahnya untuk melakukan pertemuan secara langsung, “dengan syarat saya sendiri atau siswa selama 14 hari terakhir tidak mengalami gejala-gejala penyakit, flu ringan atau apa pun atau batuk-batuk atau cuma flu maka tidak dilangsungkan latihan. Tapi apabila kami sama-sama sehat maka kami tetap bertemu untuk melakukan latihan, tetapi terbatas hanya satu atau dua orang saja. Jadi memang latihan menjadi sedikit terbatas dibandingkan sebelum masa pandemi, tapi kami berusaha agar latihan tetap berlangsung,” pungkas Popeye.