Panduan Pandidikan Seks Bagi Guru TK Picu Debat di Berlin
28 Februari 2018
Kubu konservatif di Berlin memprotes pendidik yang mereka katakan terlalu banyak mengajarkan anak terlalu dini tentang pendidikan seks. Apakah ini sebuah serangan terhadap keragaman budaya Berlin?
Iklan
Sebuat buklet 140 halaman berisi bahan pengajaran saran bagi pendidik anak usia dini memiliki judul yang agak berat, yakni "Murat Bermain Putri, Alex Punya Dua Ibu dan Sophie Sekarang Bernama Ben: Keanekaragaman Seksual dan Gender sebagai Topik Pendidikan Pedagogi Inklusif." Bekerjasama antara pemerintah Berlin dan kelompok advokasi Queer Format, alat bantu pengajaran kemudian dibagikan kepada guru TK awal bulan Februari 2018.
Brosur panduan ini kemudian menjadi subyek berita utama di tabloid setempat, yang secara keliru mencapnya sebagai "brosur seks untuk anak-anak TK." Kenyataannya, publikasi ditujukan pada guru sebagai cara untuk membantu mereka dalam membimbing anak kecil dan menjawab pertanyaan tentang isu-isu transgender atau keluarga non-tradisional dan peran gender.
"Dasar dari buklet ini bukanlah pendekatan pedagogi seksual atau konten seksual-pedagogis, seperti misalnya seksualitas anak," demikian diungkap Queer Format dalam sebuah pernyataan. "Sebaliknya, ini membahas keragaman gender dan keluarga dalam konteks hak asasi manusia dan terutama anak-anak."
Namun perwakilan konservatif CDU di Berlin dan partai populis Alternative für Deutschland (AfD) langsung memprotesnya di Senat Berlin, Kamis (22/02/2018) lalu. Isu tersebut dikirim ke komite, dan menimbulkan perdebatan.
Membiarkan anak menjadi anak?
AfD awalnya mengeluarkan sebuah pernyataan kasar yang menuduh pemerintah Berlin "membuang-buang uang" dan "melakukan hiper-seksualisasi perkembangan anak." Namun saat diminta untuk memperluas pandangan partainya, juru bicara pendidikan AfD di Berlin, Franz Kerker, mengatakan bahwa isu utamanya adalah usia anak-anak yang bersangkutan.
"Pada dasarnya kita mengatakan bahwa mereka terlalu muda untuk berbicara tentang topik yang melibatkan seksualitas," kata Kerker kepada Deutsche Welle. "Kami berpendapat bahwa kita harus membicarakan fakta bahwa model kehidupan yang berbeda itu ada, tapi ini harus terjadi di usia lanjut."
Sementara Olaf Wedekind, juru bicara kelompok parlemen CDU di Berlin, mengatakan kepada DW: "Anak-anak harus tetap dibiarkan menjadi anak-anak dan tidak dihadapkan pada hal-hal seperti ini."
Kerker dan Wedekind mengatakan bahwa posisi mereka didasarkan pada pengalaman mereka sendiri sebagai ayah.
Menyibak Rahasia Anak Yang Sukses
Tidak ada resep ampuh mendidik anak yang menjamin anak pasti sukses. Tapi sejumlah penelitian psikologis bisa menjadi petunjuk faktor baik yang bisa jadi kunci kesuksesan.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Oelrich
Orang Tua Latih Anak Lakukan Pekerjaan Rumah Tangga
Kebiasaan ini penting, kata Julie Lythcott-Haims, penulis buku How to Raise an Adult. "Dengan demikian anak tahu bahwa ada pekerjaan yang harus dilakukan, dan tiap orang harus menyumbangkan tenaga untuk kepentingan bersama," kata Lythcott-Haims.
Foto: picture-alliance/dpa
Orang Tua Mengajar Kepandaian Bersosialisasi
Riset 20 tahun yang dilakukan Pennsylvania State University and Duke University menunjukkan, anak yang kompeten secara sosial, yang bisa bekerjasama dengan teman, bersedia menolong, mengerti perasaan orang dan menyelesaikan sendiri masalah mereka, kemungkinan besar dapat gelar sarjana dan bekerja penuh dalam usia 25 tahun. Sebaliknya, anak yang tidak punya kompetensi sosial sering gagal.
Foto: colourbox/S. Darsa
Anak-Anak Belajar Matematika Sejak Dini
Riset Northwestern University atas 35.000 anak menunjukkan, kemampuan matematika yang berkembang sejak dini bisa jadi keuntungan besar. Greg Duncan yang ikut dalam penelitian mengungkap, kemampuan matematika di usia dini bisa jadi petunjuk kemampuan matematika di masa depan dan kemampuan membaca.
Foto: picture alliance/dpa-Zentralbild/T. Schulze
Ibu Bekerja
Anak perempuan dari ibu yang bekerja menimba pendidikan lebih lama, dan cenderung dapat pekerjaan berstatus dan bergaji lebih tinggi. Jumlahnya 23% lebih banyak daripada anak dari ibu yang tidak bekerja. Anak laki-laki dari ibu yang bekerja lebih sering lakukan pekerjaan rumah tangga. Syaratnya: ibu tidak boleh stress karena beban pekerjaan rumah tangga dan sekaligus mencari nafkah.
Foto: picture-alliance/dpa
Hubungan Keluarga Yang Harmonis
Anak-anak dari keluarga konflik, baik orang tua yang bercerai atau tidak, biasanya kurang sukses, dibanding anak-anak dari orang tua yang rukun. Demikian hasil penelitian University of Illinois. Para orang tuaj disarankan memberi perhatian besar kepada anak, tidak peduli kemampuan finansial mereka, dan menjalin hubungan baik dengan anak. Demikian hasil riset psikolog Lee Raby.
Foto: Colourbox/Monkey Business Images
Orang Tua Punya Harapan Tinggi Bagi Anak
Harapan orang tua yang tinggi bagi masa depan anak punya pengaruh besar atas keberhasilan anak. Demikian hasil penelitian Prof. Neal Halfon atas 6.600 anak yang lain 2001. Orang tua yang berharap anaknya berkuliah akan mengarahkan anaknya ke sana, tidak peduli kemampuan keuangan mereka.
Foto: Pressmaster/Colourbox
Orang Tua Menghargai Upaya Anak untuk Berhasil
Orang tua yang percaya bahwa kehendak dan cita-cita bisa memperbaiki kemampuan anak, akan mendorong keberhasilan anak. Jika anak diajar bahwa mereka berhasil karena intelegensianya belaka, itu akan menghasilkan cara berpikir yang tak berkembang. Berbeda halnya jika anak dididik untuk berupaya agar sukses. Demikian Carol Dweck dari Stanford University.
Dalam sebuah pernyataan bersama, Partai Sosial Demokrat (SPD), Partai Kiri dan Partai Hijau, yang memerintah Berlin dalam koalisi, menolak demonstrasi sayap kanan terhadap alat bantu pengajaran itu.
"Setelah usaha mereka untuk membuat skandal atas buku panduan seks dan keragaman gender bagi guru tidak berhasil, CDU lebih memilih untuk tidak membicarakan masalah ini," kata pernyataan tersebut, seraya menambahkan bahwa ketiga partai itu akan dengan senang hati "mencerahkan" kaum konservatif.
Persatuan lesbian dan gay CDU (LSU) juga telah menolak kekhawatiran partainya tentang kelayakan buku panduan ini."Kami belum bisa menemukan rekomendasi untuk menyuarakan anak-anak atau menghadapi topik yang tidak sesuai untuk usia tersebut," tulis LSU dalam sebuah pernyataannya.
8 Hal yang Harus Dilakukan Anak-anak Sendiri Sebelum Masuk SMP
Bagaimana anak-anak bisa tumbuh dewasa sebagai manusia kompeten, jika orangtua selalu melakukan segalanya untuk anak yang berangkat remaja.
Foto: Public Domain
1. Bangun pagi tanpa perlu dibangunkan
Inilah saatnya membiarkan jam alarm melakukan tugasnya. Mereka harus belajar bertanggung jawab untuk bangun sendiri sendiri ketika mulai sekolah menengah, agar tak terlambat. Belajar menjadi orang dewasa yang berdisiplin dan menghargai waktu.
Foto: Fotolia/photonetworkde
2. Menyiapkan sarapan sendiri.
Orang tua kadang memastikan ada makanan di rumah sehingga mereka bisa makan sarapan. Tiba saatnya mereka mulai menyiapkan sarapannya sendiri sesuai dengan selera dan kreasinya sendiri.
Foto: Fotolia/okinawakasawa
3. Mengerjakan PR sendiri
Ketakutan orangtua biasanya, sang anak lupa atau salah dalam mengerjakan tugas dari sekolah yang dibawa pulang atau PR. Namun kini sudah saatnya mereka mengerjakannya. Setelahnya mereka boleh meminta orangtua untuk mengecek saja. Mereka perlu tahu bagaimana melakukannya tanpa intervensi Anda.
Foto: Imago/Jochen Tack
4. Mengepak barang-barang sendiri untuk sekolah
Buku, ponsel, kunci tertinggal, seragam belum dicuci..... Bukan tugas Anda lagi sebagai orangtua yang terus-menerus bawel mengingatkan. Mereka harus belajar untuk tahu konsekuensinya, tanpa harus mengandalkan orangtua mengingatkan benda-benda tersebut. Lupa sesuatu? Rasakan rasa sakit itu.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
5. Rencanakan dan kerjakan proyek sekolah sendiri
Proyek sekolah tidak diberikan malam hari sebelum jatuh tempo. Karena itu, jangan ambil alih tugas sekolah pada menit terakhir agar proyek selesai. Mereka harus belajar membuat perencanaan yang matang. Satu-satunya hal yang bisa Anda lakukan, dalam obrolan mingguan, tanya tentang proyek sekolah apa yang akan atau tengah digarap.
Foto: Fotolia/Spectral-Design
6. Mencuci baju sendiri
Seorang remaja harus diingatkan, bahwa orangtua bukanlah pelayan mereka. Dalam usia beranjak remaja, mereka mampu mengatasi keseluruhan proses binatu, mulai dari mencuci dan melipat atau menyeterika.
Foto: Dron/Fotolia
7. Menyelesaikan persoalan dengan guru atau pelatih
Jika anak punya masalah dengan guru atau pelatih, dia harus mempertanggungjawabkannya. Tidak disarankan orang tua ikut campur permasalahan di antara figur otoritas dan anak. Orangtua cukup perlu tahu. Anak perlu belajar bagaimana menangani masalahnya sendiri atau setidaknya meminta Anda untuk membantu mereka.
Foto: picture-alliance/dpa
8. bertanggung jawab dalam urusan sekolah
Orangtua memang perlu mengobrol soal proyek sekolah dan PR, tapi diharapkan anak-anak tersebut menyadarai bahwa itu adalah tanggung jawab mereka sepenuhnya. Dengan demikian orangtua juga belajar menghargai kemampuan anak itu sendiri. Yang tetap harus dilakukan adalah mengamati perkembangan nilai dan berbicara tentang situasi di sekolah, tanpa perlu ikut campur berlebihan. (Ed: ap/hp/redtri)
Foto: Public domain
8 foto1 | 8
Memberi sanksi kepada orang tua
Bisakah anak kecil dididik tentang orangtua tunggal tanpa membicarakan seksualitas? Queer Format menunjukkan bahwa versi buku panduan telah beredar selama bertahun-tahun dan 95 persen peserta dalam seminar yang menggunakannya menilai sesi pelatihan tersebut sebagai "bagus atau sangat bagus."
Namun kaum konservatif menganggap bahwa panduan tersebut kadang-kadang melampaui batas, dengan mengutip sebuah bagian yang berbunyi "Jika orang tua, figur otoritas atau psikoterapis bereaksi secara tidak pandang bulu, negatif, secara benar atau membatasi terhadap perilaku anak yang tidak sesuai dengan peran gender, situasinya juga harus dievaluasi dari perspektif membahayakan kesejahteraan anak. "
Pernyataan yang agak berbelit-belit, kata Wedekind, merupakan ancaman implisit yang berpotensi membawa anak-anak menjauh dari orang tua yang tidak memiliki pandangan tertentu tentang jenis kelamin dan seksualitas.
Mencurahkan sumber daya negara
Dan apakah guru TK dan pendidik benar-benar membutuhkan 140 halaman materi yang, sebagian, mencakup situasi yang relatif jarang terjadi? Kerker mengemukakan bahwa pemerintah kota Berlin akandisarankan untuk lebih fokus memperbaiki infrastruktur, terutama infrastruktur digital. Namun badan amal Deutscher Paritätischer Wohlfahrtsverband mengatakan bahwa mereka akan membiayai pencetakan 1.000 eksemplar buklet itu lebih lanjut.
"Pertanyaan tentang seksualitas dan keluarga merupakan topik penting bagi anak-anak dan harus menjadi bagian dari realitas taman kanak-kanak sehari-hari," kata wakil kepala badan amal, Martin Hoyer dalam sebuah pernyataan.
Tapi posisi itu persis seperti apa yang dinginkan dari spektrum politik. Dengan ibukota yang diperintah oleh koalisi sayap kiri, demonstrasi di parlemen kota hampir tidak memiliki peluang untuk sukses. Tapi kaum konservatif terus melakukan tindakan penolakan lebih lanjut, mungkin dengan demonstrasi publik, setelah masalah tersebut masuk di komite Senat Berlin.
Riset: Anak SD tak Perlu PR
Guru tidak seharusnya bebankan segudang pekerjaan rumah (PR) untuk siswa sekolah dasar(SD)? Pakar psikologi Harris Cooper meneliti efek PR selama 25 tahun memaparkan hasil risetnya yang kontroversial.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Eisenhuth
Belajar sambil bersenang-senang
Anak yang baru mulai sekolah masih akan lewati banyak tahun untuk menuntut ilmu. Guru harus berusaha agar anak-anak menyukai sekolah dan belajar. Atmosfirnya harus dibuat menyenangkan, bukan malah membebani. Jangan sampai PR jadi beban sehingga belajar jadi hal menyebalkan. Copper menulis risetnya di buku: The Battle over Homework: Common Ground for Administrators, Teachers, and Parents,
Foto: Fotolia/Sergii Figurnyi
Merusak hubungan jangka panjang
PR dimaksudkan untuk melibatkanb dan mendekatkan ortu dalam pendidikan anak-anak.Tapi efeknya bisa sebaliknya. Setelah hari panjang di sekolah, sesuatu yang mencakup kata "pekerjaan" tak selalu menjadi apa diinginkan anak sebelum tidur. Ortu dan anak malah bisa bertengkar gara-gara PR dan menimbulkan kenangan traumatis..
Foto: Sandy Schulze/Fotolia
PR memberi rasa tanggung jawab palsu
Pekerjaan rumah sehari-hari membantu anak-anak menjadi lebih bertanggung jawab, tapi ini hanya berlaku ketika mereka sudah masuk SMP. Tapi ketika orang tua harus mengingatkan anak-anak mereka yang masih SD untuk mengerjakan PR setiap malam, tujuan awal ini pudar artinya. Masa kecil adalah masa bermain.
Foto: Getty Images/AFP/S.Khan
PR sisakan sedikit waktu untuk jadi anak-anak
Karena waktu tersita untuk PR, banyak anak-anak tidak mendapatkan cukup waktu untuk bergerak. Padahal di usia dini, mereka harus melakukan kegiatan fisik, main di luar dan berolahraga dengan teman-teman. Guru dan orang tua dapat mendorong anak-anak untuk lebih sering melakukan aktivitas seperti ini. Biarkan mereka kreatif dan berlatih fisik untuk mengembangkan diri.
Foto: Fotolia/kids.4pictures
Anak perlu istirahat agar produktif di sekolah
Mengerjakan PR mencuri waktu istrirahat anak-anak SD. Anak-anak membutuhkan rata-rata 10 jam tidur dalam sehari. Agar anak-anak menjadi produktif 100% pada hari berikutnya di sekolah, mereka harus memiliki waktu istirahat yang cukup
Foto: Imago/E. Umdorf
Alternatifnya: Membaca
Mendorong anak-anak agar senang membaca menurut penelitian jauh lebih baik daripada mengerjakan PR. Orang tua dan guru dapat membantu mencari subyek menarik untuk dibacakan pada mereka atau merangsang mereka untuk membaca sendiri.
Foto: Fotolia
Ajarkan tanggung jawab tugas sehari-hari
Alternatif kedua: Ada banyak kebiasaan sehari-hari yang dapat mengajarkan mereka untuk bertanggung jawab, seperti bangun pagi dan bersiap diri ke sekolah, merapikan tempat tidur, atau bahkan merawat hewan peliharaan. Namun ingatkan, bahwa mereka adalah pelajar, yang kewajiabn utamanya adalah belajar.
Foto: Fotolia/otisthewolf
Kunjungi museum dan lokasi menarik lain
Alternatif lain: mengunjungi museum dan lokasi menarik. Banyak pengetahuan dan pengalaman bisa didapat di sini. Cari pameran atau kegiatan yang akan membangkitkan minat anak-anak. Di Jerman anak.-anak sering diajak ke museum, markas pemadam kebakaran, gedung kesenian, mengunjungi pameran dan tempat menarik lainnya.