Bumi kita berada dalam proses perubahan besar geologis. Perkembangan bumi sudah tidak alami lagi, karena dipengaruhi oleh manusia. Kita memasuki zaman yang disebut Anthropocene.
Iklan
Para geolog dan ilmuwan disiplin lainnya, sejak beberapa dekade mengamati sebuah perubahan besar geologis yang dramatis. Sebuah lingkungan yang dikatakan alami, seperti pemikiran romantis, sebenarnya tidak ada lagi di era masyarakat industri yang makin maju.
Di zaman awal sejarah bumi, hutan belantara masih meluas dengan sendirinya. Pemandangan ditandai dengan sungai-sungai, gunung berapi, pergerakan bumi dan perubahan iklim secara alami. Saat ini, umat manusia yang punya andil besar yang mempengaruhi proses perkembangan bumi.
Peneliti menunjuk perubahan iklim global sebagai contohnya. Perubahan dipercepat lewat tingginya emisi gas rumah kaca dan sebagai akibatnya temperatur global naik. Dampak ikutannya adalah naiknya permukaan laut yang menyebabkan perubahan dalam skala besar pada kehidupan pesisir. Pakar iklim juga memperingatkan munculnya musim kering yang dipicu oleh manusia di sejumlah besar wilayah dunia dan juga perusakan tanah-tanah subur.
Bumi Semakin Lelah!
Baru memasuki bulan Agustus, umat manusia telah menghabiskan seluruh sumber daya alam yang diperuntukkan sampai akhir tahun 2018 ini, demikian menurut perhitungan Foot Print.
Foto: picture-alliance/dpa
Sudah lampu merah
Setiap tahunnya, Global Footprint Network - sebuah think tank internasional dengan lebih dari 90 organisasi mitra - menghitung seberapa banyak sumber daya alam yang telah dieksploitasi manusia, dengan harapan manusia bisa lebih berhati-hati menjaganya, mengingat kondisi Bumi sudah ‘lampu merah’.
Foto: Fotolia/Yanterric
Berapa banyak kebutuhan kita?
Saat ini manusia mengkonsumsi sumber daya rata-rata setara dengan 1,6 planet Bumi. Dibutuhkan 1,6 kali luas Bumi yang ada untuk menopang kehidupan manusia. Artinya, saat ini manusia menggunakan sumber daya alam lebih banyak dari yang seharusnya. Konsumsi tersebut berbeda-beda di tiap wilayah. Misalnya masyarakat di Amerika, mengonsumsi satu setengah kali lebih banyak daripada masyarakat Jerman
Foto: picture alliance/landov
Pekerjaan kotor
Pembakaran bahan bakar fosil dan kayu mencapai 60 persen jejak kerusakan ekologi. Cina, Amerika Serikat, Uni Eropa dan India adalah penghasil emisi CO2 terbesar di dunia.
Hutan makin botak
Hutan menyediakan kayu, bahan baku yang sangat berharga bagi banyak hal, seperti produksi kertas. Kayu amat penting dalam mencegah erosi tanah, menyimpan air dan sangat diperlukan dalam siklus iklim, termasuk sebagai penyerap CO2. Namun jutaan hektar hutan hilang setiap tahunnya.
Foto: DW/K. Jäger
Bisakah kita memberi makan semua orang?
Populasi berkembang. Kawasan baru tumbuh di mana-mana. Pada saat bersamaan, dunia kehilangan lahan pertanian karena pembangunan perkotaan. Erosi dan degradasi tanah terjadi. Saat ini, warga Uni Eropa masing-masing rata-rata menggunakan 0,31 hektar lahan pertanian untuk konsumsi makanan. Padahal, jika didistribusikan secara adil di seluruh dunia, semua orang hanya berhak 0,2 hektar.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Büttner
Penangkapan ikan berlebihan
Karena manusia menangkap ikan secara berlebihan maka kesulitan pula untuk memulihkan stok makanan laut. Sepertiga stok ikan ikan tangkapan di dunia dieksploitasi berlebihan. Emisi CO2 juga mengasamkan lautan dan mengakibatkan kondisi hidup yang lebih sulit bagi makhluk laut.
Kelangkaan air bersih
Program Lingkungan PBB memperkirakan bahwa hampir setengah dari populasi dunia akan menderita kekurangan air bersih pada tahun 2030. Cadangan air tanah menjadi semakin langka dan sering terkontaminasi. Tingkat cemaran di sungai, danau dan lainnya akibat buangan dari pertanian dan limbah rumah tangga di beberapa tempat, begitu tinggi. Bahkan hewanpun tak layak mengonsumsinya.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Gupta
Swasembada 1,8 hektar lahan
Setiap manusia membutuhkan 1,8 hektar lahan untuk hidup, -- misalnya untuk makan, transpor, energi, dsb--dan sampah yang harus kembali dibuang ke alam. Tapi rata-rata warga Jerman, misalnya, menghabiskan hingga 5,1 hektar. Pada tahun 2016, kapasitas biologis Jerman sudah kelelahan dan mengorbankan negara lain atau generasi mendatang.
Foto: picture-alliance/dpa/N. Huland
8 foto1 | 8
Perpisahan dari alam
Kenyataan ini juga memicu perubahan pemikiran yang radikal dalam ilmu pengetahuan. Saat ini tidak ada lagi alam yang berlawanan dengan budaya manusia dan yang berkembang sendiri seperti dulu. Kini bumi serta lingkungannya dipengaruhi secara masif oleh manusia.
Karena itu periset berbicara tentang zaman yang dipengaruhi manusia atau "Anthropocene". Konsep itu mengguncang inti interpretasi mengenai dunia yang ada saat ini.
Pasalnya, sampai sekarang orang terutama membedakan antara "alam yang kerap baik" dan "manusia yang sering jahat dengan teknologinya", ujar Reinhold Leinfelder, geolog dari Freie Universität Berlin yang secara intensif melakukan penelitian tentang Anthropocene. Namun baginya perbedaan ini sudah lama tidak berlaku lagi.
Peliharalah, Bukan Merusak
Baik Islam, Buddha. Hindu, Kristen, Katholik dan Yahudi, memiliki kitab suci yang memberikan petunjuk dalam kehidupan. Di dalamnya mengajarkan para pengikut agama tersebut untuk merawat bumi dan lingkungannya.
Foto: Jody McIntryre / CC-BY-SA-2.0
Melestarikan Ciptaan
Adam dan Hawa di Taman Eden: Kristen dan Yahudi meyakini memelihara ciptaan Tuhan adalah satu tugas yang Tuhan percayakan kepada manusia: "Dan Tuhan menempatkannya di Taman Eden untuk bekerja dan memelihara taman itu" .(Alkitab: Kejadian 2: 15)
Foto: Jonathan Linczak / CC BY-NC-SA 2.0
Yahudi dan Kristen Alkitab berbagi pesan kunci
Kisah penciptaan diceritakan dalam perjanjian lama Kitab Musa. Kitab pertama Musa adalah bagian dari kitab Taurat, bagian pertama dari kitab Yahudi, yang disebut Tanakh.
Foto: Lawrie Cate / CC BY 2.0
Buku paling laku di dunia
Kisah penciptaan juga bagian sentral dari Perjanjian Lama dalam kitab suci umat Kristen, yang menjalin bagian-bagian dari teks-teks suci Yahudi. Alkitab adalah teks tertulis yang paling banyak digunakan dan paling sering dipublikasikan di dunia.
Foto: Axel Warnstedt
"Aturan ketertiban" manusia
"Dan Allah memberkati mereka, lalu berfirman: Beranakcuculah dan bertambah banyak, memenuhi bumi dan menaklukkannya. Berkuasalah atas ikan-ikan di laut, dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi "(Alkitab, Kejadian 1: 28).
Foto: Axel Warnstedt
Bekerja dengan berhati-hati atas ciptaannya
Dalam Islam, ciptaan Allah harus dilindungi. Manusia dapat memanfaatkannya, tapi dengan secara baik: "Matahari & bulan beredar menurut perhitungan, bintang-bintang dan pohon-pohon tunduk pada-Nya. Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca keadilan. Jangan ganggu keseimbangannya. Tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu menguranginya". (Al Qur‘an, Surat 55, 3-10)
Foto: sektordua / CC BY 2.0
Jangan sebabkan kerusakan di muka bumi
Al-Qur'an berisi petunjuk khusus dan rinci bagi umat Muslim. Banyak petunjuk di dalamnya yang langsung berkaitan dengan masalah lingkungan dan alam. Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". (Al Qur'an, Surat Al-Baqarah: 2, 11)
Foto: Axel Warnstedt
Hindu dalam siklus abadi
Dalam semuanya bergerak dalam siklus di mana masing-masing komponen – kelahiran atau kematian, terlihat atau tidak terlihat – semua terulang secara terus-menerus. Manusia adalah bagian dari dunia ini, statusnya sama seperti makhluk hidup lainnya.
Foto: public domain
Selalu menjaga keseimbangan
Keseimbangan alam harus dipertahankan. Siapa yang sudah mengambil sesuatu, harus mengembalikannya. Dewa mengurus berbagai kebutuhan hidup: "…dengan pengorbanan, Dewa akan memberkati apa yang kamu butuhkan. Ia yang menikmati apa yang para dewa beri, tanpa memberi imbalan sesungguhnya adalah pencuri . "(Bhagavad Gita 3:12)
Foto: Jody McIntryre / CC-BY-SA-2.0
Semua saling terkait
Dalam bahasa Pali pada kitab awal Buddha, terdapat tulisan mengenai segala sesuatu yang saling ketergantungan dan keterkaitan: "Sesuatu yang ada, memiliki keberadaan. Eksistensi muncul dari keberadaannya. Jika sesuatu tidak ada, maka eksistensinya pun tiada. Dengan terhentinya sesuatu, maka hal ini akan selesai. "(Pali, Samyutta Nikaya II, 12:21)
Foto: Mixtribe-Photo / CC BY 2.0
9 foto1 | 9
"Kita saat ini sudah sedemikian jauh. Manusia sudah mengubah alam sedemikian rupa sehingga kita harus mengatakan, alam menurut pengertian masa lalu itu sudah tidak eksis lagi." Begitu dijelaskan Leinfelder. Dan alam ini tidak bisa lagi dipisahkan dari cirinya saat ini, juga tidak dari teknologi.
Dataran bumi sudah berubah
Menurut konsep Anthropocene, manusia dan alam merupakan sebuah kesatuan. Dengan begitu tidak berlaku lagi antitesis lingkungan yang berkembang alami di satu sisi dan masyarakat berteknologi di sisi lain. Pakar geolog Leinfelder melihatnya sebagai konsekuensi, sebab saat ini saja manusia sudah mengubah sekitar 75 persen dari dataran kerak bumi.
Misalnya melalui kegiatan pertanian industrial yang melakukan pengolahan tanah secara besar-besaran. Begitu juga dengan pembangunan di kota-kota dan pertambangan. Saat ini jumlah dataran bumi yang dipindahkan, 30 kali lipat lebih banyak ketimbang melalui proses alami.
Jejak Manusia di Muka Bumi
Kehadiran manusia mengubah wajah bumi. Citra satelit dari ketinggian 600 Kilometer menunjukkan alam yang sudah kehilangan kesuciannya, namun tetap memukau dalam bentuknya yang terjamah manusia.
Foto: eoVision/GeoEye, 2011, distributed by e-GEOS
Hutan Buatan
Beginilah hutan hasil karangan manusia. Citra satelit menunjukkan hutan produksi di dekat kota Christchurch, Selandia Baru. Usia pohon dan tanaman bisa ditebak melalui perbedaan bayangan dan gradasi warna.
Foto: eoVision/GeoEye, 2011, distributed by e-GEOS
Hijau di Padang Pasir
Wadi adalah istilah yang dipakai untuk sungai yang kering di Afrika Utara, Asia atau Spanyol. Di Wadi as-Sahba di Arab Saudi membentang lahan-lahan hijau yang tampak seperti oase di tengah gurun. Lahan kebun yang berbentuk bundar ini digunakan untuk memproduksi pakan ternak.
Foto: eoVision/GeoEye, 2011, distributed by e-GEOS
Cermin Raksasa
Ribuan cermin memantulkan sinar matahari ke arah menara surya di pembangkit listrik tenaga matahari, Planta 10 dan 20 di Sevilla, Spanyol. Menara tersebut menampung temperatur setinggi 1.000 derajat celcius yang digunakan untuk memproduksi listrik. Setiap piringan cermin memiliki luas sebesar lapangan tenis.
Foto: eoVision/GeoEye, 2011, distributed by e-GEOS
Ladang Rapa
Memasuki pertengahan Mai, wajah kota Lübeck dan sekitarnya di utara Jerman berubah menjadi kuning - oleh lautan bunga Rapa yang mulai mekar. Tanaman ini banyak digunakan untuk memproduksi minyak makan, atau belakangan juga untuk bahan bakar mesin diesel.
Foto: eoVision/DigitalGlobe, 2011, distributed by e-GEOS
Menghilangnya Ekosistem Alami
Hutan hujan di provinsi Serawak, Malaysia, termasuk salah satu yang terbesar di dunia. Sungai biasanya menjadi satu-satunya akses menuju pedalaman. Namun berkat eksploitasi oleh manusia, sebagian besar lahan yang tadinya ramai ditumbuhi pepohonan kini rata dengan tanah.
Foto: eoVision/GeoEye, 2011, distributed by e-GEOS
Telaga Puspawarna
Lahan perkebunan di Beaumont, Australia, ini dipenuhi oleh puluhan tambak garam. Coraknya yang berbeda-beda muncul akibat alga dan perbedaan kandungan garam di dalam tanah. Buat para petani, kadar garam yang tinggi di dalam tanah mempersulit usaha mereka bercocok tanam.
Foto: eoVision/DigitalGlobe, 2011, distributed by e-GEOS
Kota Buatan di Tepi Alam
Kompleks pemukiman raksasa, Weston ini dibangun dengan menimbun kawasan rawa di negara bagian Florida, AS. Sebagian besar dari 66.000 penduduk yang tinggal di sana termasuk berpenghasilan sangat tinggi. Mereka membayar mahal untuk bisa hidup bersebelahan dengan taman nasional Everglades yang belum terjamah oleh manusia.
Foto: eoVision/DigitalGlobe, 2011, distributed by e-GEOS
Daur Ulang di Tepi Pantai
Antrian kapal memenuhi kawasan pantai Chittagong di Bangladesh. Ribuan buruh bersiap mempereteli setiap kapal tanker atau kontainer secara bergiliran. Tanpa pakaian pelindung, mereka terancam oleh zat-zat berbahaya.
Foto: eoVision/GeoEye, 2011, distributed by e-GEOS
Emas Cair
Setiap meter area perkebunan di provinsi Jaén, Spanyol, ini dipenuhi oleh pohon zaitun, jumlahnya mencapai 50 juta. Kendati Italia lebih dikenal sebagai penghasil minyak zaitun terbaik, setiap tahunnya 600.000 liter minyak diproduksi di atas area perkebunan terbesar di dunia ini.
Foto: eoVision/DigitalGlobe, 2011, distributed by e-GEOS
Kemewahan di Tengah Gurun
Qatar membangun kawasan perumahan mewah dengan pelabuhan sendiri. Pulau yang diciptakan khusus untuk melindungi privasi ini terlihat seperti rangkaian kalung mutiara. Menimbun laut untuk membuat pulau menjadi tren properti mewah di kawasan teluk.
Foto: eoVision/GeoEye, 2011, distributed by e-GEOS
Surga di Atas Bumi
Dataran tinggi Huangtu menjamin kesuburan yang berlimpah. Sejak ribuan tahun penduduk setempat mengubah wajah dataran tinggi ini dengan membangun teras-teras untuk mencegah erosi. Hingga kini para petani masih menggunakan cara-cara tradisional untuk menanam padi dan berkebun.
Foto: eoVision/DigitalGlobe, 2011, distributed by e-GEOS
Dua Ton Berlian per Tahun
Tambang berlian terbesar di dunia ini berada di Botswana, selatan Afrika. Berbagai jenis mineral yang terkandung di dalam bumi membuat bebatuan di sini berwarna biru. Kendati sudah berdiri sejak tahun 1971, tambang ini dipercaya memiliki kandungan yang akan cukup untuk 50 tahun ke depan.
Foto: eoVision/DigitalGlobe, 2011, distributed by e-GEOS
12 foto1 | 12
Tambahan lagi makin banyak jenis hewan yang punah. Diperkirakan, jumlahnya sekitar seratus kali lebih tinggi dibandingkan bila itu terjadi pada proses alami. Sejumlah periset bahkan memperkirakan tingkat kepunahan hingga seribu kali lebih banyak. Yang pasti bagi Reinhold Leinfelder adalah "Sedimen, berupa lapisan geologis yang kita miliki di masa depan, kebanyakan merupakan hasil ulah kita sendiri."
Industrialisasi sebagai titik balik
Endapan sedimen masa depan memang akan menunjukkan campur tangan manusia terhadap lingkungan. Para arkeolog akan menemukan sisa hewan peliharaan yang berguna bagi manusia di lapisan sedimen, dan juga jejak-jejak tanaman yang dibudidayakan serta partikel plastik.
Endapan sedimen karakteistik semacam itulah yang terlihat pada setiap era geologis. Periode terbaru adalah Holocene yang dimulai sekitar 11.000 tahun silam, jadi setelah zaman es terakhir dan ditandai terutama lewat kondisi lingkungan yang stabil. Periode Holocene itu kemudian diganti oleh periode Anthropocene.
Satelit Dokumentasikan Bumi
Apakah secara alami atau bukan, yang jelas bumi kita berubah. Bagaimana tepatnya perubahan itu diamati oleh dua satelit: Tandem-X dan TerraSAR-X yang dalam empat tahun terakhir mengambil gambar 3D mengesankan.
Foto: DLR
Bagaikan lukisan
Inilah Gurun Atacama Chili jika dilihat dari pantauan satelit kembar TerraSAR-X dan Tandem-X. Di samping kawasan vulkanik, terdapat hamparan lahan garam Salar de Uyuni seluas 10.000 kilometer persegi dalam bentuk melingkar, bagai wajan berisi garam terbesar di dunia. Warna-warna biru tua ini menandai bagian terdalam dari dataran garam.
Foto: DLR
Teknologi tinggi
Kedua gambar ini adalah potongan sama yang terlihat dari Las Vegas. Gambar kiri diambil oleh Shuttle Radar Topografi Mission (SRTM) pada tahun 2000, yang memperlihatkan kemajuan teknologi satelit.
Foto: DLR
Dokumentasi alam
Rekaman yang diambil oleh TerraSAR-X pada tanggal 12 Maret 2011 ini menunjukkan dari ruang angkasa, berapa banyak pelabuhan kota Jepang dari Sendai yang hancur akibat gelombang tsunami. Wilayah berwarna magenta menunjukkan tingkat kerusakan dalam bentuk batu-batu dan tumpukan puing-puing, daerah biru melambankan area yang terkena banjir.
Foto: DLR
Padat penduduk
Bukan hanya siapapun di tengah yang terlihat, namun bahkan mereka yang berkilo-kilo meter di sekitarnya. Terlihat di sini megacity Istanbul yang luar biasa. Warna kuning merupakan daerah padat penduduk di pusat kota. Hanya sedikit hijau yang tersisa. Dan bahkan di Laut Marmara, kapal tidak luput dari radar TerraSAR-X.
Foto: DLR
Memahami es abadi
Rekaman di Queen Maud Lland ini membantu para ilmuwan untuk lebih memahami gunung es. Di sini Anda dapat melihat di bagian kiri bawah, seperti ada sebuah pulau kecil menghambat beting es yang mengalir. Gunung es A 62 ini sudah sejak September 2010, menyempit hingga tersisa residu 800 meter lebarnya yang menghubungkan dengan hamparan es.
Foto: DLR
Setelah meletus
Inilah penampakan kawasan vulkanik Puyehue-Cordón Caulle pada tanggal 6 Juli 2011, sebulan setelah gunungnya meletus. Di barat laut Puyehue Crater – yang terlihat hampir seperti danau ini, terlihat jelas merupakan bidang yang baru yang terbentuk dari lava. Melalui aliran lava – warna kebiruan dalam gambar ini langsung terhubung ke wilayah timur, dimana terjadi letusan kawah terbaru.
Foto: DLR
Misteri alam
Pancaran radar dari satelit TerraSAR-X menunjukkan pula salju dan es yang menutupi sungai MacKenzie di Kanada. Berdasarkan nuansa warnanya, peneliti dapat menarik kesimpulan tentang pembentukan es dan berbagai substrat.
Foto: DLR
7 foto1 | 7
Namun para periset ridak sepakat dalam penentuan waktu, kapan periode Anthropocene mulai. Pertanian dimulai sekitar 10.000 tahun lalu. Berbarengan dengan itu mulailah intervensi manusia terhadap alam secara sistematis. Hanya, campur tangan saat itu masih terbatas lokasinya. Tetapi periset sepakat bahwa proses mempengaruhi alam secara global, selambatnya dimulai sejak industrialisasi abad ke-18.
Eksperimen berskala planet
Akhir abad ke-18 hingga awal ke-19 kita sudah memulai eksperimen berskala planet," kata Jürgen Renn, Direktur Sejarah Ilmu Pengetahuan di Max-Planck-Institut di Berlin. "Saat itu orang tentu sudah dapat melihat dampaknya, namun hingga saat ini dampak itu masih merupakan tantangan bagi kita," tambah ilmuwan itu.
Yang termasuk ke dalam tantangan itu misalnya endapan timah hitam di lapisan tanah yang masih dapat ditemukan saat ini. Sejak industrialisasi, intervensi terhadap alam semakin meningkat.
Ketika Tanah Subur Menghilang
Permintaan global akan bahan pangan, pakan ternak dan biomassa untuk membuat energi terus meningkat. Ironisnya akibat erosi dan tataguna lahan yang salah, setiap tahun 24 milyar ton tanah subur hilang dari muka bumi.
Foto: eoVision/GeoEye, 2011, distributed by e-GEOS
Habitat Bawah Tanah
Pada segenggam tanah hidup milyaran mikroorganisme yang menjamin bahwa lapisan humus menyimpan bahan nutrisi dan air untuk tanaman. Tanah juga merupakan penyimpan unsur Karbon kedua terbanyak setelah lautan, jauh lebih banyak ketimbang semua hutan di muka bumi dijumlahkan.
Foto: picture-alliance/dpa
Dihampari Beton dan Aspal
Kota-kota besar di seluruh dunia terus tumbuh meraksasa, lahan pertanian menghilang di bawah hamparan hutan beton dan aspal. Di bawah lapisan artifisial ini mikroorganisme dan binatang kecil dalam tanah mati kehabisan nafas. Air hujan tidak lagi meresap ke dalam tanah, melainkan terus mengalir menjadi banjir.
Foto: imago/Jochen Tack
Hilang Dihembus Angin
Lapisan kulit bumi yang peka, ibarat lapisan kulit manusia yang perlu perlindungan dari sengatan matahari, terpaan angin dan sergapan udara dingin. Lahan luas banyak yang mengalami kekeringan, dan pada saat dibajak dengan mesin lapisan Tipis tanah subur tergerus, terbawa angin dan lenyap.
Foto: WWF/E. Parker
Gurun Meluas
Eksploitasi lahan lewat penggundulan hutan, pemupukan berlebihan dan pengangonan ternak memicu kawasan yang sudah langka air menjadi kawasan gurun. Faktor iklim seperti kemarau panjang makin mempercepat reaksi berantai penggurunan yang dipicu aktivitas manusia yang tak ramah lingkungan.
Foto: picture-alliance/dpa
Tergerus Air
Ketika curah hujan tinggi menerpa lapisan hutan beton dan aspal, di saat lapisan salju mencair melanda daerah aliran sungai yang tidak lagi memiliki kawasan peresapan, dampaknya adalah gerusan air yang membawa lapisan subur dari kawasan ladang dan pertanian.
Foto: picture-alliance/dpa
Tanah Menjadi Asam
Budidaya Monokultur di lahan sangat luas memerlukan tambahan pupuk dan pestisida dalam jumlah besar, agar tetap bisa memberi keuntungan. Kebutuhan pupuk dan pestisida akan terus meningkat. Dampaknya lebih 40 persen lahan pertanian di dunia terancam hama kebal pestisida dan kehilangan kesuburan akibat tanah jadi asam karena terlalu banyak diberi pupuk kimiawi.
Foto: Yasuyoshi Chiba/AFP/Getty Images
Penggaraman Mengancam
Di sejumlah bendungan besar, akibat perubahan iklim air menguap lebih cepat ketimbang turunnya hujan. Tanah jadi kering, dan garam yang sebelumnya terlarut dalam air tertinggal di permukaan tanah. Dampaknya tanah tidak bisa lagi ditanami. Intrusi air asin juga jadi masalah besar di banyak kawasan pesisir.
Foto: picture-alliance/dpa
Tercemar Berat
Banyak lahan yang terkontaminasi limbah industri, sisa amunisi dan peralatan perang atau akibat pemupukan berlebihan. Pemulihan kembali tanah yang tercemar sangat sulit dan mahal onhkosnya. Cina saat ini menghadapi masalah besar terkait kontaminasi, karena dilaporkan 20 persen lahan pertanian di negara itu tercemar berat limbah beracun dan berbahaya.
Foto: Reuters
Lapisan Tanah Dikupas
Untuk menambang bahan mentah tanah dikupas dan digali. Misalnya di kawasan batubara muda di Jerman ini, dimana lapisan tanah dikupas lapis demi lapis. Akibatnya tata guna lahan untuk tujuan lainnya, seperti Biotop bagi perlindungan keragaman hayati, pertanian atau pemukiman juga dimusnahkan.
Foto: pommes.fritz123/flickr cc-by-sa 2.0
Pemulihan Perlu Waktu Lama
Alam perlu duaribu tahun, untuk memulihkan kembali lapisan tanah subur setebal 10 sentimeter dimana tanaman tumbuh dan nutrisi serta air bisa disimpan. Untuk melindungi tanah subur ini, PBB mencanangakan tahun 2015 sebagai "Tahun Tanah Internasional".
Foto: WWF/E. Parker
10 foto1 | 10
Budidaya monoklutur membuat tanah subur terkikis. Pertambangan pada permukaan bumi menggeser gunung, pembersihan tanah garapan mengubah keseluruhan budidaya tanaman, dan juga pelurusan sungai-sungai. Belum lagi perluasan daratan di kawasan pesisir.
Juga sampah radioaktif yang masih dapat ditemukan hingga ratusan ribu tahun ke depan. Semuanya ini menandai bumi kita untuk selamanya. Karena alam dan manusia serta teknologinya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Citra Bumi dari Satelit Sentinel
Citra Bumi dari ketinggian 700 km di ruang angkasa. Bagaikan kartu pos berwarna-warni, kontras dan berresolusi tinggi. Inilah foto-foto perdana yang dikirim satelit pemantau bumi Sentinel-2A yang dilucurkan 23 Juni 2015.
Foto: Copernicus data/ESA
Motif Kartu Pos dari Antariksa
Inilah "salam" perdana berupa snapshot Côte d'Azur yang diambil satelit Sentinel-2A dari ketinggian orbiter 700 km di atas Bumi. Di bagian atas adalah kota Menton dan di sebelah kiri bandar udara Nice.
Foto: Copernicus data/ESA
Italia Ditabur Cahaya Matahari
"Italy’s typical sunny weather" begitu judul foto yang dipublikasikan badan antariksa Eropa-ESA. Rekaman Foto daerah aliran sungai Po atau Pianura Padana ini menunjukkan kawasan sepanjang 400 km selebar antara 70 hingga 20 km dari pegunungan Alpina di utara hingga pesisir laut Adria di selatan.
Foto: Copernicus data/ESA
Foto Close-Up Inframerah
Ini citra close-up Pianura Padana, di mana sungai Po melintasi kota Tessin di Swiss dibuat dengan kamera inframerah pada satelit Sentinel. Foto semacam ini terutama memasok data bagi sektor pertanian dan kehutanan serta informasi adanya pencemaran lingkungan.
Foto: Copernicus data/ESA
Foto Milan dari Ruang Angkasa
Foto dengan kualitas bagus yang pertama dikirim Sentinel adalah citra kota Milan yang merupakan kota terbesar kedua di Italia. Foto dikirim tiga hari setelah peluncuran satelit pemantau Bumi itu. Ketika itu Eropa disaput awan dan hanya Italia yang bercuaca cerah.
Foto: Copernicus data/ESA
Birunya Laut Tengah
Kamera pada satelit Sentinel amat tajam dan memiliki resolusi tinggi. Foto sebuah perahu yang melayari kawasan Laut Tengah dari pelabuhan Civitavecchia di Italia menuju Barcelona, Spanyol yang diambil dari ketinggian 700 km terlihat masih cukup jelas dan kontras.
Foto: Copernicus data/ESA
Melihat yang Tidak Kasat Mata
Kamera pada satelit juga bisa melihat Spektrum warna yang tidak kasat mata. Inilah citra lembah Po di sekitar kota Milan yang menunjukkan gambaran jalur jalan bebas hambatan dan sungai Serio yang membelah kota hijau tersebut.
Foto: Copernicus data/ESA
6 foto1 | 6
Tak mungkin kembali
Profesor Helmuth Trischler, sejarawan teknologi juga berpendapat sama. "Melalui intervensi manusia terhadap alam, bumi yang telah diubah tidak akan bisa kembali ke bentuk semula", kata Trischler. Ia yakin bahwa "Kita tidak dapat kembali ke kondisi periode Holocene."
Masalah yang timbul misalnya, pengurasan kekayaan laut, tanah yang gersang atau bukit-bukit sampah. Dan ke depan tantangan-tantangan ini tidak mungkin dapat diatasi tanpa teknologi dan intervensi lainnya terhadap alam.
Oleh karena itu diperlukan teknologi baru yang tidak memperburuk masalah yang sudah dikenal. Penghapusan masyarakat industri untuk mengatasi masalah bukan merupakan penyelesaian.
Oleh sebab itu, pada periode Anthropocene manusia dengan teknologinya hrsus dilihat sebagai bagian dari alam. Ilmuwan Jürgen Renn juga yakin bahwa tidak akan ada periode baru lagi setelah Anthropocene. Yang penting saat ini adalah bagaimana caranya membentuk periode ini secara bertanggung jawab.
Sebab itu diskusi mengenai Anthopocene terutama ingin mempertajam kesadaran : bahwa kita hidup di sebuah periode geologis yang telah kita intervensi dan kita harus bertanggung jawab membentuknya secara berkelanjutan.
Keindahan Bumi Lewat Jepretan Astronot
Astronot Jerman, Alexander Gerst, berbulan-bulan lamanya mempelajari permukaan bumi. Berikut hasil jepretannya Yang diambil dari Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Foto: ESA/NASA
Fenomena Magis
"Kata-kata tidak bisa menjelaskan perasaan ketika terbang di antara Aurora," kata Alexander Gerst soal pengalamannya bertugas di Stasiun Luar Angkasa. Aurora atau cahaya utara itu muncul ketika partikel bermuatan dari matahari menghantam medan magnet bumi.
Penduduk Florida mungkin masih terlelap ketika Gerst menjepret foto ini sesaat sebelum matahari terbit. Astronot yang juga pakar Geofisika itu banyak menghabiskan waktunya mempelajari struktur geografi di permukaan bumi.
Foto: picture-alliance/dpa/NASA
Kawah Raksasa
Foto yang diambil Gerst ini menampilkan kawah meteor Barringer di Arizona, Amerika Serikat. Kendati terlihat kecil dari ketinggian 330 kilometer, kawah ini membentang selebar 1186 meter.
Alexander Gerst tidak cuma membuat foto alam. Ia mengatakan foto udara yang memperlihatkan pertempuran antara Israel dan Hamas di Gaza ini adalah gambar paling menyedihkan yang pernah ia buat.
Foto: picture-alliance/dpa/ESA/NASA
Bukan cuma buat Bersenang-senang
Hasil jepretan Alexander Gerst memiliki tujuan ilmiah yang penting. Gambar lembah di Afrika Utara ini bisa dibandingkan dengan foto lama dengan motiv serupa. Foto tersebut membantu ilmuwan menentukan derajad perubahan pada permukaan bumi, entah itu oleh alam atau manusia.
Kelangkaan air di banyak kawasan di Bumi terlihat jelas dari luar angkasa. Gambar ini misalnya menampilkan sistem irigasi di kawasan kering Meksiko. Sebagian eksperimen yang dijalankan Gerst berhubungan dengan pasokan makanan dan tubuh manusia. Sang astronot antara lain membudidayakan salad di ISS dan mengujicoba vaksin.
Foto: ESA/NASA
Karya Seni Alam
Beberapa foto terlihat seperti karya seniman ternama. Gambar ini menampilkan sebuah sungai di Kazakhstan. Sebuah anak sungai yang sudah mengering juga bisa dilihat pada gambar.
Foto: ESA/NASA
Asal Pasir
Gurun Sahara sering disebut tak berbatas. Namun hasil jepretan dari luar angkasa menunjukkan, bahkan pasir pun bermula dari satu tempat.
Foto: ESA/NASA
Nyala Atmosfer
Sebuah fenomena yang sangat spesial yang buat sebagian besar penduduk Bumi langka dilihat. Alexander Gerst tergolong beruntung bisa memotret Aurora Boriealis alias cahaya utara, kendati ia menjepret dari tempat yang paling istimewa, yakni ISS.