1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Timun Mas Berlari di Atas Board Game

Miranti Hirschmann
2 November 2018

Anda tahu kisah Buto Ijo dan Timun Mas? Sebentar lagi delapan negara dapat ikut merasakan ketegangan saat gadis pemberani itu dikejar raksasa hijau lewat permainan papan. Hak ciptanya terjual di pameran di Jerman.

Spielemesse 2018 in Essen Brettspiele
Foto: DW/M. Grandneo

Board Game alias permainan papan berjudul 'Buto Ijo dan Timun Mas' karya studio Manikmaya menjadi salah satu permainan asal Indonesia yang dilirik perusahaan internasional di pameran permainan Spielmesse 2018, di kota Essen, Jerman. 

Hak cipta permainan yang memperlihatkan aksi kejar-kejaran gadis pemberani bernama Timun Mas dan tokoh antagonis raksasa berwarna hijau tersebut telah dibeli perusahaan permainan internasional asal Perancis, Blue Orange. Rencananya permainan papan tersebut akan mulai dipasarkan tahun 2019 dalam delapan bahasa asing. 

Hadirnya permainan ‘Buto Ijo dan Timun Mas' dianggap memberi angin segar pada board game yang  beredar di pasar internasional. "Buto Ijo dan Timun Mas diambil dari cerita rakyat negeri yang jauh. Tema board game saat ini jenuh dengan zombie, kerajaan abad pertengahan, bajak laut dan petualangan ala Indiana Jones," ungkap Thierry Denoval, perwakilan Blue Orange. "Mekanismenya baik, dapat dimainkan bersama keluarga. Para kurator kami sangat menikmati permainannya,” kata Denoval menjelaskan lebih lanjut alasan ketertarikan Blue Orange atas 'Buto Ijo dan Timun Mas'.  

Pendatanganan kontrak antara Manikmaya dan Blue Orange berlangsung pada hari pertama Spiel Messe 2018 di Essen, JermanFoto: DW/M. Grandneo

Hingga dilirik di Spielmesse

Perjuangan para pencipta permainan papan yang tergabung dalam Asosiasi Pegiat Industri Board Game Indonesia  (APIBGI)  hingga hak ciptanya dilirik perusahaan asing melewati jalan panjang. Tahun ini merupakan kali ketiga Studio Manikmaya berpartisipasi dalam Spielmesse. "Tahun 2014 saya dan teman teman ikut,  tapi dapat tempatnya di hall ujung tempat para Indies dan booth kami sangat kecil ukurannya," ujar CEO studio Manikmaya, Eko Nugroho.

Namun hal itu tidak menyurutkan semangat Eko dan rekannya memperkenalkan board game yang terinspirasi dari budaya Indonesia serta membangun jaringan dengan para pengusaha, kurator, game geeks serta para game blogger

Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) mendukung dengan mengadirkan paviliun Indonesia berjudul Archipelageek. Di sini, studio Manikmaya dan enam studio lainnya hadir memperkenalkan 24 permainan papan terbaru mereka. Di area yang sama, Indonesia bersanding perusahaan raksasa dunia seperti Hasbro , pemilik hak cipta permainan board game klasik Monopoly serta Haba dan Ravensburger, perusahaan game board dan puzzle asal Jerman.

Selama Spielmesse berlangsung, ketujuh perusahaan Indonesia tersebut telah menjual 24 judul board game senilai 15 hingga 45 Euro per set. Pada hari terakhir ratusan set permainan di paviliun Archipelageek telah habis terjual.

Indonesia kaya inspirasi

Deputy Pemasaran BEKRAF,  Joshua Simanjuntak berharap hadirnya Indonesia dalam Spielmesse dapat menarik perhatian perusahaan internasional akan karya kreatif asal Indonesia. "Kualitas board game Indonesia tidak kalah bagusnya dengan board game lain yang ada di Spiel Messe ini, sehingga BEKRAF mendukung Asosiasi Pegiat Industri Board Game Indonesia hadir di Jerman”, ungkapnya. 

CEO studio Manikmaya, Eko Nugroho menyebutkan selain cerita rakyat, Indonesia memiliki banyak sumber inspirasi seperti sejarah atau tradisi yang dapat ditransfer dalam permainan papan. Bagi Eko, permainan papan tak sekadar rekreasi, media ini juga dapat berfungsi sebagai ajang pendidikan dan informasi. Eko berpendapat bila board game dimainkan setidaknya sekali seminggu dalam keluarga, maka anak-anak akan lebih mengenal cerita rakyat, belajar bersikap adil dan sportif serta merekatkan hubungan dalam keluarga. 

(ts/hp) 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait