1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Caleg Didesak untuk Penuhi HAM Perempuan

Zaki Amrullah24 November 2008

Komisi Nasional Komnas Perempuan meluncurkan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan secara nasional. Prakarsa ini dimulai bertepatan dengan peringatan Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

Nasib perempuan Indonesia
Nasib perempuan IndonesiaFoto: AP


Kampanye anti kekerasan terhadap perempuan secara nasional yang dimulai tanggal 25 November ini akan berakhir pada hari HAM internasional 10 Desember mendatang. Upaya ini juga dimaksudkan untuk membidik momentum menjelang pemilu 2009.

Kelompok-kelompok perempuan di Indonesia menuntut para kandidat peserta pemilu 2009, mengusung agenda memerangi kekerasan terhadap perempuan. Oleh sebab itu kampanye 16 hari yang dimulai hari ini, bertema. Mendesak Komitmen Politik Kandidat Pemilu 2009 untuk Pemenuhan HAM Perempuan. Tema ini dipilih, mengingat tingginya angka kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap perempuan.

Kelompok-kelompok perempuan meyakinkan para kandidat tidak bisa mengabaikan masalah ini, karena kenyataan menunjukkan jumlah pemilih perempuan dalam pemilu sebelumnya lebih besar dibandingkan pemilih laki laki. Anggota Komnas Perempuan, Ajriana berharap, kampanye ini akan mendorong perempuan memilih wakil-wakil rakyat yang memihak mereka.


Output kita sebenarnya mendapatkan komitmen dari para kandidat. Harapannya dengan kampanye ini, kita bisa membangun sebuah kesadaran dari kelompok perempuan untuk bisa menggunakan hak suara mereka dengan benar. Jadi mereka memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup sebelum mereka menentukan siapa kandidat yang mereka pilih. Jadi itu yang kita harapkan bisa dipengaruhi dengan kampanye 16 hari di tahun ini.”

Kampanye yang akan dilakukan serentak oleh kelompok-kelompok perempuan di sejumlah daerah ini, juga dilandasi maraknya kebijakan diskriminatif terhadap perempuan yang belakangan muncul dalam bentuk Peraturan Daerah di sejumlah daerah. Menurut Anggota Komnas Perempuan Ajriana, hal terpenting yang akan mereka lakukan adalah membangun kontrak politik dengan para calon wakil rakyat di daerahnya masing-masing agar ketika terpilih berjuang menciptakan kebijakan-kebijakan yang bersahabat dengan hak-hak perempuan.

“Kita berharap para kandidat ini nantinya, ketika di saat mereka belum menjadi kandidat mereka telah terikat kontrak politik dengan masyarakat. Salah satu isi kontrak politik itu, adalah mereka bisa meninjau kembali Perda Perda diskriminatif terhadap perempuan. Kalau Perda diskriminatif yang kami identifikasi itu, ada sekitar 27 Perda diskriminatif, yang itu mengkriminalkan perempuan dan mengatur hak hak perempuan atas tubuhnya dan itu biasanya Perda Perda yang mengatur soal moralitas.”

Terdapat 51 persen pemilih perempuan di Indonesia, namun keterwakilan mereka di lembaga-lembaga politik masih sangat rendah. Di parlemen misalnya, angkanya tak sampai 10 persen. Prosentase keterwakilan perempuan di jabatan politik seperti gubernur, bupati, dan camat bahkan lebih kecil lagi.

Meski demikian, belakangan isu perempuan dan politik di Indonesia terus menguat. Salah satunya dengan munculnya aturan kuota 30 perempuan dalam daftar kandidat anggota legislatif pemilu 2009. (ap)