Capaian Kesetaraan Gender di UE Masih Jauh dari Target
29 Oktober 2021
Sebuah laporan tentang kesetaraan gender di Uni Eropa menunjukkan perkembangan yang buruk dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini, capaian kesetaraan gender masih jauh dari target.
Iklan
Laporan terbaru dari Institut Eropa untuk Kesetaraan Gender (EIGE) yang diterbitkan pada Kamis (28/10) mengungkap bahwa upaya mendorong kesetaraan gender di Uni Eropa (UE) tidak banyak meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Situasinya juga kemungkinan akan tetap suram karena pandemi virus corona.
Uni Eropa secara keseluruhan mencetak 68 poin dari total 100 dalam Indeks Kesetaraan Gender 2021 yang dimuat dalam laporan tersebut. Angka tersebut menandai peningkatan 0,6 poin dari tahun 2020 dan hanya bertambah kurang dari 5 poin dalam 11 tahun terakhir.
"Dengan kesetaraan gender yang hanya naik satu poin setiap dua tahun, maka akan dibutuhkan hampir tiga generasi untuk mencapai kesetaraan gender dengan kecepatan saat ini," kata laporan itu.
Pandemi global COVID-19 mungkin tidak hanya akan memperlambat kemajuan, tetapi juga membahayakan "keuntungan rapuh" dalam kesetaraan gender, tambah laporan tersebut.
Iklan
Mengapa kesetaraan gender melambat?
"Eropa membuat kemajuan yang rapuh dalam kesetaraan gender. Namun, kerugian besar muncul sebagai akibat dari pandemi COVID-19. Dampak jatuhnya ekonomi bertahan lebih lama terhadap perempuan, sementara harapan hidup untuk pria telah turun," kata Direktur EIGE Carlien Scheele.
Sebagian alasannya terletak pada representasi perempuan yang berlebihan dalam pekerjaan perawatan kesehatan, yang membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi. Tapi di saat yang sama, pria lebih berisiko dirawat di rumah sakit akibat virus corona.
Ketimpangan terbesar, bagaimanapun, tetap pada posisi kepemimpinan. Perempuan masih menjadi minoritas dalam posisi kekuasaan, kata laporan itu.
Kemajuan di bidang utama lainnya seperti pekerjaan, waktu, dan kesehatan juga melambat. Beban yang tidak setara yang biasanya dipikul oleh perempuan dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak diperburuk oleh pandemi dan penguncian global.
Astronaut Perempuan Kulit Berwarna, Minoritas dalam lingkaran Elite
Mae Jamison jadi astronaut perempuan kulit hitam etnis Afrika-Amerika pertama, tepat 30 tahun lamanya setelah laki-laki dan perempuan kulit putih terbang pertama kali ke luar angkasa.
Foto: ASSOCIATED PRESS/NASA/picture alliance
Perempuan kulit hitam pertama di luar angkasa, Mae Jamison
Mae Jamison (kiri) bukan sekedar astronaut kulit hitam pertama. Dia wanita kulit hitam pertama yang terbang dengan pesawat luar angkasa AS dan bereksperimen penelitian dengan bahan material dan sel tulang di luar angkasa. Juga bekerja sebagai pemrogram komputer, spektroskop resonansi nuklir magnetik dan biologi reproduksi. Menjalankan LSM pendidikan nirlaba STEM, dan pintar menari jazz.
Foto: NASA/Newscom/picture alliance
Stephanie Wilson, perempuan kedua yang terbang tiga kali
Stephanie merupakan astronaut berbakat, seorang insinyur kedirgantaraan yang bekerja untuk pesawat luar angkasa Galileo, sebelum direkrut NASA jadi astronaut pada tahun 1996. Dia harus menunggu 10 tahun untuk misi pertamanya pada tahun 2006, setelahnya kembali terbang pada tahun 2007 dan 2010. Saat ini tergabung dalam program Artemis NASA, yang akan menjadikannya perempuan pertama di bulan.
Foto: NASA/Bill Ingalls
Joan Higginbotham, astronaut ketiga di tahun 2006
Joan Higginbotham juga di kelas yang sama dengan Stephanie Wilson, dan juga menunggu 10 tahun. Menjadi insinyur kelistrikan, dia bertugas dalam beberapa proyek, termasuk Pesawat Luar Angkasa Columbia dan ikut serta dalam peluncuran 53 pesawat luar angkasa lebih dari 9 tahun. Ketika misi pertamanya, Higginbotham jadi anggota yang diperbantukan membangun Stasiun Luar Angkasa Internasional ISS.
Foto: NASA/Yvette Smith
Masih belum terbang, Cagle, Epps dan Watkins
Beberapa tidak pernah terbang, seperti Yvonne Cagle, yang dipindah ke manajemen NASA. Jeanette Eps yang mungkin menerbangkan pesawat Boeing Starliner-01 pertama ke Stasiun Luar Angkasa. Jessica Watkins (kanan tengah) dan Jarmin Moghbeli (kiri tengah), yang memiliki darah Iran, merupakan dua rekrutan baru, kelompok Turtles. Jika bersabar, kemungkinan mereka akan berangkat 10 tahun mendatang.
Foto: picture-alliance/Newscom
Pesan pijat, Sian Proctor
Bukan hanya sebagai astronaut kulit hitam biasa, namun dia adalah kru ‘bidang sipil’ pertama yang mengorbit bumi. Dia terbang bersama SpaceX Inspiration4, September silam. Disebut sipil, namun mereka semua penerbang dan ilmuwan profesional. Dia bahkan sempat melamar pada kesatuan astronaut NASA dan bahkan menjadi Duta Tata Surya agensi tersebut.
Foto: Inspiration4/John Kraus
Astronaut Cina
Merupakan tradisi bagi AS dan Rusia untuk jadi yang pertama di luar angkasa. Namun Cina belakangan ini mengubah pandangan tersebut, paling tidak sebagai negara pertama yang mendarat di sisi terjauh bulan. Tahun 2021, Liu Yang (di foto) menjadi astronaut wanita aktif pertama di Cina. Disusul Wang Yaping yang mengajarkan pelajaran fisika secara langsung dari stasiun luar angkasa Tiangong-1.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com
Astronaut Asli India
Ada beberapa astronaut perempuan asli India di AS, misalnya Kalpana Chawla (di foto) dan Sunita Williams. Chawla terbang pertama kali dengan Pesawat Luar Angkasa Columbia sebagai operator lengan-robot. Misi keduanya bersama Columbia menjadi penerbangan fatal saat pesawat tersebut hancur ketika ingin memasuki atmosfer Bumi.
Foto: picture-alliance/dpa/NASA
Para turis di pundak raksasa
Turis luar angkasa disebut astronaut karena berwisata ke luar angkasa seperti astronaut sungguhan. Anousheh Ansari, beretnis Iran-AS jadi perempuan turis luar angkasa pertama pada tahun 2006. Insinyur penerbangan berdarah Iran, Sirisha Bandla (di foto), terbang bersama atasannya, Richard Branson, tahun 2021. Ansari’s XPRIZE dan Virgin Galactic menjadi mitra luar angkasa sejak beberapa dekade.
Foto: Andres Leighton/AP Photo/picture alliance
Yi So-yeon, satu-satunya dari Korea Selatan
Bukan hanya astronaut perempuan Korea Selatan pertama, namun orang Korea dari berbagai gender pertama yang terbang ke luar angkasa. Insinyur mesin yang mengejar gelar Doktor bidang biologi ini terpilih dari 36.000 kandidat untuk dilatih di Rusia pada misi ke Stasiun Luar Angkasa Internasional tahun 2008 silam. Pendaratan tidak mulus melukai punggungnya, dia mengundurkan diri pada tahun 2014.
Foto: EPA/STR/picture-alliance
Chiaki Mukai, salah satu dari dua orang Jepang
Misi Luar Angkasa Jepang JAXA jadi kategori empat besar, dengan NASA, Agensi Luar Angkasa Eropa dan Roscosmos Rusia. Hanya ada 2 astronaut perempuan. Chiaki Mukai (di foto) yang pertama, terbang dengan pesawat luar angkasa Columbia dan Discovery. Sedangkan yang kedua, Naoko Yamazaki terbang dengan Discovery. JAXA memiliki sebanyak 11 astronaut, lebih banyak dibanding Agensi Luar Angkasa Eropa.
Foto: JAXA/NASA
Setara, ruang angkasa inklusif di Uni Emirat Arab
Belakangan ini, Uni Emirat Arab cukup berkembang pesat. Mereka membangun industri satelit yang berkembang dan sukses meluncurkan misi ilmiah pertamanya ke Mars. Mereka juga membentuk program astronaut yang mengusung kesetaraan gender, dengan memilih Noura Al-Matrooshi (kanan) dan Mohammed Al-Mulla dalam misi April 2021. Mereka dilatih oleh NASA. (mh/hp)
Foto: WAM/AP Photo/picture alliance
11 foto1 | 11
Berbagai skor di antara negara-negara UE
Tiga negara dengan skor tertinggi untuk kesetaraan gender di UE adalah Swedia, Denmark, dan Belanda, dengan skor masing-masing 83,9, 77,8, dan 75,9.
Jerman melampaui skor rata-rata UE dengan 68,6 poin, bertambah 6 poin sejak 2010.
Yunani dengan skor hanya 52,5 berada di urutan terakhir di antara negara-negara anggota UE, tepat di bawah Hungaria dan Rumania.
Luksemburg adalah negara yang memiliki kemajuan signifikan dalam hal kesetaraan, sama halnya dengan Italia dan Malta. Sementara Slovenia adalah satu-satunya negara anggota yang mengalami kemunduran sejak 2018. Kemajuan terkecil terlihat di Polandia, Hongaria, dan Republik Ceko.