1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Cara Israel Gelar Vaksinasi Untuk Jadi Juara Dunia

17 Februari 2021

Soal vaksinasi, Israel hingga kini yang tercepat di dunia. Negara itu juga membuat perjanjian khusus dengan BioNTech-Pfizer, sehingga mendapat prioritas utama dalam layanan pemasokan vaksin mahal itu.

Foto ilustrasi vaksinasi di Israel
Foto ilustrasi vaksinasi di IsraelFoto: Jack Guez/AFP/Getty Images

Sementara di banyak negara Uni Eropa vaksinasi berjalan lambat karena kemacetan pasokan vaksin, Israel justru memiliki persediaan vaksin lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk imunisasi semua penduduknya.

Dihitung dari jumlah penduduknya, Israel memang yang paling cepat melakukam vaksinasi. Hingga kini sudah 40 persen penduduknya mendapat vaksin BioNTech-Pfizer, sejak kampanye vaksinasi dimulai pada 20 Desember 2020. Bahkan di antara warga yang berusia di atas 60 tahun, keompok yang paling berisiko mengalami penyakit parah, sudah lebih 80% yang divaksinasi. Saat ini, semua penduduk di atas 16 tahun sudah bisa mendapat vaksinasi.

Israel saat ini memiliki begitu banyak pasokan vaksin dari BioNTech-Pfizer, sehingga vaksin Moderna yang juga mereka pesan dan sudah tiba, belum digunakan sama sekali. Padahal Moderna sudah mendapat izin digunakan di Israel sejak 5 Januari lalu.

Perkembangan laju infeksi Covid-19 di beberapa negara sampai 17 Februari 2021

Vaksinasi gaya Israel: "tukar guling" dengan data pasien

Israel mendapat prioritas pemasokan vaksin dari BioNTech-Pfizer, karena negara dengan pendudukl 9 juta orang itu bersedia menantangani kerjasama khusus: Produsen vaksin berhak mengakses data-data penduduk serta jalannya vaksinasi.

Menurut perjanjian tersebut, Israel juga bersedia membayar harga jauh lebih tinggi daripada misalnya Uni Eropa untuk setiap dosis vaksin BioNTech-Pfizer. Menurut laporan media, Israel membayar sekitar  23 euro/dosis vaksin, sedangkan Uni Eropa hanya membayar 12 euro/dosis vaksin.

Selain itu, Israel juga membebaskan BioNTech-Pfizer dari segala bentuk tuntutan ganti rugi dan pertanggungan jawab, seandainya ada masalah dengan keamanan vaksin. Bagi perusahaan farmasi Jerman/AS itu, tawaran dari Israel tentu saja sangat menggiurkan. Israel ibarat menjadi laboratorium besar bagi BioNTech/Pfizer untuk melakukan uji klinis dan memperbaiki pengembangan vaksinnya, tanpa mengeluarkan dana lagi.

Setiap minggu, pemerintah Israel menyuplai data-data vaksinasi kepada BioNTech-Pfizer, termasuk nomor registrasi infeksi dan vaksinasi, serta demografi pasien seperti usia dan jenis kelamin. Sebagai imbalannya, BioNTech-Pfizer menjamin pemasokan vaksin untuk Israel sampai 95% populasinya sudah mendapat imunisasi.

Kampanye vaksin bercampur kampanye pemilu

Meskipun angka infeksi masih cukup tinggi, Israel sekarang mencabut beberapa pembatasan yang telah diberlakukan sejak akhir Desember. Warga kini dapat bergerak bebas lagi di seluruh negeri. Pusat penitipan anak dan sekolah-sekolah dibuka lagi. Bahkan bisnis dan toko bisa berjualan lagi, dengan pembatasan jumlah pelanggan di toko pada saat bersamaan.

Kalangan oposisi di Israel menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menggunakan vaksinasi Covid-19 sebagai program kampanye pemilunya, terutama untuk memperbaiki citranya yang sedang dihantam isu korupsi.

Pemilihan Umum baru di Israel akan dilangsungkan 23 Maret mendatang, setelah pemerintahan koalisi pimpinan Benjamin Netanyahu pecah. Menurut jajak pendapat terakhir, Netanyahu memang masih merupakan politisi paling populer, tapi belum tentu partainya Likud mampu menggalang koalisi dan merebut mayoritas di parlemen Israel, Knesset.

(hp/as)