1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Cara Kreatif Putera Wicaksana Kuliah dan Bekerja di Berlin

Sorta Caroline
16 November 2019

Dari hobi fotografi yang Putera geluti sejak lama, biaya hidup sebagai seorang pelajar di kota Berlin, Jerman dapat ia atasi. Berbagai cara ia lakukan untuk membangun portofolio sekaligus mencari pemasukan tambahan.

Muhamad Putera Wicaksana
Foto: DW/S. Caroline

Lewat fotografi dan desain Putera kerap mendokumentasikan acara-acara Indonesia di Berlin. Tak disangka hobi ini pula yang mengantarkannya bersekolah desain di Fachhochschule Potsdam, Jerman hingga mendapatkan tawaran proyek dari beragam perusahaan.

Perjalanan Putera dimulai dari Köthen, kota kecil di Saxony Anhalt, Jerman. Tiga setengah tahun masa persiapan studi dari persiapan bahasa hingga masa Studienkolleg dijalaninya di sana. Ia pun lantas diterima di Hochschule für Technik und Wirtschaft Berlin jurusan Medieninformatik atau Media dan Ilmu Komputer.

"Awalnya saya pikir akan dapat materi media dan desain, tapi ternyata bobotnya lebih ke pure informatik. Memang ada mata kuliah teori warna dan teori suara, juga Bildberabeitung (mengedit gambar), tapi lebih ke fungsi komputernya. Berjuang keras untuk kuliah karena sudah terlanjur masuk tapi terus gagal sampai kampus lama saya nge-drop out saya,” ujar Putera soal pengalaman studinya.

Namun Putera tak berhenti sampai disitu. Berbekal portofolio yang dibuatnya saat menjadi seksi dokumentasi acara-acara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) hingga acara Persatuan Pelajar Indonesia(PPI) di Berlin, ia pun melamar studi desain komunikasi di HTW Berlin dan Fachhochsule Potsdam. Portfolio berupa foto-foto, desain poster, hingga karya video menghantarkannya menempuh studi impian, Kommunikationsdesign atau desain komunikasi. Lantas seperti apa pengalaman Putera menempuh studi desain di FH Potsdam? Simak perbincangan berikut.

Foto: DW/S. Caroline

Ada tips tertentu untuk masuk sekolah desain di Jerman?

Perbanyak karya dan dokumentasikan dalam portofolio. Kalau bisa buat karya yang beragam dari sketsa, ada foto, poster, video, atau karya digital lainnya. Desain itu sangat luas, tidak ada salah atau benar. Selama kita punya konsep yang kuat dan yakin dengan desain kita, itu bisa diterima.

Saat dipanggil untuk interview di FH Potsdam, saya punya portofolio yang memang sudah pernah dipakai dari acara-acara yang saya dokumentasikan, saat saya aktif di PPI Berlin atau KBRI waktu itu. Waktu itu saya dinilai berdasar pengalaman berkarya. Saat itu kebetulan saya sudah ada pengalaman desain yang beragam tak hanya foto, tapi juga desain poster, sampai video juga ada.

Tapi kawan-kawan lain punya cara yang berbeda untuk masuk sekolah desain. Ada yang ikut kursus mempersiapkan portofolio yang juga untuk juga cari tahu karya seperti apa yang dicari dosen-dosen di sekolah desain ini. Ada juga yang memang punya skill lapangan yang kuat dan dibuktikan lewat karya mereka yang sudah pernah dipakai dalam pameran atau event tertentu. Ini juga akan sangat diapresiasi.

Tantangan terberat studi desain di Jerman?

Kuliah desain tidak ada ujian di akhir semester tapi kita harus kumpulkan tugas. Selalu yang jadi problem adalah tugas dan ide yang mentok. Ide tidak bisa ditunggu karena ini akan membuat kita tidak bisa memenuhi deadline.

Kalau jurusan lain selain desain mungkin bisa tidak serius di awal semester tapi nanti belajar serius di akhir semester untuk ujian, kalau desain tidak bisa baru sebulan terakhir kejar bikin proyek atau tugas. Kesannya studi desain itu santai tapi di sisi lain kita harus punya planning yang bagus, kerja keras, dan konsisten.

Saat sedang buntu ide, bagaimana Putera mencari inspirasi?

Sering jalan dan ngobrol sama orang sekitar, kunjungi pameran, bisa gampang juga dengan kunjungi website kreatif seperti Pinterest atau Behance, follow juga orang-orang kreatif atau creative agency untuk dapat asupan ide. Tapi jangan plagiat ya, terinspirasi boleh. Kita perlu kembangkan ide untuk jadi karya kita sendiri.

Putera memang punya hobi fotografi, apa dengan hobi ini Putera bisa  ‘menunjang kehidupan' sebagai mahasiswa di Berlin?

Sangat bisa! Dari dulu memang sudah aktif posting foto di website-website foto seperti Flickr atau 500PX . Lalu sebagai perantau, saya ikut kegiatan penyalur hobi, ikut Instagram meet dengan Agra Daneshwara (dari Frankfurt) dan Asraf (dari Köln) di Berlin saat itu. Dari situ senang banget ketemu komunitas dan kenalan dengan fotografer profesional terus bisa belajar foto secara langsung. Sejak saat itu serius posting di Instagram dan dari situ juga bangun portofolio online. Dari portofolio ini dapat beberapa job foto untuk foto cover buku dan produk, foto acara Kedutaan Besar Indonesia, hingga tawaran kerjasama foto dengan beberapa instansi seperti Deutsche Bahn, Blue Man Group, Samsung. Saya juga tiap bulan kerja foto pre-wed dan wedding.

23 Juli hingga 22 September 2019 lalu, Putra baru saja menyelesaikan satu Proyek Fotografi "U-bahn Berlin-Jakarta” bekerjasama dengan Rumah Budaya Indonesia di Berlin dan Reiza Nurrafi, fotografer yang berbasis di Jakarta. Pameran tersebut sama-sama menampilkan keunikan dua moda transportasi massal di dua kota besar. Baik Putra dan Reiza menggali sudut-sudut foto yang sangat menarik dari arsitektur stasiun, detail interior gerbong kereta, hingga jalur kereta.Foto: DW/S. Caroline

Apa rencana proyek Putera selanjutnya?

Sedang fokus dengan proyek desain akhir studi. Rencananya akan bikin photobook. Kebetulan sudah lama berkecimpung di dunia foto jadi akan ambil tugas akhir tentang photobook yang nantinya minimalis dan colorfull, dipenuhi foto-foto arsitektur yang membuat kita merasa tidak seperti di bumi, pembaca akan bertanya-tanya sebenarnya saya ini sedang dimana? Namun kalau pembaca fokus pada titik tertentu pembaca akan merasa berada di suatu tempat yang normal. Lokasi foto akan di sekitar Berlin mungkin kota lain di Eropa juga.

Bagaimana awal mula ketertarikan Putera dengan dunia fotografi?

Dulu memang tertarik dengan dunia fotografi tapi belum serius, cuma bawa kamera, pake mode automatic, dan fotoin temen-temen. Sampai akhirnya berangkat ke Jerman dan lihat banyak hal-hal menarik di Jerman dan ingin mendokumentasikan itu. Dari situ makin tertarik sama kamera. Pulang ke Indonesia kebetulan ayah punya hobi sama, jadi dapet ilmu dari beliau dan pergi hunting (berburu) foto bareng juga. Nah saat sedang balik ke Indonesia mulai beli kamera yang serius seperti Single Lens-Reflex (SLR). Semenjak itu mulai bergulat serius sama fotografi.

Kalau sama ayah seringnya kita ke Muara Angke, karena cukup banyak objek foto. Nelayan pulang dari laut, hasil melaut, ada kapal-kapal warna-warni, laut dan refleksi cahayanya. Lalu mulai menggeluti foto long exposure perkotaan, belajar foto malam hari, cari pencahayaan yang pas, mengatur speed, dan bukaan kamera (aperture). Waktu itu sering foto di Masjid Istiglal. Pada foto night shot itu ada sebutan blue hour, waktu setelah matahari terbenam namun tapi belum gelap, bagi penggemar fotografi ini disebut magic hours.

Nah dari foto long exposure perkotaan, mulai beralih ke foto Urban yang lebih perhatikan detail arsitektur, lekukan, garis-garis, hingga objek yang menarik dari gedung. (Ed: yp)

***Karya foto-foto arsitektur Putra Wicaksana bisa dinikmati pada instagramnya @puterawicak. Akun ini telah diikuti lebih dari 30.000 orang. Kini Putra menempuh studi tahun kelima di Fachhochschule Potsdam jurusan Kommunikationsdesign.

Wawancara pada artikel ini dilakukan oleh Sorta Caroline dan telah diedit sesuai konteks.