1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Catatkan Rekor Panas Baru, Mungkinkah Target Iklim Tercapai?

10 Juli 2024

Data baru menunjukkan suhu global melampaui ambang batas penting yaitu 1,5 Celsius selama 12 bulan berturut-turut. Apa imbasnya dalam upaya global mencegah dampak terburuk perubahan iklim?

Gelombang panas di Filipina
Gelombang panas April 2024 di FilipinaFoto: Xinhua/IMAGO

Bulan Juni 2024 mencatatkan rekor terpanas dengan suhu 1,5 Celsius lebih tinggi dibandingkan rata-rata era pra-industri, menurut data baru dari pusat riset iklim Eropa, Copernicus Climate Change Service, C3S.

Temuan yang dirilis hari Selasa (09/07) oleh C3S menunjukkan pada bulan Juni suhu udara permukaan global berkisar 0,67 Celsius di atas rata-rata pada tahun 1991-2020 dan memecahkan rekor tahun lalu.

Rekor suhu global

Menurut data yang didasarkan pada pengukuran dari kapal, satelit, pesawat terbang, dan stasiun cuaca di seluruh dunia, bulan Juni adalah bulan ke-13 berturut-turut dengan suhu rata-rata yang memecahkan rekor.

Juni 2024 juga merupakan bulan ke-12 berturut-turut di mana suhu rata-rata global mencapai 1,5 derajat Celsius atau lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata pada periode pra-industri antara tahun 1850 dan 1900. Saat itulah manusia mulai menghangatkan Bumi dengan membakar bahan bakar fosil dan melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer.

"Kita tahu bahwa iklim Bumi sedang berubah dan memanas, tetapi suhu hangat yang memecahkan rekor, baik di udara maupun di laut, merupakan hal yang luar biasa dan memprihatinkan,” kata Rebecca Emerton, ilmuwan senior C3S kepada DW.

Analisa Data Satelit dengan AI Buatan Afrika

03:15

This browser does not support the video element.

"Kami memperkirakan akan tercipta rekor-rekor baru, tapi tetap saja akan mengejutkan ketika kita melihat rekor-rekor dipecahkan dalam jumlah besar seperti yang kita lihat khususnya selama setahun terakhir ini," imbuhnya.

Menurutnya, ketika iklim memanas, dunia akan lebih sering dilanda cuaca ekstrem dan mengalami "periode waktu yang berkepanjangan dengan suhu yang semakin panas.”

Data mengungkapkan bahwa di Eropa, suhu panas di atas rata-rata tertinggi tercatat di wilayah tenggara dan Turki, sedangkan di belahan lain di dunia, Brazil, Timur Tengah, Afrika bagian utara, Antartika Barat, Meksiko, dan negara bagian barat Amerika Serikat termasuk wilayah rawan.

Data juga mencatat lonjakan rata-rata suhu permukaan laut pada bulan Juni, yang menandai bulan ke-15 berturut-turut dengan rekor temperatur.

Pemanasan air laut dapat memicu kenaikan permukaan laut dan pemutihan karang, memperarah badai dan menciptakan kerusakan besar pada biota laut.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Kenapa penting batas 1,5 Celsius?

Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim terutama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas, serta penggundulan hutan dan peternakan.

Sebagian besar negara di dunia sepakat untuk mempertahankan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celsius dibandingkan dengan tingkat pra-industri, dan menyepakati ambang di  bawah 1,5 derajat sebagai sasaran Perjanjian Paris pada tahun 2015.

"Melewati target 1,5 derajat Celsius tidak serta merta berarti bencana bagi manusia," kata Sergey Paltsev, Wakil Direktur Program Gabungan MIT untuk Ilmu Pengetahuan dan Kebijakan Perubahan Global, kepada DW.

"Ilmu pengetahuan tidak mengeklaim bahwa jika, misalnya, kenaikan suhu sebesar 1,51 derajat Celsius, maka pasti akan kiamat,” jelasnya.

Namun, ambang batas 1,5 derajat dipandang sebagai garis pertahanan terhadap dampak perubahan iklim yang paling parah dan tidak dapat diubah.

Menyulap Kawasan Urban Jadi Lebih Ramah Kehidupan

04:02

This browser does not support the video element.

Ilmuwan mengatakan, kenaikan suhu rata-rata di atas 1,5 Celsius akan berimbas pada jutaan orang yang akan terkena dampak bencana cuaca ekstrem, termasuk gelombang panas dan badai serta kebakaran hutan yang semakin parah.

Banyak negara berkembang, meskipun kontribusinya paling kecil terhadap emisi global, saat ini menanggung dampak perubahan iklim yang paling besar.

Sudahkan ambang 1,5 Celsius terlewati?

Belum sepenuhnya, meski semakin dekat, menurut ilmuwan.

"Saat ini, 12 bulan berturut-turut dengan suhu mencapai atau melebihi ambang batas 1,5 Celsius tidak berarti Perjanjian Paris telah dilanggar,” kata Emerton.

"Batas Perjanjian Paris adalah kenaikan selama periode 20 atau 30 tahun, tetapi penting untuk memantau seberapa cepat kita mendekati ambang batas jangka panjang, dan dampak kumulatif dari pelampauan jangka pendek akan menjadi semakin serius."

Tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat dengan hampir 50 persen hari berada pada suhu lebih dari 1,5 Celsius di atas suhu pra-industri.

Temuan baru menunjukkan suhu rata-rata global dari Juli 2023 hingga Juni 2024 berada 1,64 Celsius di atas suhu pra-industri.

Meskipun rekor suhu yang tercatat selama 13 bulan berturut-turut merupakan hal yang "tidak biasa", C3S mencatat rekor serupa terjadi antara tahun 2015-2016.

Apa solusinya?

"Diskusi sebenarnya adalah: Apakah kita mampu mencapai angka di bawah 1,5 lagi pada abad ini?” kata Carlo Buontempo, Direktur C3S. "Kita mempunyai instrumen untuk membatasi kenaikan suhu sebanyak 1,5 Celsius, namun artinya mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca secara drastis.”

Demi menepati batasan Perjanjian Paris, ilmuwan mengatakan produksi emisi gas rumah kaca global harus mencapai puncaknya pada tahun 2025, berkurang lebih dari 40 persen pada tahun 2030 dan mencapai nol bersih pada tahun 2050.

Meski cendrung lamban, sejumlah kemajuan telah dicapai untuk mengurangi emisi dan menghadang perubahan iklim. Energi terbarukan seperti tenaga angin, tenaga surya, dan teknologi ramah lingkungan lainnya seperti mobil listrik berkembang pesat dengan harga yang terus menurun.

Sebelum Perjanjian Paris, dunia sedang mengarah ke bencana pemanasan global sebesar 3,5 Celsius pada tahun 2100.

"Bahkan jika kejadian ekstrem ini berakhir suatu saat nanti, kita pasti akan melihat rekor-rekor baru dipecahkan seiring dengan terus memanasnya iklim. Hal ini tidak bisa dihindari, kecuali kita berhenti melepas gas rumah kaca ke atmosfer,” kata Direktur C3S Buontempo.

rzn/as

Sumber:

https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/degrees-matter
What 1.5C means, United Nations

https://climate.copernicus.eu/copernicus-2023-hottest-year-record
2023 hottest year on record, C3S

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait