1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cek Fakta: Presiden Prabowo Setuju Hentikan MBG?

20 Oktober 2025

Konten viral di media sosial menyebut Presiden Prabowo menyetujui penghentian program MBG. Namun, hasil penelusuran Cek Fakta DW menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak benar.

Tangkapan layar konferensi Menkeu Purbaya dengan label Cek Fakta: Palsu
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa dana MBG yang tidak digunakan akan dialihkan untuk mengurangi defisit anggaranFoto: TikTok

Sebuah video viral di platform TikTok, yang telah ditonton lebih dari 2,3 juta kali mengklaim bahwa Presiden Prabowo Subianto diduga menyetujui penghentian program Makan Bergizi Gratis (MBG). Klaim tersebut diperkuat dengan teks yang ditempel dalam cuplikan berita CNN Indonesia TV.

Video itu menuai beragam komentar, banyak di antaranya mendukung narasi penghentian program MBG. Beberapa tagar seperti #prabowosetujustopmbg, #menkeustopmbg, #keracunanmbg, dan #menkeu turut digunakan untuk memperkuat klaim tersebut.

Tim Cek Fakta DW pun menelusuri kebenaran dari isi video yang tengah ramai diperbincangkan itu.

Klaim: "Prabowo setuju stop MBG” 

Cek Fakta DW: Palsu

Tim cek fakta DW tidak menemukan pernyataan resmi dari Presiden Prabowo maupun pemerintah terkait penghentian program MBG. Sejak munculnya dugaan kasus keracunan MBG di beberapa daerah, konten berisi klaim palsu dan menyesatkan soal program ini makin marak beredar.

Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi) melalui rilis resmi, telah menegaskan bahwa video dari akun TikTok lain yang menyebut Presiden Prabowo membatalkan MBG dan menggantinya dengan pendidikan gratis seumur hidup adalah hoaks.

Bahkan, mengutip dari laman resmi Komdigi RI, Menteri Komunikasi dan Digital RI Meutya Hafid, menegaskan secara langsung bahwa saat ini kerap beredar informasi palsu dan menyesatkan tentang MBG. 

"Kita sedang berhadapan dengan konten media sosial yang seringkali tidak mengedepankan prinsip jurnalistik. Banyak informasi tentang mbg yang beredar justru misleading dan tidak sesuai fakta lapangan,” papar Meutya dalam sebuah acara silaturahmi bersama pemimpin redaksi media massa di Jakarta (22/05).

Penggunaan video asli dengan klaim palsu

Untuk memastikan kebenaran konten viral tersebut, tim cek fakta DW memverifikasi keaslian video menggunakan platform Deepfake Total dan AI Video Detector. Hasilnya menunjukkan bahwa kemungkinan manipulasi sangat kecil, sehingga video yang digunakan diyakini asli.

Melalui verifikasi langsung, kami juga menemukan konten berita dengan topik dan substansi yang sama di kanal YouTube CNN Indonesia, meski dengan pembawa berita yang berbeda. Konfirmasi dari tim CNN Indonesia pun menguatkan bahwa video tersebut memang autentik. Lantas bagaimana dengan klaimnya?

Konten video yang sudah ditonton sebanyak 2,3 juta kali tersebut mencoba mengarahkan klaim dengan menempatkan teks "Prabowo setuju stop MBG” dari awal video berita. Bila diperhatikan, narasi voice over dalam berita sama sekali tidak menyebutkan persetujuan Presiden Prabowo untuk menghentikan program MBG.

Yang ada hanyalah pembahasan soal penarikan dana MBG jika tidak terserap dengan baik. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa dana MBG yang tidak digunakan akan dialihkan untuk mengurangi defisit anggaran dan mencegah dana menganggur.

Motif dan variasi konten hoaks

Menurut fact-check specialist Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Ariwibowo Sasmito, penggunaan media arus utama dalam konten hoaks didasari oleh aspek kepercayaan. Pembuat hoaks mengeksploitasi konten berita untuk mengelabui masyarakat.

"Salah satu kesulitan pemeriksa fakta dan jurnalis adalah memberikanawareness ke masyarakat soal pentingnya memperhatikan sumber video atau foto. Sayangnya, pembuat hoaks justru mengeksploitasi hal ini. Media arus utama sering jadi korban, artikelnya dipotong, judulnya diubah, atau tangkapan layarnya disebar ulang. Belakangan modus ini beralih ke video pendek, terutama sejak TikTok populer.”

Terkait motif, Ariwibowo menyebutkan bahwa pembuat hoaks memiliki beragam tujuan, mulai dari politik, ekonomi, hingga mengikuti tren buzzer di Indonesia. "Buzzer biasanya lebih aktif di musim Pilpres atau Pilkada karena ada ‘order'. Di luar itu, mereka mencoba untuk tetap menjaga eksistensi dengan menyebarkan isu tertentu supaya tidak tenggelam. Jadi bukan hanya soal momen politik, tapi juga soal menjaga pasar dan pengaruh,” pungkasnya.

Berkembangnya tren pembuatan konten hoaks yang mengikuti tren juga menjadi tantangan, tak hanya bagi masyarakat dan jurnalis, tapi juga pejabat publik. Ariwibowo menilai komunikasi publik yang kontraproduktif dari pejabat bisa menjadi celah bagi penyebaran hoaks.

"Memang butuh kemampuan komunikasi publik yang lebih baik dari pejabat-pejabat, tapi di sisi lain masyarakat juga jangan gampang terkecoh untuk percaya begitu saja hoaks yang beredar. Cari sumber-sumber yang valid, dan dicek dulu sebelum ikut menyebarkan."

Editor: Hani Anggraini

Iryanda Mardanuz Junior Correspondent, Deutsche Welle Asia Pacific Bureau / Reporter, Deutsche Welle Indonesia
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait