Cek Fakta: Video Lama Dipakai untuk Hoaks Perang Israel-Iran
19 Juni 2025
Sejak serangan Israel ke Iran pada hari Jumat (13/06) dan aksi balasan dari Iran, konflik tak hanya terjadi di lapangan, tapi juga merambah dunia maya. Disinformasi pun menyebar luas, termasuk video lama yang diklaim sebagai rekaman terbaru. Tim Cek Fakta DW bahkan menemukan video hasil rekayasa kecerdasan buatan atau AI yang sengaja disebarkan untuk menyesatkan publik.
DW telah memverifikasi sejumlah video hoaks dan membagikan tip untuk mengenali konten menyesatkan serta melakukan cek fakta secara mandiri.
Klaim
Sebuah video kompilasi berdurasi satu menit menampilkan adegan pemboman udara, ledakan, dan kebakaran di malam hari. Video yang viral di TikTok itu disertai tulisan kapital "No mercy – Israel launches revenge attack on Iran”, dengan keterangan "Israel membombardir Iran tanpa ampun.” Hingga kini, video tersebut telah ditonton lebih dari 2,8 juta kali.
Cek Fakta DW: Salah
Rekaman dalam video tersebut bukan berasal dari konflik Iran-Israel saat ini. Video itu ternyata diambil dari pemboman oleh Amerika Serikat (AS) di Baghdad, Irak, pada tahun 2003 atau 22 tahun yang lalu.
Hasil pencarian gambar terbalik mengarah pada dua sumber yang mengonfirmasi waktu dan lokasi kejadian. Adegan pertama dalam video TikTok itu ternyata merupakan bagian dari kompilasi pemboman malam hari di Irak yang pernah ditayangkan oleh CNN, tepatnya pada menit ke 02:46.
Adegan pada detik ke-31 dalam video TikTok ternyata berasal dari situs agensi foto Getty Images. Ini menunjukkan bahwa rekaman tersebut bukan bagian dari konflik Iran-Israel saat ini, melainkan dokumentasi lama.
Dalam situasi konflik, foto dan video lama sering dibagikan di luar konteks. Banyak pengguna TikTok menyadari hal ini dan menyebut di kolom komentar bahwa video tersebut memperlihatkan serangan AS ke Baghdad.
Komentar bisa menjadi petunjuk awal untuk memverifikasi konten, tetapi tetap perlu waspada karena komentar juga bisa digunakan untuk menyebarkan disinformasi, termasuk klaim palsu bahwa video dibuat oleh AI atau diberi label yang salah.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Video ini juga menunjukkan bahwa chatbot AI belum bisa diandalkan untuk verifikasi fakta. Tim Cek Fakta DW menemukan bahwa Grok, chatbot milik X, memberikan informasi keliru saat diminta memverifikasi video tersebut. Grok menyebut video itu kemungkinan menunjukkan serangan rudal Iran ke Tel Aviv pada 16 Juni 2025, bahkan mengklaim sumbernya berasal dari CNN, BBC, dan The Guardian, padahal tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut.
Ketika pengguna lain menunjukkan bahwa video itu berasal dari Baghdad tahun 2003, Grok tetap mempertahankan klaim awalnya, meski akhirnya menyebut kemungkinan itu bagian dari Perang Irak. Tanpa bukti kuat, Grok menyimpulkan video itu mungkin rekaman baru, sambil menyarankan agar tetap waspada terhadap konten di media sosial.
Tim Cek Fakta DW menegaskan bahwa ada bukti jelas yang menunjukkan video tersebut berasal dari tahun 2003. Versi lain dari video serupa juga beredar dengan narasi berbeda, termasuk klaim bahwa itu adalah serangan Iran ke Israel. Klaim-klaim ini muncul dalam berbagai bahasa seperti Arab, Urdu, dan Prancis, termasuk di situs Pravda yang dikenal sebagai bagian dari kampanye disinformasi Rusia.
Konten buatan AI kini semakin realistis
Klaim
Sebuah video berdurasi 16 detik menampilkan pemandangan udara yang menunjukkan kehancuran besar dan bangunan runtuh. Dalam video tersebut, terdapat tulisan berbahasa Arab yang menyebut lokasi sebagai "Tel Aviv."
Video ini tersebar luas di media sosial, termasuk dibagikan oleh media Iran Tehran Times di platform X dengan narasi dramatis: "Hari Kiamat di Tel Aviv." Hingga kini, video tersebut telah ditonton lebih dari 1,9 juta kali.
Versi lain dalam bahasa Arab juga menyebar dengan klaim serupa, seperti: "Ini bukan Gaza, ini Tel Aviv," yang memperkuat narasi disinformasi di tengah konflik.
Cek Fakta DW: Palsu
Video tersebut terbukti palsu, bukan rekaman kehancuran di Tel Aviv, melainkan hasil rekayasa AI.
Lewat pencarian gambar terbalik di Google, diketahui bahwa video pertama kali diunggah di TikTok pada 28 Mei 2025, sebelum eskalasi terbaru antara Iran dan Israel terjadi. Akun pengunggah mencantumkan bio bertuliskan "The AI resistance” dan diketahui sering membagikan konten hasil buatan AI.
Ada dua petunjuk visual yang mengindikasikan bahwa video ini dibuat oleh AI. Pertama, pada detik ke-7, dua mobil yang melaju saling mendekat tampak menyatu secara tidak wajar. Kedua, bayangan di atas atap bangunan menunjukkan ketidaksesuaian arah. Secara fisika, bayangan dari objek berbentuk silinder seharusnya sejajar karena sumber cahaya (matahari) berada sangat jauh. Namun, dalam video ini bayangan di atap sebelah kiri mengarah sedikit lebih ke kiri dibandingkan bayangan di atap kanan, tanda ketidaksesuaian visual yang umum dalam hasil render AI.
Menurut pakar AI, Hany Farid, video ini kemungkinan besar dibuat menggunakan model AI bernama Veo3. Pernyataan tersebut ia sampaikan melalui sebuah unggahan di media sosial LinkedIn.
Farid merupakan profesor di School of Information, University of California, Berkeley, yang berfokus pada bidang forensik digital. Ia juga dikenal sebagai salah satu pendiri GetReal, perusahaan yang mengembangkan teknologi untuk mendeteksi konten deepfake buatan AI.
Bagaimana cara mengenali video buatan AI?
Farid menjelaskan bahwa kemampuan model AI saat ini umumnya masih terbatas dalam menghasilkan video dengan durasi maksimal sekitar 8-10 detik. Oleh karena itu, jika sebuah video berdurasi pendek atau terdiri dari beberapa cuplikan singkat, besar kemungkinan video tersebut merupakan hasil buatan AI.
Menilai keaslian video dengan mata telanjang kini semakin sulit. Teknologi AI terus berkembang dan mampu menciptakan video yang tampak sangat realistis. Jika Anda merasa ragu, cobalah mencari versi video dengan resolusi lebih tinggi.
Waspadalah terhadap video yang berkualitas rendah atau tampak buram, karena pelaku penyebar disinformasi sering kali sengaja menurunkan kualitas video untuk menyamarkan manipulasi. Ketidaksesuaian visual akan lebih sulit dikenali dalam video yang tidak tajam.
Kualitas video yang buruk juga bisa menjadi indikasi bahwa video tersebut telah diunduh dan diunggah ulang berkali-kali, yang biasanya menyebabkan penurunan kualitas gambar. Dalam kasus seperti ini, versi asli video yang diunggah di TikTok sering kali memiliki resolusi jauh lebih baik dibandingkan dengan versi-versi lain yang tersebar di berbagai platform.
Laporan Emad Hassan dan Kathrin Wesolowski, disunting Rachel Baig, pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Ausirio Ndolu
Editor: Hani Anggraini