1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Bergaul di Media Sosial Bagi Pasangan Aparat Militer

15 Oktober 2019

Posting istri mantan Dandim Kendari, IPDN, yang diduga menyinggung penusukan Menkopolhukam Wiranto pada Kamis (10/10) berujung pencopotan suaminya, Kolonel Kav Hendi Suhendi. Sudah tepatkah langkah ini?

Special Army Forces Indonesien Kopassus Jakarta
Foto: Getty Images/AFP/A.Berry

Kasus ini menyita perhatian masyarakat luas utamanya terkait dengan etika bergaul di media sosial bagi aparatur militer dan keluarganya. Sebagian masyarakat menganggap pencopotan ini sebagai konsekuensi wajar. Namun ada pula yang menganggap tindakan ini terlalu berlebihan.

Terlepas dari segala kontroversi tersebut, analis pertahanan dan militer Connie Rahakundini Bakrie, mengatakan tindakan pemberhentian tersebut sudah tepat karena telah sesuai dengan Undang-undang No. 26/1997 terkait hukum dan disiplin prajurit.

"Sudah sangat tepat karena militer mengenal hukum dan aturan disiplin yang berbeda dengan sipil. Di TNI ada Ankum dimana atasan berhak menghukum," ujar Connie kepada DW Indonesia melalui pesan singkat, Selasa (08/10).

Dalam UU No. 26/ 1997 memang disebutkan bahwa atasan yang berhak menghukum (Ankum) adalah atasan yang oleh atau atas dasar undang-undang ini diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya.

Lebih lanjut Connie mengatakan dalam hal ini, IPDN sebagai pasangan mantan Dandim Kendari telah melanggar kode etik sebagai istri perwira melalui posting yang dinilai bernada hujatan di dalam akun yang menunjukkan statusnya lewat seragam Persatuan Istri Tentara (Persit).

"Kode etik yang dilanggar salah satunya adalah statusnya sebagai istri perwira, ia cantumkan juga account-nya dengan menunjukan status seragam Persit-nya," ujar Connie yang adalah lulusan Asia Pacific Center for Security Studies (APCSS) Honolulu, Hawaii dan senior research fellow di Institute of National Security Studies (INSS) Tel Aviv, Israel ini

Hak politik atau hujatan?

Kasus pemberian sanksi terhadap anggota TNI gara-gara medsos bukan hanya menimpa Kolonel Hendi. Hingga Selasa (15/10) total ada tujuh prajurit TNI AD yang diberi sanksi, demikian ujar KSAD Jenderal Andika Perkasa di Mabes TNI AD, seperti dikutip dari Detik.

Dua dari tujuh orang itu adalah Kolonel Hendi dan Serda J. Mereka dicopot dari jabatannya serta ditahan 14 hari lantaran kelakuan istri masing-masing di media sosial. Sedangkan empat lainnya adalah prajurit dari Korem Padang, Kodim Wonosobo, Korem Palangka Raya, Kodim Banyumas, dan Kodim Mukomuko, Jambi. Salah satu dari mereka dihukum karena ulahnya di media sosial.

Terkait dengan sejumlah pandangan yang menganggap posting di media sosial tersebut adalah hak sebagai warga negara untuk kritis dalam berpolitik, Connie dengan tegas mengatakan bahwa "berpolitik tetap boleh tapi menghujat jelas tidak."

"Artinya sebagai individu, seorang istri TNI memiliki hak politik seperti warga negara lainnya. Namun secara organisasi Istri TNI, dia terikat pada kedinasan suami," jelas Connie.

Dengan demikian ia mengatakan "kalau IPDN menyatakan aspirasi politik hujatannya tanpa membawa atribut apa-apa terkait status dan seragam Persit di FB-nya; ya suaminya tidak akan terkena hukuman apa-apa."

Lantas apa bedanya mengkritik dan menghujat? Di laman Kamus Besar Bahasa Indonesia daring disebutkan bahwa kritik adalah bentuk kecaman atau tanggapan, atau kupasan kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Sedangkan hujat berarti caci, cela atau fitnah.

Connie pun beranggapan bahwa penjatuhan hukuman ini sudah tepat dan kasus ini dapat membawa pelajaran dan menimbulkan efek jera. "Jelas ini menimbulkan efek jera, sehari kemarin terdata 3000-an account menghapus konten dan lain-lain."

Selain dicopot dari jabatannya, seperti dikutip dari kompas.com mantan Dandim Kendari akan menjalani penahanan selama 14 hari oleh Denpom Kendari sebagai hukuman disiplin terkait konten negatif yang ditulis oleh sang istri di akun media sosial Facebook.

Berdasarkan laporan kantor berita Antara, IPDN pada Senin (14/10) telah resmi dilaporkan ke Polda Sultra oleh Detasemen Polisi Militer Wilayah 3 Kendari atas dugaan pelanggaran UU ITE.

Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen TNI Surawahadi menjelaskan, sebelumnya Kasad TNI AD telah mengeluarkan maklumat terkait larangan anggota TNI dan keluarga anggota TNI untuk menyebarkan hal-hal yang berbau hoaks di media sosial.

ae/vlz (dari berbagai sumber)