Cerita Megandi Bikin Prototipe Masker dengan Kendali Suara
Prihardani Ganda Tuah Purba
3 Juni 2021
Kurangnya kesadaran masyarakat terkait pentingnya memakai masker mendorong Megandi membuat sebuah prototipe masker unik yang bisa dikendalikan dengan suara. Tak disangka-sangka karyanya itu viral di sosial media.
Megandi, pria 23 tahun asal Bekasi berhasil membuat prototipe mesin buka-tutup masker dengan perintah suara.Foto: privat
Iklan
Aksi Megandi saat memamerkan prototipe masker buatannya baru-baru ini viral di media sosial. Banyak akun-akun Instagram berpengikut besar mengunggah ulang videonya karena temuannya dianggap unik dan menarik. Ya, pria asal Bekasi itu berhasil membuat prototipe masker yang bisa dibuka dan ditutup hanya dengan perintah suara.
"Ini saya hanya pakai perangkat ada namanya ESP32, dia modelnya sama kayak Arduino, tapi ini ESP32, dia itu bisa terkoneksi ke perangkat lain itu menggunakan internet atau Bluetooth,” kata Megandi saat menjelaskan proyek mandirinya tersebut kepada DW.
"Setelah itu saya hanya pakai dua buah servo, yang bisa gerak-gerak, terus saya hubungkan saja ke handphone. Saya bikin aplikasi di handphone-nya,” tambahnya.
Namun, ada hal lain yang membuat prototipe masker buatan pria 23 tahun itu semakin menarik perhatian, yaitu bahan-bahan sederhana yang ia gunakan.
"Saya sempat berpikir pakai apa ya? Karena saya tidak begitu paham dengan desain-desain produk seperti ini, karena saya basic-nya itu di software. Jadi coba deh pakai stik es krim, saya desain sedemikian rupa sampai bisa terpasang di kuping. Terus bagaimana caranya supaya si masker ini bisa buka tutup, saya sampai pakai sapu lidi,” ujarnya sambil tertawa.
Yang membuat karya Megandi semakin menarik perhatian adalah bahan-bahan seperti stik es krim dan lidi yang ia gunakan.Foto: privat
Pesan penting penggunaan masker di tengah pandemi
Megandi mengatakan bahwa ide untuk membuat prototipe masker ciptaanya itu sudah muncul sejak November tahun lalu. Namun, baru terlaksana di awal Mei tahun ini.
Di saat pandemi corona sedang ganas-ganasnya, ia mengaku bahwa kesadaran diri dari orang-orang di sekelilingnya termasuk dirinya sendiri terkait pentingnya penggunaan masker masih sangat kurang.
Inilah yang kemudian memotivasi dirinya untuk membuat sebuah masker unik, dengan harapan masyarakat bisa tertarik dan "sadar bahwa penggunaan masker itu penting dan ingat terus bahwa masker itu harus dipakai kemana-mana.”
"Selain itu, alasan kedua adalah supaya mengurangi kontak tangan sama masker,” tutur Megandi.
Aturan Jaga Jarak dan Higiene Saat Pandemi Covid-19, Apakah Ampuh?
Saat pandemi COVID-19, jaga jarak itu penting. Tapi aturan jarak yang ditetapkan, tidak akan dapat mencegah penyebaran virus secara nyata yang amat kompleks. Juga banyak fenomena baru dalam penularan virus corona.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Wüstneck
Harap jaga jarak minimal 1,5 meter
Pandemi Covid-19 memunculkan serangkaian aturan baru. Salah satunya jaga jarak minimal 1,5 meter. Selain itu faktor higiene dan mengenakan masker. Namun, hal itu tidak menjelaskan bagaimana realita penyebaran virus SARS-CoV2 lewat aerosol yang amat rumit. Demikian laporan para peneliti dari Oxford dan London di Inggris serta Cambridge di AS dalam British Medical Journal akhir Agustus lalu.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Büttner
Dari mana asalnya aturan jarak 2 meter?
Pakar kedokteran Jerman Carl Flügge tahun 1897 sarankan agar menjaga jarak 2 meter dari penderita TBC agar tidak tertular. Partikel cairan yang yang mengandung bakteri streptococcus disemburkan saat penderita batuk, masih menular pada jarak 2 meter. Riset lainnya pada tahun 1948 menunjukkan, sekitar 90% bakteri tuberkolosa yang disemburkan saat batuk, tidak sampai mencapai jarak 1,70 meter.
Foto: picture-alliance/dpa/PA/Jordan
Jarak dua meter tidak mencukupi
Riset dari tahun 1948 itu dipublikasikan dalam American Medical Journal. Namun, juga ditunjukkan sekitar 10% bakteri mencapai jarak lebih jauh, hingga 2,90 meter. Foto ilustrasi menunjukkan, warga yang berjemur di bantaran sungai Rhein ikut aturan menjaga jarak berupa lingkaran berdiameter dua meter. Tapi sekarang yang kita hadapi adalah virus SARS-CoV2 bukan bakteri TBC.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Becker
Virus menyebar lewat aerosol
Virus lebih kecil dari bakteri, dan mampu mengambang di udara selama beberapa jam dan bisa menyebar dalam ruangan. Karena itu para ahli menyarankan, bukan hanya jaga jarak dua meter sebagai kriteria keamanan. Melainan juga beberapa faktor lainnya: ventilasi ruangan, memakai masker, dan jangan berbicara atau menyanyi terlalu kencang.
Foto: picture-alliance/dpa/Bayerischer Rundfunk
Jangan batuk atau menyanyi
Sejumlah riset teranyar juga menunjukkan, saat batuk atau bersin paket virus bisa tersembur hingga jarak 8 meter. Juga berbicara kencang atau menyanyi, membuat turbulensi aerosol di dalam ruangan. Jika berbicara lirih, seperti di perpustakaan dan orang berada di udara terbuka, jarak antara dua orang bisa jauh lebih dekat.
Foto: Getty Images/AFP/A. McBride
Berapa lama aman berada di dalam ruangan?
Yang juga menentukan untuk mitigasi bahaya, adalah lamanya berada dalam ruangan yang terkontaminasi dan berapa banyak orang berada dalam ruangan. Dari beragam faktor ini, para ahli membuat model seperti lampu pengatur lalu lintas. Yang jelas: di dalam ruangan dengan banyak orang, sebaiknya hanya tinggal sebentar, masukkan udara segar, memakai masker, dan bicara lirih.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Fenomena kontak hanya semenit
Kontak sangat singkat mencukupi untuk terinfeksi virus pemicu COVID-19. Contoh kasus di AS, di mana seorang sipir tertular virus corona dari seorang narapidana, padahal dia hanya kontak beberapa menit saja. Karenanya jawatan kesehatan AS-CDC terapkan aturan baru yang lebih ketat. Definisi kontak erat adalah: jarak di bawah dua meter, minimal 15 menit namun terakumulasi dalam waktu 24 jam. (as/rap)
Foto: picture-alliance/empics
7 foto1 | 7
Karya Megandi tak lepas dari kritik
Meski karya Megandi banyak dipuji sebagai sesuatu yang positif, tidak sedikit pula yang berkomentar bahwa prototipe masker buatannya itu malah bikin "ribet dan menyulitkan.”
Merespons hal ini, Megandi hanya bisa mengingatkan bahwa karyanya tersebut baru sebatas prototipe tahap awal, yang masih memiliki banyak ruang untuk pengembangan lebih lanjut.
"Sekali lagi memang yang perlu ditekankan adalah ini hanya sebuah prototipe bahwa dari prototipe yang sangat sederhana ini, sangat memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah desain masker yang jauh lebih efisien dan efektif ke depannya,” ujarnya.
Namun lebih daripada itu, Megandi mengatakan bahwa jika dilihat dari sisi lain, inovasinya akan sangat berguna bagi para penyandang disabilitas.