1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina Ancam Balas AS, Jerman Tawarkan Mediasi

1 Juni 2020

Cina mengancam bakal membalas reaksi AS terkait isu Hong Kong. Tapi sanksi yang dijatuhkan Presiden Donald Trump dinilai cuma bersifat simbolik. Pasar bereaksi positif dan mencatat kenaikan pertama untuk bursa Hang Seng.

Foto ilustrasi Jerman dan persaingan AS-Cina
Foto ilustrasi Jerman dan persaingan AS-CinaFoto: picture-alliance/C. Ohde/M. Cui

Pemerintah Cina mengancam bakal membalas tindak Presiden Donald Trump membatasi akses mahasiswa asal Tiongkok terhadap perguruan tinggi Amerika Serikat.  

Langkah itu membidik mahasiswa yang berhubungan dengan Partai Komunis Cina (PKC) dan diambil sebagai reaksi atas pengesahan Undang-undang Keamanan Nasional untuk Hong Kong.  

“Setiap kata atau tindakan yang melukai kepentingan Cina akan dijawab dengan serangan balasan oleh pemerintah Cina,” kata jurubicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian, Senin (1/6). 

Dia mengatakan kedua negara selama ini diuntungkan oleh kerjasama bilateral, namun Beijing tidak akan ragu mempertahankan kepentingan ekonomi dan keamanannya, kata Zhao. 

Gedung Putih sebelumnya menerbitkan Proklamasi Kepresidenan yang setara Perintah Presiden untuk mengusir atau melarang masuk mahasiswa Cina yang bekerja untuk semua lembaga milik PKC. Mahasiswa yang terlibat dalam “strategi penggabungan militer-sipil” oleh pemerintah Beijing juga nantinya dilarang mendaftar masuk universitas AS.  

Menurut Kementerian Keamanan Dalam Negeri, pada tahun akademik 2018/19 sebanyak 272,470 mahasiswa Cina terdaftar di AS, 84,480 di antaranya mengenyam studi di bidang sains dan ilmu terapan, demikian dilaporkan Forbes.  

Presiden Trump berulangkali menuding sejumlah mahasiswa Cina ikut melakukan spionase bisnis dan teknologi selama berada di AS. Termasuk perintah Gedung Putih kepada Kemenlu di Washington adalah mencabut visa dan izin tinggal bagi sejumlah mahasiswa Cina yang sudah berada di AS.  

Vonis ringan legakan pasar 

Eskalasi teranyar seputar isu Hong Kong mencuatkan kekhawatiran pasar, Donald Trump akan mengambil langkah dramatis terhadap Cina. Namun keresahan tersebut mereda ketika reaksi Washington tidak separah seperti yang sebelumnya dikhawatirkan. 

Karena meski Washington mencabut sejumlah hak istimewa Hong Kong atau memerintahkan penyelidikan terhadap sejumlah perusahaan Cina di AS, “yang terpenting tidak ada kenaikan tarif impor atau sanksi yang bersifat luas,“ kata Tapas Strickland, ekonomis di Bank Nasional Australia. 

“Sebagian mengaitkan (vonis ringan terhadap Cina) dengan kebutuhan Presiden Trump agar ekspor komoditas pertanian meningkat dan menggairahkan kantung pendukungnya di kawasan barat tengah jelang pemilu, November mendatang.“ 

Persaingan dagang kedua negara adidaya terlihat dari jumlah negara yang menjadi mitra dagang terbesar bagi Cina (oranye) atau AS (biru).

“Dengan fase pertama pembahasan perjanjian dagang masih utuh, dampak eskalasi teranyar tidak begitu mengkhawatirkan,“ imbuhnya lagi. 

Usai pengumuman oleh Trump, bursa Hang Seng di Hong Kong merangkak naik lebih dari tiga persen, Senin (1/6). Kenaikan ini adalah perkembangan positif pertama di lantai bursa setelah mengalami spiral kejatuhan selama aksi protes terhadap UU Keamanan Nasional berkecamuk. 

Konferensi pers di Gedung Putih “penuh kata-kata kritis terhadap Cina, tapi tidak membuahkan banyak tindakan,“ kata Stephen Innes, Kepala Strategi Pemasaran Global di AxiTrader. 

“Kebanyakan ekonomis meyakini dampak langsung dari pencabutan status cukai istimewa Hong Kong dan pengawasan terhadap ekspor akan sangat terbatas. Hong Kong masih tetap bebas dan nilai ekspornya ke AS hanya berkisar 0,1 persen dari Produk Domestik Bruto.“ 

Mediasi oleh Jerman 

Sementara itu Jerman menawarkan mediasi antara Cina dan Amerika Serikat ketika memangku Kepresidenan Dewan Eropa. Tawaran itu dilayangkan Menteri Luar Negeri Heiko Maas kepada harian Westdeutsche Allgemeine Zeitung, Senin (1/6). 

“Kita warga Eropa tidak berkepentingan bahwa hubungan Cina dan Amerika Serikat memburuk ke titik terendah,” katanya. “Selama Kepresidenan Dewan Eropa yang dimulai 1 Juli, tugas ini tentu jatuh ke tangan kami.” 

Sebab itu dia mendesak agar Pertemuan Puncak Uni Eropa dan Cina tetap digelar September mendatang. “Ada banyak yang harus kita bahas dengan Cina,” imbuhnya sembari menambahkan, Eropa tetap mengusung nilai-nilai dasar yang “akan kami tuntut dalam pembicaraan dengan pihak Cina.” 

KTT Uni Eropa-Cina sedianya digelar di kota Leipzig, antara 13-15 September 2020. Selain soal politik dan perdagangan, Cina juga akan diminta lebih berkomitmen terhadap sasaran pengurangan emisi Karbondioksida, tutur Maas. 

rzn/vlz (dpa, afp, rtr, scmp) 


 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait