Cina Belum Akan Longgarkan Tindakan Keras di Xinjiang
21 Desember 2020
Seorang pejabat Partai Komunis Cina memberi isyarat Senin (21/12) kemungkinan pemerintah di Beijing tidak akan melonggarkan tindakan keras di wilayah Xinjiang. Fokusnya kini bergeser menangani akar ekstremisme.
Para pengamat mengatakan Cina telah menahan lebih dari satu juta orang di Xinjiang dan memaksa banyak warga lainnya untuk melepaskan unsur-unsur kepercayaan dan tradisi. Pejabat Cina memuji keberhasilan upaya mereka dalam deradikalisasi penduduk dan memberikan pelatihan kerja, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut tidak pernah mengalami serangan teroris selama empat tahun.
"Kami tidak bisa berpuas diri saat ini, karena ancaman masih ada di luar sana," kata Xu Guixiang, Wakil Direktur Jenderal Departemen Publisitas Partai Komunis Xinjiang, dalam sebuah wawancara dengan Associated Press di Beijing (21/12).
Xu tidak langsung menjawab apakah tindakan pengamanan akan dilonggarkan atau tidak, tetapi justru mengatakan bahwa "empat tahun bebas terorisme tidak berarti tidak ada ancaman atau bahaya sama sekali."
Dia mengatakan partainya tengah menjajaki cara untuk mencapai stabilitas berkelanjutan di daerah perbatasan multi-etnis seperti Xinjiang, sebuah wilayah di barat Cina, sekitar 2.400 km dari Beijing.
“Kami perlu memikirkan tentang masalah yang mengakar, termasuk fondasi sosial yang menimbulkan ekstremisme dan terorisme,” kata Xu.
Dia mengatakan bahwa 117.000 orang telah bekerja di wilayah Cina lainnya sejak 2014 melalui program yang memungkinkan mereka mengembangkan keterampilan dan meninggalkan pertanian untuk pekerjaan di pabrik dengan bayaran lebih tinggi.
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)
Pembatasan yang diterapkan AS telah mendorong beberapa perusahaan untuk mencari pasar lain, kata Xu, baik di dalam maupun luar negeri. “Orang tidak dapat berasumsi bahwa perusahaan Xinjiang tidak dapat hidup tanpa pasar AS atau beberapa perusahaan AS,” katanya.
Sebelumnya, Xu dan pejabat lainnya mengadakan konferensi pers selama tiga jam di Beijing untuk menyangkal kritik internasional yang terus-menerus menyoroti tindakan pemerintah di Xinjiang.
Mereka membawa dua orang lulusan dari pusat pelatihan kejuruan dan dua pekerja lainnya, dan menayangkan sebuah video wawancara. Semua memuji kesempatan yang diberikan kepada mereka. Tidak ada yang mengatakan mereka dipaksa untuk melakukan apapun.
Pejabat Xinjiang tidak mengizinkan wartawan media berita asing untuk melaporkan secara bebas di wilayah tersebut, di luar kunjungan yang mereka atur.