Cina dan AS Paling Rentan Terkena Dampak Perubahan Iklim
21 Februari 2023
Pusat-pusat industri dan ekonomi utama di Cina dan Amerika Serikat termasuk di antara wilayah-wilayah yang paling rentan di dunia akibat perubahan iklim, demikian menurut sebuah analisis komprehensif teranyar.
Iklan
Temuan baru riset The Cross Dependency Initiative (XDI) yang dirilis Senin (20/02) menekankan adanya kebutuhan mendesak agar pengambil keputusan fokus pada langkah-langkah dekarbonisasi dan adaptasi perubahan iklim, misalnya dalam mengatasi banjir. Studi komprehensif ini menunjukkan bahwa dampak ekonomi dari perubahan iklim dapat menjadi serius dan meluas.
Sembilan dari 10 wilayah yang paling berisiko berada di Tiongkok. Dua pusat perekonomian terbesar di negara tersebut, Jiangsu dan Shandong, memimpin di peringkat teratas. Setelah Cina, Amerika Serkat (AS) menempati peringkat berikutnya. Florida, berada di posisi 10 dalam peringkat global paling terancam, diikuti oleh California dan Texas.
Wilayah-wilayah di Cina, India, dan Amerika Serikat mencakup lebih dari separuh negara bagian dan provinsinya yang masuk dalam 100 besar. "Kami mendapatkan sinyal yang sangat kuat dari negara-negara seperti Cina, dari AS dan India, kami melihat ruang mesin ekonomi global di mana ada banyak infrastruktur yang dibangun di situ," kata Karl Mallon, yang menjabat sebagai kepala ilmu pengetahuan dan inovasi XDI.
Analisis tersebut menemukan bahwa banjir di pedalaman dan pesisir menimbulkan risiko terbesar bagi infrastruktur fisik. Laporan ini juga meneliti bahaya panas ekstrem, kebakaran hutan, pergerakan tanah, angin ekstrem, dan pencairan es.
Analisis ini mencakup lebih dari 2.600 wilayah di seluruh dunia, memodelkan kerusakan dari tahun 1990 hingga 2050 berdasarkan skenario "pesimis" pemanasan global sebesar tiga derajat Celsius pada akhir abad ini, yang diuraikan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB.
Iklan
Pelarian modal
Para peneliti mengatakan bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang paling komprehensif dari jenisnya dan berharap penelitian ini dapat memberikan informasi bagi kebijakan iklim dan ekonomi di masa depan.
Hal ini juga dapat berdampak pada keputusan investasi karena banyak perusahaan menilai kembali risiko keuangan berdasarkan paparan terkait perubahan iklim di daerah-daerah yang rentan.
"Mereka yang ingin membangun pabrik, membangun rantai pasokan yang melibatkan negara bagian dan provinsi tersebut akan berpikir dua kali tentang lokasi mereka," ujar Mallon. Ia mengatakan bahwa "kemungkinan besar akan ada risiko biaya di daerah-daerah tersebut, atau yang terburuk, mungkin pelarian modal karena para investor tersebut akan mencoba mencari tempat yang lebih aman."
Tahun 2022: Krisis Iklim Melanda Seluruh Dunia
Tahun 2022 seluruh dunia dilanda cuaca panas yang ekstrem, kekeringan, kebakaran, badai dan banjir yang terkait dengan perubahan iklim. Berikut sejumlah peristiwa cuaca yang terjadi tahun 2022.
Foto: Peter Dejong/AP Photo/picture alliance
Eropa: Lebih panas dan lebih kering dari sebelumnya
Musim panas di Eropa ditandai cuaca panas ekstrem dan kekeringan terburuk dalam 500 tahun. Lebih 500 orang tewas akibat gelombang panas di Spanyol, dengan suhu hingga 45 derajat Celsius. Di Inggris, cuaca panas juga mencapai lebih 40 derajat Celsius. Sebagian benua Eropa jadi wilayah paling kering selama lebih dari satu milenium, sehingga banyak daerah terpaksa menjatah air.
Foto: Thomas Coex/AFP
Kebakaran hutan melanda seluruh Eropa
Mulai dari Portugal, Spanyol, Prancis, Italia, Yunani, Siprus, hingga Siberia, dilanda kebakaran hutan. Bencana itu telah menghanguskan 660.000 hektar lahan pada pertengahan tahun 2022 — kebakaran terbesar sejak pencatatan iklim dimulai pada tahun 2006.
Hujan monsun yang ekstrem menenggelamkan sepertiga wilayah Pakistan. Banjir itu menewaskan lebih dari 1.100 orang, menyebabkan 33 juta orang kehilangan tempat tinggal, dan memicu penyebaran penyakit. Hujan lebat juga melanda Afganistan. Banjir besar menghancurkan ribuan hektare lahan, memperburuk bencana kelaparan yang sudah akut di negara itu.
Foto: Stringer/REUTERS
Gelombang panas ekstrem dan topan terjang Asia
Sebelum dilanda banjir, Afganistan, Pakistan, dan India alami panas dan kekeringan ekstrem. Cina juga alami kekeringan terburuk dalam 60 tahun dan gelombang panas terburuk sejak pencatatan dimulai. Awal musim gugur, 12 topan telah mengamuk di seluruh Cina. Badai besar juga melanda Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Bangladesh. Perubahan iklim membuat Intensitas badai semakin kuat.
Foto: Mark Schiefelbein/AP Photo/picture alliance
Krisis iklim memperburuk kondisi Afrika
Afrika memanas lebih cepat dibanding rata-rata global. Itu sebabnya benua ini secara tidak proporsional dilanda perubahan pola curah hujan, kekeringan, dan banjir. Somalia sedang menghadapi kekeringan terparah dalam 40 tahun. Krisis itu telah memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan kawasan mereka.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Bencana kelaparan di Afrika
Banjir dan kekeringan telah membuat pertanian dan peternakan praktis tidak mungkin dilakukan di beberapa bagian Afrika. Akibatnya, 20 juta orang mengalami kelaparan. Banyak yang meninggal karena kelaparan di Etiopia, Somalia, dan Kenya.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Kebakaran dan banjir di Amerika Utara
Badai dahsyat menerjang sejumlah negara bagian AS, seperti California, Nevada, dan Arizona. Gelombang panas menghanguskan ketiga negara bagian dengan suhu mencapai lebih dari 40 derajat Celsius di akhir musim panas. Sebaliknya, hujan lebat di awal musim panas menyebabkan banjir parah di Taman Nasional Yellowstone dan di negara bagian Kentucky.
Foto: DAVID SWANSON/REUTERS
Badai menghancurkan Amerika
Pada September lalu, Badai Ian menghancurkan Florida. Otoritas setempat menggambarkan kerusakan itu sebagai "peristiwa bersejarah." Sebelumnya, badai itu melewati Kuba, di mana penduduknya hidup tanpa listrik selama berhari-hari. Badai Fiona juga menjadi topan tropis terburuk yang melanda Kanada setelah pertama kali menghantam Amerika Latin dan Karibia, mengakibatkan kerusakan parah.
Foto: Giorgio Viera/AFP/Getty Images
Badai tropis dahsyat landa Amerika Tengah
Badai Fiona bukan satu-satunya badai yang melanda Amerika Tengah. Pada Oktober lalu, Badai Julia menghantam Kolombia, Venezuela, Nikaragua, Honduras, dan El Salvador, menyebabkan kehancuran yang meluas. Pemanasan global meningkatkan suhu permukaan laut yang memperkuat intensitas badai.
Foto: Matias Delacroix/AP Photo/picture alliance
Kekeringan ekstrem di Amerika Selatan
Kekeringan yang terus-menerus melanda hampir seluruh Amerika Selatan. Cile, mengalami merosotnya curah hujan ekstrem sejak 2007. Di banyak daerah, sungai-sungai menyusut antara 50 dan 90%. Meksiko juga hampir tidak pernah mengalami hujan selama beberapa tahun berturut-turut. Argentina, Brasil, Uruguay, Bolivia, Panama, sebagian Ekuador, dan Kolombia pun mengalami kekeringan.
Foto: IVAN ALVARADO/REUTERS
Selandia Baru dan Australia tenggelam
Curah hujan yang intens menyebabkan rangkaian banjir ekstrem di Australia. Antara Januari dan Maret, pantai timur negara itu menerima curah hujan sebanyak yang dialami Jerman dalam setahun. Selandia Baru tidak luput dari banjir. Fenomena cuaca La Nina berada di balik peristiwa ekstrem tersebut. Atmosfer yang lebih hangat menyerap lebih banyak air, membuat curah hujan lebih deras. (ha/as)
Foto: Jenny Evans/Getty Images
11 foto1 | 11
Indonesia termasuk rentan
Pusat-pusat ekonomi lainnya yang masuk dalam 100 besar termasuk Beijing, Buenos Aires, Ho Chi Minh City, Jakarta, Mumbai, Sao Paulo, dan Taiwan.
Australia, Belgia, Kanada, Jerman, dan Italia juga memiliki negara bagian dan provinsi yang masuk dalam 100 besar. Di Eropa, wilayah Niedersachsen (Lower Saxony) di Jerman adalah yang paling berisiko, sementara wilayah Veneto di Italia - rumah bagi kota laguna Venesia - menduduki peringkat keempat di Eropa.
Asia Tenggara mengalami peningkatan kerusakan yang paling tajam dari tahun 1990 hingga 2050, demikian menurut pemodelan tersebut.
XDI mengatakan bahwa mereka merilis analisis tersebut sebagai tanggapan atas permintaan dari para investor. "Karena infrastruktur yang dibangun secara ekstensif umumnya tumpang tindih dengan aktivitas ekonomi dan nilai modal yang tinggi, maka sangat penting untuk memahami dan menilai risiko fisik dari perubahan iklim dengan tepat," ujar CEO XDI Rohan Hamden, dalam sebuah siaran pers.